Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kritik untuk Mengingatkan, Memberi solusi, dan Menghancurkan

Akhir-akhir ini perbincangan mengenai kritik cukup santer terdengar di telinga kita, hal ini disebabkan pernyataan presiden Joko Widodo yang menginginkan masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik kepada pemerintah. Pernyataan itu disampaikan pada Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2021 pada Senin, 8 Februari 2021 yang lalu. Presiden berharap pada penyelenggara pelayanan publik untuk terus melakukan perbaikan-perbaikan pelayanan pada masyarakat, dan meminta masyarakat untuk aktif memberi kritik dan masukan kepada pemerintah.

Kritik memiliki arti kecaman atau tanggapan, kupasan kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya (KBBI). Menurut hemat saya, kritik memiliki tiga tujuan utama, yaitu untuk mengingatkan, memberi solusi, dan untuk menghancurkan.

Kritik untuk Mengingatkan

Suatu kebijakan dan tindakan yang dibuat atau dilakukan oleh para tokoh bangsa harus mengedepankan kepentingan dan kemakmuran rakyatnya. Tokoh bangsa menjadi cerminan utama bagi rakyatnya, oleh karena itu segala tindakan dan kebijakannya harus sesuai dengan norma, nilai dan etika yang ada. Sosial kontrol harus tetap dilakukan oleh setiap warga negara, hal ini sangat perlu untuk diperhatikan karena bilamana para pemimpin kita melakukan tindakan-tindakan yang telah melenceng dari apa yang telah ditetapkan oleh undang-undang, maka masyarakat yang sadar harus segera menjawab dengan pandangan-pandangan kritis yang mencerahkan.

Kritik pada tahap ini hanya disampaikan dengan maksud mengingatkan supaya kembali pada koridor yang telah ditetapkan, tidak keluar dari jalur, dan sadar akan perbuatan. Mengingatkan adalah satu bentuk kasih sayang pada seseorang.

Kritik untuk Memberi Solusi

Para masyarakat yang sadar, seperti para pemuda dan para akademisi adalah generasi controling , yang harus siap sedia mengawasi birokrasi dan juga dituntut untuk bisa memberikan gagasan juga solusi akan permasalahan yang ada pada lingkungan sekitar. Kritik tidak hanya sekedar berargumen atau mengkritisi perilaku dan kebijakan. Lebih dari itu, memberikan pandangan dengan disertai solusi termasuk kategori kritik yang diharapkan. Para pemuda dan akademisi harus mampu memberikan sumbangsih pemikiran yang membangun bangsa dan negara.

Seorang filsuf dan akademisi yang bernama Rocky Gerung pernah berkata "Kritik yang di sertai solusi adalah bonus", pada tahap ini kapasitas intelektual sangat di prioritaskan, karena untuk bisa pada tahap memberikan solusi harus ada satu analisa yang mendalam, melihat dari lingkungan sekitar, dampak positif dan dampak negatif yang mungkin terjadi.

Kritik untuk Menghancurkan

Kritik untuk menghancurkan adalah kritik paling tinggi yang dimaksudkan untuk melawan kedzaliman yang terjadi. Pada tahap ini perlu ada keberanian, kapasitas keilmuan, dan rencana yang terstruktur sistematis. mengkritisi suatu karya atau kebijakan yang telah dibuat atau ditetapkan harus dengan cara-cara yang ilmiah dan argumentatif rasional.

Suatu karya ilmiah yang dianggap radikal dan mengancam bisa didebat dengan lawan yang sepadan yaitu dengan membuat anti-tesa. Pembuatan Undang -undang yang tidak benar dan tidak relevan dilawan dengan argumentasi rasional melalui Judisial Review di Mahkamah Konstitusi. Menghancurkan gagasan atau pemikiran yang tidak benar merupakan bentuk perintah agama, bagian dari amar makruf nahi mungkar.

Kebebasan Berpendapat dalam Negara Demokrasi

Perlu diingat, bahwa kita saat ini hidup di negara yang menganut sistem demokrasi, di mana kekuasaan sepenuhnya dipegang oleh rakyat. Istilah “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” harus tetap bergeming di telinga masyarakat secara luas. Sebagai warga negara yang sadar akan ketidakadilan yang terjadi, maka sudah menjadi keharusan bagi kita untuk mengingatkan pemerintah dengan cara-cara yang telah dijamin oleh undang-undang. Seperti yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 28E ayat 3 disebutkan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.

Dalam buku Bagaimana Menjadi Pemimpin Yang berhasil, yang ditulis Evendhy M. Siregar disebutkan, ada empat kebebasan menurut Franklin D. Roosevelt Presiden Amerika Aserikat ke-32 dalam pidatonya di hadapan Kongres Amerika Serikat pada 6 januari 1941:

1.      Bebas bicara dan menyatakan pendapat (Freedom of speech and expreesion)

2.      Bebas beribadat (Freedom of workship)

3.      Bebas dari kemelaratan (Freedom from wan)

4.      Bebas dari ketakutan (Freedom fromfear)

Untuk itu kita berhak mengingatkan bahkan melawan pemerintah yang dirasa telah membuat kebijakan yang bisa menyensarakan rakyatnya.

Pemerintah diharuskan untuk mendengar setiap aspirasi dari masyarakatnya lalu dibarengi dengan tindakan yang nyata. Jika sebuah pendapat atau aspirasi hanya ditampung saja tanpa ada realisasi maka akan menimbulkan ketidak percayaan terhadap respon pemerintah. Penampungan aspirasi hanya sebuah retorika politis belaka. Menjadi hal yang wajar ketika ada rasa sentimen tinggi di kalangan masayarakat karena yang tersisa hanya emosional akibat aspirasi yang didiamkan.

Masalah keterbukaan ini menjadi hal yang fundamental untuk dijalankan. Hal ini juga pernah disampakan oleh Menteri Dalam Negeri tahun 1988-1993, Rudini. Ia menyampaikan kepada para gubernur, bupati, camat, hingga lurah supaya lebih terbuka dan komunikatif terhadap masyarakat. keterbukaan menjadi jalan utama, karena hanya dengan sikap keterbukaan akan meningkatkan rasa kepercayaan kepada pemimpin. Menutup diri hanya memunculkan spekulasi atau kecurigaan yang berujung pada permasalahan baru.

Saatnya yang Muda Bergerak

Demografi Indonesia saat ini didominasi oleh usia pemuda. Hal ini menuntut para pemuda untuk bisa berinovasi dan memberi kontribusi, berani mengeluarkan gagasan atau pendapat dalam membangun bangsa. Generasi muda yang masih lepas dari relasi kepentingan membuat generasi muda memiliki sifat yang kritis, idealis, menolak apa yang tidak sesuai dengan realita yang ada, dan lantang dalam menyampaikan kebenaran. Maka tidak heran jika peran pemuda sangat sentral atau fundamental dalam perkembangan sejarah bangsa. Hal itu yang mesti kita rawat dari dulu, kini dan nanti.

 Author: Abadi Marzuki

(Ketua Umum Koorkom IMM UINSA 2020-2021)

Editor: M Rizki