Refleksi Akhir Tahun: Memoar Kaderisasi Ikatan
Tidak terasa ternyata sudah di penghujung tahun 2021, padahal rasanya baru saja kemarin menginjak tahun 2021. Yap kurang lebih seperti itu apa yang sering kali diucapkan oleh orang-orang.
Tapi memang waktu dalam satu tahun itu bagaikan cemilan yang ada di tengah kita saat nobar tim nasional Indonesia, tak terasa dan tanpa kita sadari tiba-tiba habis begitu saja. Begitu pun dengan waktu yang pada awalnya terlihat cukup panjang ternyata tanpa kita sadari sudah berlalu begitu saja.
Lantas dalam kurun waktu satu tahun yang ternyata sangat singkat ini, apa yang sudah kita lakukan untuk ikatan yang kita cintai ini? Lika-liku kita lalui bersama, banyak rintangan yang menghadang tapi kita tetap berusaha menghadapinya bersama.
Mulai dari kaderisasi di tengah pandemi yang mengakibatkan susahnya mengumpulkan kader untuk mempertemukan mereka agar saling kenal satu sama lain, hingga masalah remeh bagaimana cara kita mengenalkan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah kepada kader.
Berbagai formula telah kita coba terapkan, mulai dari menaikkan intensitas chat terhadap kader, hal ini tak lain bertujuan bagaimana agar kader mau untuk mengikuti agenda formal IMM UINSA.
Akan tetapi apa yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Momentum seperti DAD, Follow Up, hingga Upgrading ternyata semakin hari semakin sepi. Lantas apa problematika yang sebenarnya terjadi dalam tubuh ikatan ini?
Setelah melihat fenomena yang terjadi kita mencoba melakukan pendekatan secara kultural, dimana kita mencoba membawa IMM kepada kader, kita mulai mencoba membawa dan mengenalkan IMM UINSA yang ada di Wonocolo kepada kader yang notabene berdomisili di luar kota Surabaya.
Lelah? Oh ya jelas, hal tersebut sangat menguras tenaga, uang, dan waktu. Apakah itu sia-sia? Emmm, lebih tepatnya temukan jawabannya di akhir celotehan ini.
Tidak hanya berhenti pada mengenalkan IMM kepada kader, kita mencoba membuat formula untuk mempertemukan kader agar saling mengenal satu sama lain. Bagaimana caranya? Salah satu cara yang muncul dibenak kita pada saat itu mengadakan ngopi seluruh kader IMM UINSA pada tiga region, yaitu Lamongan, Surabaya, dan Gresik.
Untuk Lamongan sudah jelas diperuntukkan kader-kader IMM yang berdomisili Lamongan, Kemudian untuk Surabaya ini untuk dua region yaitu Surabaya dan Sidoarjo, sehingga kader domisili Surabaya dan Sidoarjo ini dikumpulkan dalam satu tempat yang sama, dan yang terakhir adalah Gresik, sudah jelas untuk mengumpulkan kader-kader domisili Gresik.
Kader IMM UINSA kan tidak hanya berdomisili pada empat kota tersebut saja, lantas bagaimana nasib kader yang berdomisili tidak di empat kota tersebut, apakah dibiarkan begitu saja?
Tentu tidak dong, sebagai contoh untuk ngopi region Lamongan, ada satu jajaran yang domisili Bojonegoro nekat pergi ke Lamongan demi mempertemukan salah satu kader asli Bojonegoro dengan teman-teman sesama kader IMM UINSA yang domisili di Lamongan, dengan tujuan utama biar kenal teman-temannya.
Kita sebagai jajaran yang memikirkan kehidupan kader dalam ber IMM, akan selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk kader kita, seperti apa yang dilakukan salah satu jajaran asal Bojonegoro tersebut.
Tidak hanya berhenti sampai sini saja, kita mencoba menemui kader-kader yang masih belum terjamah ke kota asal mereka, baik Mojokerto, Pasuruan, begitu pun juga Lamongan. Kita mencoba sebisa mungkin untuk membuat mereka nyaman dengan IMM dengan kita menghadirkan teman untuk mereka (kader). Jika kita tidak dapat membawa teman satu angkatan mereka, kita harus mencoba menjadikan diri kita teman mereka. Masalah dari beberapa kader salah satunya adalah belum memiliki teman, sehingga hal tersebut harus kita tangani sesegera mungkin.
Tak terasa hal tersebut telah berlalu hingga apa yang kita perjuangkan, melakukan berbagai kegiatan yang menguras tenaga, uang, serta waktu tersebut terbayar sudah pada kegiatan formal terbesar ikatan kita yaitu Masa Ta’aruf (MASTA) IMM UINSA yang dilaksanakan di Claket. Pada saat itu kita memiliki ekspektasi yang mana jika dipikir kembali pada saat itu terlalu tinggi jika melihat MASTA tahun lalu.
MASTA tahun lalu hanya diikuti oleh kurang dari 30 peserta dan hanya segelintir panitia saja. Sehingga kita untuk MASTA tahun ini hanya memiliki ekspektasi 50 Peserta dan panitia yang datang mungkin hanya itu-itu saja (yang sering kelihatan).
Ternyata Subhanallah 71 Peserta dan beberapa panitia yang jarang terlihat justru datang pada saat itu juga. Ekspektasi yang kita buat di awal ternyata terlalu rendah untuk pengorbanan yang telah kita lakukan selama satu tahun belakangan ini.
Ini loh yang kita maksud tidak ada perjuangan yang sia-sia, apa yang kita lakukan selama satu tahun belakangan ternyata berbuah manis pada MASTA 2021 kemarin. Hasil kaderisasi kultural yang berdampak besar pada kaderisasi formal. Perjuangan yang jika dipikir kembali sepertinya itu berat, semua terbayar ketika melihat antusias seluruh kader IMM UINSA dalam agenda formal MASTA 2021.
Kembali lagi kita merefleksikan apa yang sudah kita lakukan bersama, apakah kita lantas berbangga diri, puas, dan terlena dengan hasil yang sudah kita dapatkan, hingga kita lupa masih ada kader baru yang menjadi garapan kita satu tahun ke depan?
Tentu hal ini harus kita pikirkan kembali, jangan sampai apa yang kita perjuangkan pada tahun sebelumnya tidak dapat kita lanjutkan pada tahun selanjutnya. Perjuangan masih belum berakhir masih banyak PR yang harus kita selesaikan dalam ranah kaderisasi. Ingat, selama nafas masih berhembus, jangan biarkan perjuangan ini pupus.
Author: Kenneth Sulthon Alafi Al-Hallaj
(Ketua Umum Koorkom IMM UINSA)
Editor: Fadhlur Rohman