Sambatan dari Bilik Kamar Korkom
Pada September 1952, negara-negara anggota NATO sedang mengikuti latihan militer gabungan dengan sandi Operasi Mainbrace di Atlantik Utara. Latihan militer ini sebagai antisipasi kekuatan militer Soviet dalam Perang Dingin. Saat enak-enak latihan, kru kapal penghancur Denmark mendeteksi keberadaan objek terbang tak dikenal berbentuk segi tiga dan memancarkan cahaya biru melintasi langit malam dengan kecepatan tinggi. Namun, tulisan ini sama sekali tidak akan membahas hal itu.
Melainkan, tulisan ini akan membahas tentang sebuah kegiatan
(lagi-lagi kegiatan!) yang bertajuk Upgrading Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM
UINSA). Dari petuah dan penjelasan para immawan yang sering penulis temui di Sekre
IMM UINSA (Baca: Korkom), Upgrading ini sendiri mempunyai tujuan untuk melatih
leadership. Mengupgrade segenap immawan dan immawati,
intinya agar siap memegang roda kepemimpinan.
Dalam konteks hari ini, angkatan 2018 akan dipersiapkan menuju
struktural Koordinator Komisariat (Korkom), sedangkan angkatan 2019 dan 2020
akan dipersiapkan menjadi jajaran pengurus komisariat. Cieee
angkatan 2018 bakal lengser, menyudahi lelahnya berjuang di komisariat selama
kurang lebih tiga tahun lamanya. Bagi yang memang masih mau mengabdi, bisa
lanjut naik ke korkom.
Sedangkan di angkatan 2019 akan lebih kompleks. Beberapa individu
sudah menyiapkan berbagai rencana agar dirinya tidak terpilih menjadi ketua
komisariat. Karena sebagaimana yang kita tahu, ketua komisariat itu berat,
Dilan pun gaakan kuat. Iya, perasaan baru kemarin kita haha-hihi di acara Masa
Ta’aruf (Masta), eh tiba-tiba kita sebentar lagi akan menjadi jajaran paling
senior di kepengurusan komisariat.
Lalu angkatan 2020? Sudah siap mengayomi mahasiswa baru angkatan
2021? Sudah punya gagasan apa untuk meraketkan adik-adiknya? Biarlah pertanyaan
ini dijawab dari lubuk hati paling dalam. Atau jangan-jangan belum terpikirkan?
Jangan-jangan internal angkatan 2020 sendiri belum raket. Kalau iya,
jangan-jangan, kakak-kakak kalian selama ini belum ada upaya untuk meraketkan
kalian? Sekali lagi, biarlah hal ini dijawab dari lubuk hati paling dalam.
Beberapa bulan lagi, kita bakalan bertemu dengan agenda Musyawarah
Komisariat (Muskom) sebagai ajang regenerasi kepemimpinan. Jadi, saat ini
adalah saat yang paling tepat untuk haha-hihi mumpung belum mendapat amanah
yang lebih berat dari sekarang.
Namun, jika anda merasa tidak memiliki waktu untuk haha-hihi,
mungkin kita sefrekuensi. Dan, karena kita dibatasi ruang dan waktu, serta tidak
ada kopi yang bisa kita nikmati bersama. Alhasil, tidak ada kesempatan
berdiskusi bagi kita untuk bertukar kegelisahan. Bagaimana tidak gelisah?, sebentar
lagi kita akan menjadi jajaran dan masih banyak lubang di ikatan.
Lubang itu banyak contohnya, bosan misalnya. Jangan-jangan, kita
merasakan hal yang sama. Bosan dengan komisariat yang gini-gini aja? Tapi
tenang, karena penulis juga tidak punya solusinya. Bahkan nampaknya tulisan ini
tidak akan menawarkan apapun, selain kegelisahan-kegelisahan subjektif sebagai
hasil perenungan sembari bermandikan kopi.
Kita agaknya benar-benar bosan dengan pandemi. Situasi yang ingin
kita pisuhi ini merenggut banyak hal. Dari kajian di Selatan Twin Tower,
suasana diskusi di warung-warung kopi dekat kampus, sampai kesempatan mendekati
Immawati idaman. Dan, yang paling menjengkelkan adalah, banyak acara harus
berlangsung daring. Daring itu memuakkan, terlebih rapat. Ah, tapi mungkin
tidak bisa disebut rapat. Melainkan kita sedang cosplay menjadi dewan rakyat
negeri Wakanda.
Kebosanan ini, membuat kita semakin yaudah iya. Banyak sekali
sebenarnya hal yang ingin kita keluhkan dan tentunya keluhan ini butuh
dimengerti. Sampai titik ini, kita mungkin merasa IMM tidak memiliki gerakan
yang asyik. Kita juga merasa kerja ekstra mengorbankan banyak hal untuk
berpartisipasi di acara-acara komisariat.
Ada juga yang merasa sangat capek mengajak teman untuk bergerak
bersama. Atau merasa sudah totalitas tapi kader yang ikut acara hanya sedikit.
Khusus poin terakhir, sumpah saya tidak sedang menyindir acara Follow Up IMM
Ibnu Khaldun kok yang kadernya cuma hadir dua orang.
"Teros aku kudu piye?" ujar seorang kader pasrah di
warung kopi. Dan, tentu jawabannya bukan, "Ikut Mapaba sana!" seperti
yang pernah ditulis Dzawin, alumnus Komika SUCI Season 4 dalam unggahan
twitternya.
