Dilema Kaderisasi IMM
Problematika dan tantangan dari zaman ke zaman telah IMM lalui. Dari pengalaman itulah goresan sejarah telah terukir dalam catatan penting IMM melalui perjuangannya. Namun IMM dulu, lain dengan IMM hari ini. Banyak persoalan penting yang IMM harus selesaikan. Salah satu persoalan dalam IMM yang hari ini harus terpecahkan adalah masalah kaderisasi. Kaderisasi IMM tengah dalam situasi yang sulit sebab aktivitas kampus yang terhenti akibat pandemi.
Kali ini saya coba paparkan pendapat saya mengenai persoalan diatas. Perlu kita ketahui bahwa kaderisasi IMM bersifat Long Life Education maksudnya bahwa segala kegiatan pembelajaran dalam IMM itu tidak terbatas waktu atau seumur hidup. Jadi, selama jantung masih berdetak disitu kaderisasi harus atau masih tetap berjalan. IMM itu organisasi kader, artinya segala bentuk kegiatan IMM merupakan bagian dari kaderisasi. Sehingga kaderisasi itu jangan dimaknai hanya sekedar menjalankan perkaderan utama (DAD) saja atau menjalankan proker yang telah disusun. Itu belum selesai, masih ada sektor-sektor kultural yang mana itu merupakan sektor penting dalam melakukan transfer value yang terkandung dalam cita-cita IMM maupun Muhammadiyah. Jangan sampai kita hanya terjebak dalam formalitas saja tanpa memahami formalisme-nya.
Dalam kaderisasi
IMM, Uswatun Hasanah merupakan hal yang penting yang harus dilakukan oleh kader
IMM yang menjadi pimpinan, entah itu tingkat Komisariat sampai Pusat. Konsep
senior junior dalam IMM tidak boleh hanya sebatas “Sendhiko Dhawuh”.
Tetapi melalui keteladanan dari yang tua kepada yang muda sehingga yang muda
bisa mencontoh atau meneruskan perjuangan yang dilakukan oleh para seniornya.
Dari situlah terjadi transfer value secara otomatis dengan baik. Kalau seniornya
saja memberikan teladan buruk, gimana nanti juniornya. Memang tidak bisa kita
menjadi orang yang perfect tanpa dosa, karna kita bukan Rasul. Tapi
berusaha untuk menuju kesana kenapa tidak ?.
Sering
mendengar ketika kajian atau sambutan di IMM menyebut seruan tentang “Kolektif
Kolegial”, “Loyalitas”, “Militan”, “Kekeluargaan” dan masih banyak
lagi kata-kata semacam itu keluar sebagai pembangkit ghairah ber-IMM. Retorika
semacam itu bullshit dan hanya sekedar ucapan tanpa tindakan. Gimana itu
semua bisa terimplementasi dengan baik, sedangkan aktif dalam kegiatan IMM saja
tidak pernah. Semua itu akan terbangun dengan sendirinya kalau kita sering ikut
serta dalam penyelesaian permasalahan organisasi, aktif dalam setiap kegiatan
IMM dan memberikan sumbangsih berupa ide atau gagasan untuk IMM. Aktif itu
bukan hanya setiap hari ikut rapat, setiap ada kajian IMM ikut hadir
meramaikan. Kalau aktif dimaknai hanya sekedar itu, berarti IMM adalah organisasi
Grudak-Gruduk. Kalau dalam istilah jawa itu artinya tidak tau maknanya
yang penting jalan saja. Kader IMM harus bisa merefleksikan setiap hal apa yang
diperoleh dari setiap kegiatan kaderisasi. Nggak perlu muluk-muluk jadi loyal
atau militan apalagi sampai mencintai IMM. Yang penting tau tanggung jawab dan
ada profesionalitas dalam diri masing-masing. Itu saja sudah cukup.
Yang juga menjadi persoalan adalah dilema antara kepentingan organisasi atau persoalan pribadi. Menurutku keduanya tidak usah dihilangkan
salah satu. Keduanya bisa berjalan dan kita lakukan. Tinggal kembali lagi niat
awal kita ikut IMM apa ?. Tujuan ikut
IMM itulah yang harusnya kita jadikan motivasi untuk berproses di IMM. Saya
menyadari bahwa biaya kuliah itu mahal, belum lagi kebutuhan pribadi yang lain.
Kalau kerja silahkan kerja saja. Tetapi sering ditemui kader-kader IMM yang
kalau diajak ber-IMM alasannya “nggak bisa dulu, lagi kerja” atau “sibuk
nih, tugas kuliah deadline”. Teruntuk kalian kader-kader IMM yang merasa
seperti itu, saya mau tanya, apakah kalian kerja 24 Jam full setiap hari ?
kalau memang iya, kalian itu bukan kerja tapi diperbudak!. Dan buat yang selalu
mengeluh ngerjain tugas kuliah yang setiap hari deadline, saya menyarankan
untuk nggak usah kuliah saja.
Kalau kalian selalu
sibuk dan tidak bisa meluangkan waktu sedikit untuk IMM. Saya ingin tanya,
apakah kalian kira Muhammadiyah dan Aisyiyah diisi oleh orang-orang
pengangguran semua ?. Perlu diketahui, Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu di Ranting
sampai Pusat itu kesibukkannya luar biasa puluhan kali lipat dari kesibukkan
kita. Tetapi mereka masih bisa meluangkan waktu untuk Muhammadiyah dan Aisyiah.
Kalau mereka mengeluh dengan kesibukkan pribadi, seperti kerja, ngurus rumah,
ngurus anak belum lagi urusan pribadi yang lain. Saya pastikan Muhammadiyah
sudah bubar dari dulu.
Editor : M Rizki