Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Etika Lingkungan dalam Islam (part II)

Prinsip-prinsip Islam dalam Berinteraksi dengan Alam

1. Hidup berdampingan dengan Alam

Manusia mesti menyadari bahwasanya segala makhluk yang ada di semesta adalah ciptaan Allah juga, sama seperti manusia. Manusia bagaimanapun pintarnya tetap berstatus sebagai makhluk Allah, kemajuan peradaban manusia bukan berarti legitimasi untuk menindas dan mengeksploitasi makhluk Allah yang lainnya, karena setiap makhluk yang Allah ciptakan berzikir dan memuji Allah dengan cara mereka masing-masing.

Orang yang berfikir akan menyadari betul bahwa Allah tidak menciptakan apapun dengan sia-sia, “…Ya Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini sia-sia, Maha suci engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS. Ali-Imran ; 191). Maka tentunya merusak ciptaan Allah lainnya akan berdampak kepada bagaimana hubungan manusia dengan penciptanya. Allah tidak akan meridhoi manusia yang menjadi perusak bagi manusia, dan makhluk ciptaan Allah lainnya. “Makan dan minumlah rejeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.” (QS. Al-Baqarah ; 60).

2. Manusia sebagai Khalifah di Bumi

            Manusia adalah Khalifah di bumi, khalifah berarti pemimpin, orang yang diberikan amanah kepadanya. Sebagaimana Allah mengatakan, “… Aku hendak menjadikan khalifah di bumi” (QS. Al-Baqarah ; 30), “ Dan dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi” (QS. Al-An’am ayat ; 165). Ayat-ayat tersebut menyatakan manusia sebagai orang yang dibebani tanggung jawab , baik bagi dirinya sendiri juga seluruh makhluk bumi.

            Dalam ayat lain Allah mengatakan, “ Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi , dan gunung-gunung . tetapi semua enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tdiak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu amat zalim dan bodoh” (QS. Al-Ahzab ; 72). Amanah  adalah kepercayaan, tugas dan tanggung jawab bagaimana kita berinteraksi dengan alam, bumi dan lingkungan sekitar kita.

3. Moderasi

                Prinsip moderasi sering sekali ditekankan dalam Al-Qur'an dan Hadist Nabi untuk menjaga keseimbangan. “ Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan, Agar kamu jangan merusak keseimbangan itu” (QS. Ar-Rahman ; 7-8). Allah menciptakan keseimbangan dengan mantap agar manusia tidak merusak keseimbangan itu dengan berbuat melampaui batas, dan karenanya manusia wajib menegakkan keseimbangan itu dalam segala bentuknya, baik kepada diri sendiri, keluarga, dan seluruh alam.  

Dalam ayat lain, sangat jelas Allah memerintahkan akan keseimbangan. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagian dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash ; 77).

4. Kesinambungan

Ayat-ayat Al-Qur’an yang mendukung pemeliharaan alam juga menganjurkan keberlanjutan kehidupan alam. Seperti dijelaskan sebelumnya, terdapat hadits yang secara khusus mendorong kelestarian air dan kelestarian hutan. Islam menempatkan tanggung jawab pada kita untuk tidak hanya melestarikan apa yang kita miliki, tetapi juga memfasilitasi pertumbuhannya. Tanggung jawab untuk mempromosikan konsep keberlanjutan dan memanfaatkan berbagai cara alternatif untuk pengurangan penggunaan energi, peningkatan efisiensi, dan peluang pertumbuhan melalui pemikiran inovatif.

Kesimpulan

Umat Islam memiliki hubungan yang mendalam dengan alam yang melampaui ruang dan waktu. Konsekuensi yang luas menanti kita di akhirat jika kita mengabaikan tugas dan tanggung jawab kita di dunia ini. Allah telah menetapkan agar ciptaan menjadi manifestasi dari tanda-tanda-Nya dan kita juga termasuk di dalamnya. Betapa menyusahkannya jika kita dengan sengaja mempercepat dan menghilangkan tanda-tanda yang telah diberikan Allah kepada kita ini? Apa yang akan kita pikirkan dan renungkan jika yang tersisa hanyalah kehancuran kita sendiri?

Jawabannya tidak dapat ditemukan dalam pemikiran barat saat ini, karena para pendukung masing-masing teori terus-menerus berselisih satu sama lain, bahkan ada yang menyebut yang lain sebagai fasis. Saat ini tidak ada kesepakatan universal tentang bagaimana barat harus memandang dan menerapkan etika lingkungan. Islam, di sisi lain, memiliki faktor pemersatu dalam Al-Qur'an dan Sunnah yang memiliki prinsip-prinsip unik. Sudah saatnya perspektif Islam menjadi kekuatan sentral dalam pemeliharaan lingkungan.

Author: M Rizki

(Ketua Bidang RPK Koorkom IMM UINSA 2020-2021)

Editor: Gangga Taruna A J