Kritik Internal : IMM Bukan Cuma ‘Event Organizer’
Jika saya ditanya tentang tanggapan saya terhadap perkaderan IMM di UINSA,
maka saya bisa jawab, bahwa perkaderan IMM di UINSA sangat hidup, dan itu
dibuktikan dengan begitu banyaknya event perkaderan yang dilakukan oleh IMM UINSA,
baik itu dari Korkom maupun komisariat di UINSA. Tentu banyaknya event
perkaderan menjadi salah satu ukuran begitu dinamisnya dunia perkaderan di IMM UINSA. Event
perkaderan itu seperti Masta (Masa Ta’aruf), DAD (Darul Arqam Dasar), Follow Up
DAD, dan Up Grading. Belum lagi perkaderan penunjang seperti sekolah
jurnalistik, pelatihan desain atau event tambahan seperti lomba Milad IMM
setiap bulan Maret. Namun bukan berarti perkaderan UINSA sempurna dan tanpa
kekurangan.
Sibuk Tidak Sama dengan Produktif
Sebagai yang juga pernah aktif di organisasi ekstra kampus lainnya,
event yang jadi agenda IMM UINSA dalam satu periode banyak sekali. Empat event
perkaderan rutin dalam satu periode, di tambah perkaderan penunjang dan
event-event tambahan membuat acara dalam satu periode begitu padat. Bandingkan
dengan organsiasi ekstra kampus lainnya, yang dalam satu periode mungkin hanya
ada dua agenda perkaderan formal atau bahkan hanya ada satu perkaderan formal
dalam satu periode.
Padatnya aktivitas dalam satu periode kepengurusan bukanlah hal yang
buruk, namun harus diingat sibuk tidak sama dengan produktif. Banyaknya acara
tidak menandakan organisasi itu produktif. Jika memperbanyak acara tanpa ada
tujuan yang jelas justru terkesan buang-buang uang, waktu dan tenaga. Jangan
hanya melakukannya karena rutinitas semata.
Karena kesibukan kita mengurusi perkaderan formal saya melihat banyak
sekali aspek perkaderan yang sedikit banyak terabaikan. Mulai dari banyak
agenda perkaderan yang tidak substantif, hingga perkaderan kultural yang
terkesan diabaikan. Maka jangan marah jika jumlah kader makin lama makin
merosot tajam.
Perkaderan Substantif?
Apa yang dimaksud perkaderan substantif?, sederhananya adalah perkaderan yang berisi.
Perkaderan yang berkorelasi pada terwujudnya tujuan IMM. Bukan hanya perkaderan
yang menyibukkan tapi tidak memiliki dampak bagi peningkatan kualitas
kader. Bukan hanya perkaderan yang berisi pencitraan semata dan hanya untuk
dipamerkan di media sosial. Jika hanya untuk itu lebih baik tidak usah ada IMM,
ikut HMP saja.
Jika berkaca pada tujuan IMM sendiri ada tiga kata kunci, yaitu akademisi
Islam, akhlak mulia dan tujuan Muhammadiyah. Hendaknya perkaderan di
IMM harus senantiasa melahirkan kader-kaser akademisi, kader-kader intelektual
yang juga punya komitmen pada perjuangan umat Islam. Perkaderan juga seharusnya
melahirkan pribadi-pribadi yang melahirkan manusia-manusia yang berakhlak
mulia, bukan hanya akhlak individual semata, namun juga akhlak sosial yang
berkorelasi dengan kesalehan sosial. Akhlak mulia juga bisa dimaknai sebagai
kewajiban moral IMM dalam mengamalkan intelektualitasnya sebagai seorang
akademisi muslim.
Dan tak lupa perkaderan di IMM juga harus menjadikan kader-kader IMM menjadi manusia-manusia yang
mewarisi cita-cita Muhammadiyah. Perkaderan harus menanamkan rasa bangga kader
terhadap Muhammadiyah. Menyadarkan kader- kader IMM bahwa mereka bukan hanya
sebagai kader ikatan tapi juga kader persyarikatan.
Kemuhammadiyahannya pun tidak hanya sekadar penggunaan atribut, namun
juga dalam cara pikir, cara ibadah, cara berprilaku harus sesuai dengan
Muhammadiyah. Menjadi Muhammadiyah yang kaffah. Bukan Muhammadiyah-NU, bukan
pula Muhammadiyah-Salafi, bukan juga Muhammadiyah-Marhaen, melainkan
Muhammadiyah yang orisinil, sebagaimana KH Ahmad Dahlan dahulu.
Perkaderan Kultural Jangan Dilupa
Barang kali hal yang paling sering luput dalam perkaderan IMM UINSA
adalah perkaderan kultural. Begitu banyaknya agenda formal malah membuat kita
lupa bahwa pembentukan loyalitas kader itu tidak hanya diukur lewat perkaderan
formal. Malah sebaliknya, justru banyak kader-kader yang barangkali dalam
perkaderan formal tidak seberapa aktif, dan juga mungkin jarang ikut, namun
tetap loyal di IMM. Hal itu sering kali karena faktor kedekatan secara personal
antara kader-kader baru dengan jajaran. Keakraban, perasaan saling peduli dan
saling memiliki antar kader IMM harus ditumbuhkan kembali. Janganlah, karena
fokus kita menyiapkan acara-acara formal malah membuat kita justru jauh dari
kader, jauh dari teman-teman kita di IMM. Belum lagi sentimen antara yang aktif
menyiapkan acara dengan teman-teman yang pasif, membuat persaudaraan kita menjadi
renggang.
Teruntuk teman-teman yang pasif, memang alangkah baiknya jika membantu
teman-teman
kita yang sudah jungkir balik menyiapkan acara. Apakah teman-teman tidak
kasihan pada mereka? Bukan mereka juga teman-teman seperjuangan kalian juga? Begitu
teganya teman-teman sampai membiarkan mereka terseok-seok menyiapkan acara sendirian.
Teruntuk teman-teman yang aktif, jangan merasa paling berjasa, jangan
merasa sombong, ingat kesombongan itu sifat setan. Kita juga tidak pernah tahu
kehidupan orang lain, barangkali teman-teman kita yang pasif itu punya banyak
kesibukan. Entah kerja untuk membiayai kuliah, tugas-tugas menumpuk,
tanggungjawab di keluarga, atau persoalan-persoalan lain yang barangkali
membuat mereka tidak bisa aktif. Atau justru karena kita yang aktif ini selalu
sinis pada mereka malah membuat mereka merasa enggan untuk kembali aktif. Dunia
ini tidak hitam dan putih.
Barang kali itu sedikit curahan hati saya terkait perkaderan di IMM UINSA.
Tidak ada niatan saya untuk memojokkan satu dua pihak. Semoga bisa menjadi pelajaran
bagi kita semua.
Author: Fadhlur Rohman
(Ketua Umum PK IMM Al-Farabi 2020-2021)