Sebenarnya, masalah kita yang komplit ini tidak perlu dipikirkan
sendiri. Kita harusnya bergerak sebagai kelompok. Seingat saya, kolektifitas
adalah alasan kenapa manusia bisa sampai ke puncak rantai makanan di planet
ini. Yuval Noah Harari dalam bukunya yang berjudul Sapiens mengatakan
bahwa awalnya manusia tidak signifikan di muka bumi. Manusia awalnya bukanlah
puncak rantai makanan. Secara logika, seekor singa akan mengalahkan manusia
jika one by one, namun kenyataannya, singa hidup di kebun binatang
maupun sirkus. Manusia akan selalu menang untuk menguasai ekosistem. Disamping
kemampuan untuk bekerja sama, juga kemampuan akal yang dimiliki.
Kegelisahan, kebosanan, dan masalah kita sebagai IMM pun sama
halnya. Bedanya singa sudah kita taklukkan, namun masalah pengaderan belum. IMM
bukan milik individu, namun milik bersama. Tapi saya tidak akan mengatakan,
"kalau
ada masalah ya diselesaikan bareng-bareng". Karena pikiran itu pasti sudah
ada di setiap masing-masing individu.
Memang benar, masalah organisasi harus dipikirkan bersama. Namun
pertanyaannya adalah bagaimana caranya? Caranya itu lo yang harus kita
ikhtiarkan. Disini pembahasan teknis menjadi fundamental sekali. Kembali lagi?
Bagaimana caranya?
Dari pertanyaan inilah, penulis curiga. Jangan-jangan, acara
upgrading mungkin bisa menjadi jawabannya. Tunggu dulu? Upgrading? Acara
lagi... nyebar proposal lagi... rapat lagi... gerak sendiri lagi... dan
lagi-lagi, bisa jadi kita akan tambah bosan melihat kenyataan bahwa kegiatan
pengkaderan penuh tuntutan dalam kesendirian bukannya menjadi acara bersama
yang menyenangkan. Gimana mau senang? Lah wong apa-apa serasa diurus sendiri
sedang yang lain haha-hihi!
Jadi, apabila kita renungi lebih kritis. Masalah kita sebenarnya
yang harus segela diselesaikan terlebih dahulu hanya satu; internal itu
sendiri. Kita merasa susah mengajak teman untuk aktif. Sehingga acara demi
acara terkesan horor. Bayangan kita akan kerja sendiri menghantui di depan
mata, terlebih menjadi solo kurir. Bahkan untuk mengajak teman aktif, kita
sudah amat bosan, apalagi kalau ajakan rapat di grub yang membalas hanya
itu-itu saja.
Maka disinilah sebenarnya dibutuhkan pembangunan kesadaran melalui
internalisasi. Bukan internalisasi ideologi yang menjadi tema mainstream di
Darul Arqam Dasar, melainkan internalisasi kultural sebagai cara kultural
menyelesaikan ketidakraketan. Kita tidak bisa hanya mengajak teman untuk
berpartisipasi melalui chat groub saja. Butuh lebih dari itu di
situasi seperti ini.
Kita tidak bisa menunggu teman kita aktif kembali di IMM. Melainkan
kita harus membawa narasi IMM kepadanya. Menawarkan kembali kran komunikasi
yang sudah lama membisu. Berbincang lagi terkait komisariat yang beban amanahnya
sudah mulai merayapi punggung-punggung kita.
Hal ini tidak mudah, tapi harus segera dibangun. Minimal, per
komisariat dalam satu angkatan harus ada yang ikhlas melakukan hal ini.
Mengecek satu-satu kondisi teman kita, mencoba berbicara kembali walaupun
mungkin balasannya cuek. Usaha untuk mengetahui kondisi teman kita ini penting,
setidaknya untuk membagi peran kedepannya. Lebih lega rasanya mengetahui teman
kita tidak hadir rapat karena bekerja sampingan. ketimbang ia tidak aktif dan
kita tidak mengerti alasannya, yang mana hal ini hanya membuat kita terus-terusan
berpersepsi sebagai tumbal dalam kepanitiaan acara-acara IMM.
Pendekatan baru harus dibangun. Tidak selamanya mereka yang cuek
kepada grub kepanitiaan itu tidak aktif. Mereka tentunya ingin aktif, tapi ada
beberapa alasan yang menghambat. Penulis yakin bukan karena malas, dan kita
memang berkewajiban mencari alasannya. Jika kita malah cuek terhadap
ketidakaktifan teman kita, maka ia selamanya hanya akan berpikiran bahwa
komisariat baik-baik saja. Malah, keaktifan kita yang menghandle
semuanya sendirian, hanya akan membuat teman kita merasa tidak memiliki peran.
Jadi, acara Upgrading ini benar-benar harus kita jadikan momentum
untuk kembali memikirkan masa depan IMM. Mau dibawa kemana IMM sebagai bahtera
bersama? Disitulah hal yang tidak bisa diselesaikan individu. Melainkan
benar-benar harus bersama.
Momentum ini, rencananya akan dilakukan pada akhir bulan September.
Masih ada waktu untuk membangun kembali kedekatan dengan rekan-rekan
seangkatan. Minimal untuk memaksimalkan keikutsertaan acara ini. Dan, Upgrading
akan sia-sia jika kita memilih bodo amat dengan semua hal. Masalahnya bukan di
acara Upgrading dengan sedikit orang. Melainkan masalahnya adalah jangka
panjang. Jika keraketan tidak mulai kita bangun lagi mulai sekarang, mau
jadi apa IMM kedepannya? Percayalah, tanpa peran kita bersama, IMM selamanya
akan menjadi organisasi yang gitu-gitu aja.
Author: Habib Muzaki
(Ketua Bidang Hikmah PK IMM Ibn Khaldun 2020-2021)
Editor: M Rizki