Merayakan HUT RI, bolehkah dalam Islam?
Dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM), terdapat
empat perihal mendasar dalam ajaran Islam yang perlu untuk dipahami, ialah
aqidah, akhlaq, ibadah serta muamalah duniawiyah. Akidah merupakan pokok- pokok
ajaran agama yang wajib diyakini oleh umat Islam selaku konsekuensi atas
keimanannya. Ringkasnya, perkara akidah ini terangkum dalam rukun iman.
Sedangkan akhlaq merupakan suatu bentuk karakter yang kuat didalam jiwa yang
darinya muncul perbuatan yang bersifat iradiyah ikhtiyariyah (kehendak
pilihan) berupa baik atau buruk, indah atau jelek. Ada pula ibadah yakni
bertaqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) dengan jalan menaati seluruh
perintah- Nya, menghindari larangan- larangan- Nya (Annahyu anil munkar)
serta mengamalkan segala sesuatu yang diizinkan oleh Allah. Dalam perihal ini
ibadah dibagi jadi dua, yang pertama ibadah umum dan yang kedua ibadah khusus
atau sering kita ucapkan yakni ibadah mahdhah.
Ibadah umum merupakan seluruh amalan yang diizinkan oleh Allah.
Sebaliknya ibadah khusus (mahdhah) merupakan tipe ibadah yang sudah ditetapkan
oleh Allah secara detail, baik tata cara ataupun formatnya. Bid‘ ah bisa
terjadi pada dua bidang, ialah akidah serta pula ibadah khusus (mahdhah),
sehingga seluruh perihal yang berhubungan dengan akidah serta ibadah khusus harus
bersumber pada kepada dalil yang maqbul. Ini didasarkan pada sebagian dalil,
baik dari al- Quran ataupun Sunnah Rasulullah shallallahu‘ alaihi wasallam, di
antaranya , Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya
Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
[QS. Ali ‘Imran (3): 31] dan juga hadits Nabi yang sangat masyhur, Dari ‘Aisyah
ra (diriwayatkan), ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: Barangsiapa yang mengada-adakan dalam perkara agama kami yang tidak
ada perintahnya, maka perkara tersebut tertolak [HR. al-Bukhari]. Sedangkan
dalam ibadah mahdhah terdapat dalam kaidah ushul fiqh al Ashlu fil ‘Ibaadaat
at Tahriim (Hukum asal ibadah adalah haram sampai ada dalil yang
memerintahkannya)
Istilah bid’ah tidak berlaku dalam hal muamalah. Muamalah sendiri
merupakan segala perkara yang berhubungan dengan urusan duniawi. Memperingati
hari ulang tahun kemerdekaan dalam perihal ini bisa dikategorikan ke dalam
bidang muamalah, sehingga pada dasarnya dia diperbolehkan, asalkan di dalam
media yang digunakan buat memperingati tidak melanggar ketentuan agama serta
norma sosial.
Sebagaimana Hadits Nabi shallallhu ‘alaihi wasallam, Dari
Anas (diriwayatkan), ia berkata: Pada masa Rasulullah baru hijrah ke Madinah,
warga Madinah memiliki dua hari raya yang biasanya di hari itu mereka
bersenang-senang. Rasulullah kemudian bertanya: Perayaan apakah yang dirayakan
dalam dua hari ini? Warga Madinah menjawab: Pada dua hari raya ini, dahulu di
masa Jahiliyyah kami biasa merayakannya dengan bersenang-senang. Maka
Rasulullah bersabda: Sungguh Allah telah mengganti hari raya kalian dengan yang
lebih baik, yaitu Iduladha dan Idulfitri [HR. Abu Dawud].
Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid hadits tersebut menjelaskan larangan
Nabi untuk membuat perayaan hari raya pada hari tertentu berlaku pada
perayaan-perayaan yang terkait dan atau diyakini sebagai ibadah. Apabila
perayaan tersebut tidak terkait dengan ibadah, maka perayaan tersebut itu
sebagai bagian dari muamalah, sehingga hukum asalnya adalah boleh, selama tidak
bertentangan dengan ajaran agama.dalam kaidah ushul fiqhnya yaitu al Ashlu
fil Mu’aamalah al Ibahah fa laa yuhdhoru minhaa illaa maa harramhullah (Hukum
asal dalam permasalahan muamalah adalah mubah (boleh), tidak dilarang kecuali
yang diharamkan oleh Allah), al Umuuru bimaqaashidihaa (Segala perkara
tergantung niatnya).
Termasuk yang dibolehkan dalam hal ini adalah termasuk pelaksanaan
upacara sebagai salah satu bentuk refleksi atas perjuangan para pahlawan
terdahulu yang telah mampu mengibarkan merah putih sebagai tanda kemerdekaan.
Dengan demikian, hormat kepada bendera ketika upacara bukan merupakan li
al-ta‘abbud, melainkan hanya wujud li al-ihtiram (penghormatan)
kepada jasa para pahlawan yang telah mengorbankan seluruh jiwa dan raga demi
kemerdekaan Indonesia. Atas dasar tersebut bahwasannya hormat kepada bendera
bukan termasuk sesuatu yang dilarang dalam agama. Namun demikian yang perlu
diperhatikan terkait upacara bendera dalam rangka merayakan kemerdekaan secara
umum atau dalam upacara-upacara lain secara umum antara lain adalah pakaian yang
dikenakan para petugas upacara seperti paskibra sebaiknya memakai busana yang
sopan dan menutup aurat.
Adapun hal-hal lain yang diperbolehkan yang berlaku pada tradisi
yang sering dilakukan ditengah masyarakat menjelang hari kemerdekaan Republik
Indonesia, dalam bentuk perayaan dengan tujuan mengenang jasa pahlawan yang
telah gugur dimedan perang ketika membeli tanah air. Apalagi jika dalam acara
tersebut diisi dengan kegiatan yang bermanfaat, semisal ceramah kebangsaan,
pengajian, penanaman nilai-nilai patriotisme nasionalisme. Ketika pandemi ini
yang melanda tanah air kita mungkin bisa melakukan nobar film kemerdekaan
secara virtual atau bisa memutarkan lagu kebangsaan pada setiap stasiun
televisi bukan malah diputarkan lagu partai.
Akan tetapi, apabila perayaan kemerdekaan diisi dengan acara yang
bertentangan dengan syari’at dan norma sosial, maka perayaan tersebut bisa
dikategorikan sebagai perbuatan yang sangat sia-sia bahkan dilarang, seperti
sebuah hadits Nabi shallahu ‘alaihi wassallam. Dari Abu Hurairah ra
(diriwayatkan), ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Sesungguhnya di antara ciri baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu
yang tidak berguna (sia-sia) [HR. Ibnu Hibban]. Didalam QS.al Mu’minun (23):3
menjelaskan “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan
perkataan) yang tiada berguna.”
Perlu diingat bahwasannya dalam perayaan HUT RI jangan sampai terjerumus pada perbuatan yang berlebih-lebihan (israf), merayakan kemerdekaan dengan minum khamr, judi, taruhan, dan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah, seperti dalam QS. Al A’raf (7):31, QS. Al Isra’ (17):27 dan QS. Al Maidah (5):90.
Author: M Dhiya’ulhaq S.R
(Ketua Bidang Kader PK IMM Leviathan 2020-2021)
Editor: M Rizki