Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Metodologi Istinbath Hukum Dalam Muhammadiyah

 

Hukum adalah suatu hal yang tidak bisa dilepaskan dari masyarakat, karena hukum mengatur dan mengontrol setiap tindakan individu serta selalu berusaha membawa masyarakat kepada suatu perubahan yang terencana. Seyogyanya hukum yang dibuat dan diterapkan selalu memperhatikan kaidah yuridis, filosofis, dan sosiologis sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Sehingga hukum yang dibuat dapat menciptakan masyarakat yang damai, tentram dan tertib.

Sama halnya dengan hukum islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah. Berisikan kaidah atau peraturan yang mengatur masyarakat islam maupun non islam, yang mengutamakan kemaslahatan dan kebaikan antar sesama makhluk individu. Sedangkan muhammadiyah, sebagai gerakan sosial kemasyarakatan tak jarang menjawab persoalan kontemporer yang seiring berkembangnya zaman. Terlebih dalam problematika kehidupan yang berkaitan dengan hukum islam. 

Muhammadiyah mempunyai metodologi istinbath (penetapan) hukum sendiri, mengingat organisasi islam ini tidak bermazhab atau tidak terikat pada satu mazhab. Akan tetapi, tidak bermazhab belum tentu tidak mengakui pendapat mazhab yang lain. Dalam membuat produk tarjih (wacana, fatwa, dan putusan) muhammadiyah tidak terlepas dari kaidah-kaidah mazhab tersebut. Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih nya berperan besar dalam menjawab persoalan yang di hadapi oleh masyarakat, khususnya pada aspek hablumminallah dan hablumminannas. Secara general, Muhammadiyah mempunyai beberapa metode dalam menetapkan hukum. 

Manhaj Tarjih Muhammadiyah

Manhaj bermakna jalan. Ringkasnya, Manhaj Tarjih bermakna metodologi dalam melaksanakan tarjih. Selain itu, Manhaj dalam tarjih juga mengandung pengertian sumber-sumber pengambilan norma agama. Tarjih sebagai kegiatan intelektual untuk merespons berbagai persoalan dari sudut pandang syari‘ah tidak sekedar bertumpu pada sejumlah prosedur teknis saja, melainkan juga dilandasi oleh semangat pemahaman agama yang menjadi karakteristik pemikiran islam muhammadiyah. Majelis Tarjih Muhammadiyah mengakui kenisbian akal dalam memahami nash al-Quran dan Hadis. Tetapi, kenisbian itu hanya terbatas pada ketentuan-ketentuan yang sudah diatur dalam nash. Sedangkan dalam masalah keduniaan, penggunaan akal sangat diperlukan guna mencapai kemaslahatan umat.

Metode Ijtihad hukum dalam Muhammadiyah, merupakan teknik untuk mencurahkan segenap kemampuan berfikir dalam menggali dan merumuskan hukum shar’i yang bersifat zhanni dengan menggunakan metode tertentu yang dilakukan oleh yang berkompeten baik secara metodologis maupun permasalahan. Posisi ijtihad bukan sebagai sumber hukum melainkan sebagai metode penetapan hukum, sedangkan fungsi ijtihad adalah sebagai metode untuk merumuskan ketetapan-ketetapan hukum yang belum terumuskan dalam al-Qur’an dan Al-Sunnah. Muhammadiyah dalam berijtihad tentu mempunyai ruang lingkup sendiri, yaitu problematika yang terdapat dalam dalil-dalil zhanni dan persoalan yang secara eksplisit tidak terdapat dalam al-Qur’an dan As-Sunnah.

Adapun metode lainnya yang digunakan dalam beristinbath hukum oleh Majelis Tarjih, yakni:

a. Bayani (semantik), yaitu metode penetapan hukum melalui segi kebahasaan yang di pahami lewat nash yang dijadikan sumber hukum.

b. Ta’lili (rasionalistik), atau juga bisa disebut dengan ijtihad qiyasi. Yaitu, metode ini menggunakan pendekatan akal dalam suatu hukum atau permsalahan yang belum ada nash nya. Namun dapat diambil kesimpulan berdasarkan kesamaan illah dengan masalah lain yang terdapat nash-nya.

c. Istishlahi (filosofis), metode ini lebih menggunakan pendekatan kemaslahatan. Dengan kata lain upaya mencari hukum kepada problematika yang belum ada nash nya atau belum ada hukumnya, dengan mendasarkan kemashlahatan yang akan dicapai.

Adapun beberapa pendekatan yang dilakukan oleh Majelis Tarjih dalam menetapkan hukum yakni hermeunetik, historik, sosiologi, dan antropologi. Dalam menetapkan hukum, teknik yang digunakan dalam Manhaj Tarjih Muhammadiyah adalah:

a. Ijma

Majelis Tarjih Muhammadiyah hanya menerima ijma’ yang terjadi pada kalangan Sahabat Nabi (Ijma’ Shahaby). Hal tersebut dikarenakan bahwa pada masa sahabat, jumlah umat Islam masih sedikit sehingga memungkinkan terjadinya Ijma’, sedangkan pasca masa sahabat dimana Islam sudah berkembang ke berbagai penjuru, jumlah Umat Islam pun semakin banyak dan tidak dimungkinkan lagi adanya ijma’.

b. Qiyas

Muhammadiyah menerima qiyas dengan catatan tidak mengenai ibadah mahdhah (Ibadah yang bentuk dan tata caranya telah diatur dan dijelaskan oleh nash). Namun bagaimanapun juga apabila ada permasalahan yang baru memang harus dilihat ada atau tidaknya persamaan illat dengan permasalahan yang lama dan hal tersebut merupakan bentuk dari qiyas.

c. ‘Urf

Secara terminologi ‘Urf difenisikan yaitu sesuatu yang tidak asing lagi bagi suatu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa perbuatan atau perkataan. Kemudian apabila persinggungan antar dalil, maka Majelis Tarjih Muhammadiyah menyelesaikannya dengan cara berikut:

a. Al-jam'uwaat-tauffq, yakni sikap menerima semua dalil yang walaupun zahirnya ta'arud. Sedangkan pada dataran pelaksanaan diberi kebebasan untuk memilihnya.

b. At-tarjlh, yaitu memilih dalil yang lebih kuat untuk diamalkan dan meninggalkan dalil yang lebih lemah.

c. An-naskh, adalah mengamalkan dalil yang munculnya lebih akhir.

d. At-tawaqquf, yakni menghentikan penelitian terhadap dalil yang dipakai dengan cara mencari dalil baru.

Dari pemaparan di atas, kita  bisa menarik kesimpulan. Bahwasannya Muhammadiyah dalam beristinbath, berkonsentrasi pada kemaslahatan umat ketika sebuah permasalahan itu hendak di tetapkan hukumnya. Melihat dari sisi sosiologis, antropologis, dan nilai-nilai di masyarakat sehingga hukum yang ditetapkan tidak malah membuat masyarakat tersekat oleh hukum itu sendiri. Dan dalam menetapkan hukum, Muhammadiyah masih memerhatikan atau mengambil pendapat mazhab yang lain. Meskpiun Muhammadiyah sendiri melabelkan dirinya sebagai organisasi yang tidak terikat pada satu mazhab tertentu. 

Author: Ghifari Fajar A

(Sekretaris Bidang Kader PK IMM Leviathan 2020-2021)

Editor: M Rizki