Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejauh Mana IMM Kita?


Apakah Muhamadiyah itu? Muhamadiyah adalah persyarikatan yang merupakan gerakan Islam. Maksud geraknya adalah dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar yang ditunjukan kepada dua bidang: perorangan dan masyarakat. 

Dakwah dan amar makruf nahi munkar pada bidang pertama terbagi kepada dua golongan: kepada yang telah islam bersifat pembaruan (tajdid) yaitu mengembalikan dalam konteks ini penulis mencoba menelaah ulang bagaimana konteks Muhammadiyah sekarang dalam artian –pembaruan dan khususnya dalam organisasi IMM.

Kata pembaharuan dalam bahasa Arab dikenal dengan tajdid, bentuk masdar dari kata jaddada-yujaddidu-tajdidan yang bermakna memperbaharui sesuatu.

Pertama, secara istilah, tajdid adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk memperbaharui kehidupan keagamaan, baik berbentuk pemikiran maupun gerakan, sebagai reaksi atau tanggapan terhadap tantangan internal maupun eksternal yang menyangkut keyakinan dan urusan sosial umat Islam.

Kedua, istilah tajdid atau pembaharuan sering digunakan dalam konteks gerakan Islam modern, ini juga mempunyai akar yang kuat pada Islam klasik. Paling tidak ada dua kecenderungan (trend) pembaharuan di dunia Islam, yaitu kecenderungan salafi dan reformis (modernis).

Muhammadiyah tetap menjadi organisasi Islam modernis paling besar di seluruh pelosok Indonesia, tetapi ketegangan yang secara inheren ditemukan ditemukan di dalam modernisme telah menciptakan persoalan baginya. Sejak permulaan, modernisme dalam Islam bersandar pada dua aspirasi atau cita-cita yang berpotensi berpisah jalan. 

Yang pertama adalah kembali pada Al-Quran dan Hadis sebagai landasan untuk memahami apa itu Islam yang sejati. Demi tujuan ini, modernisme memanfaatkan nalar manusia dan komitmen pada inovasi-inovasi pendidikan modern yang sanggup meningkatkan kemampuan atau kapasitas nalarnya. Ini menjelaskan mengapa Muhammadiyah sangat getol bergerak di bidang pendidikan modern. 

Aspirasi kedua adalah demi pembaruan atau modernisasi Islam secara umum, yang akan mempersiapkan umat muslim agar lebih baik ketika berhadapan dengan modernitas. Aspirasi pertama dapat membangkitkan puritanisme yang mengatasnamakan penolakan terhadap inovasi-inovasi abad pertengahan, sementara yang kedua bisa jadi memunculkan potensi keterbukaan terhadap berbagai gagasan inovasi pada zaman modern yang bertentangan dengan aspirasi yang pertama.  

Selama lebih dari  satu dasawarsa lamanya Muhammadiyah memberi tekanan pada apa yang dinamakan sebagai dakwah kultural, yang secara garis besar dapat dijelaskan sebagai sebuah usaha untuk membawa pemahaman modernis tentang Islam kepada kepada kaum abangan di pedesaan, setelah dunia sosial di mana proses Islamisasi yang lebih dalam sebelumnya dijalankan terutama oleh kalangan Islam tradisionalis. 

Bahwa kelahiran IMM sejalan dengan sejarah perjalanan Muhamadiyah itu sendiri dan kalau boleh disebut sejalan dengan faktor kelahiran Muhammadiyah itu sendiri. Artinya setiap yang dilakukan Muhammadiyah adalah merupakan perwujudan dari keinginan Muhammadiyah untuk memenuhi cita-cita sesuai dengan kehendak Muhammadiyah itu dilahirkan. Alur sebab akibat ini adalah dari ide dasar ideologi yang dicitakan Muhamadiyah, sementara yang kita cari adalah gagasan nyata ide kelahiran IMM.

Sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya, bahwa tumbuhnya gagasan nyata kelahiran IMM adalah disebabkan berbagai faktor yang melatar belakanginya, sehingga gagasan untuk mendirikan IMM tersebut tidak dapat ditunda lagi kecuali diwujudkan dalam bentuk wadah yang nyata. 

Proses gagasan nyata tentang keinginan melahirkan IMM, adalah mulai dari keinginan muhamadiyah untuk mengadakan pembinaan kader di lingkungan mahasiswa berupa pendirian perguruan tinggi di sekitar tahun 1936 mulai keputusan muktamar Muhamadiyah ke 25 (kongres seperempat abad Muhammadiyah) di betawi Jakarta, yang pada saat itu PP Muhamadiyah diketuai oleh K.H. Hisyam (periode 1934 – 1937). 

Gagasan pembinaan kader di lingkungan mahasiswa dalam bentuk menghimpun dan membina langsung adalah selaras dengan kehendak pendiri muhamadiyah K.H. Ahmad Dahlan yang berpesan, “bahwa dari kalian nantinya ada yang jadi dokter, meester dan insinyur, tapi kembalilah kepada muhamadiyah."

Ternyata memang telah sejak awal Muhammadiyah sudah memikirkan bagaimana mempunyai kader-kader yang profesional, ilmuwan, tapi yang memiliki dasar keislaman dalam bentuk kembali ke Muhammadiyah artinya Muhammadiyah harus membina agar mereka kembali ke pangkuan Muhammadiyah. 

Melihat di era sekarang dan menyinggung sedikit tentang sebuah pembaruan yang selalu digadang-gadangkan kita sedikit menengok sampai mana pembaruan kita? Apakah pengaderan kita memang sudah benar-benar baru dan segar? Atau justru dalam stagnan, berdiri mematung? Dan paling mentok jalan di tempat. 

Kita lihat bagaimana apakah pengkaderan setingkat komisariat sudah optimal dengan seribu keterbatasan kualitas maupun kuantitas kitas? Atau memang cukup dibiarkan saja, pura-pura kita tidak mengetahui keadaan itu. Dan tidak memaksimalkan kinerja kita? Baik setingkat cabang sekalipun. 

Muncul berapa pertanyaan tentang apa urgensinya cabang? –maksud penulis muncul banyak cabang-cabang IMM yang yang sebenarnya hanya menjadi tombak berpolitik organisasi ini. 

Pada hakikatnya pembaruan adalah pengkaderan itu sendiri, dan sebaliknya, kita selama ini hanya berhenti pada mitos-mitos pengkaderan saja, dan dengan dalil sudah adat dan budayanya demikian. Yang sebenarnya justru menghambat daripada proses pengkaderan itu sendiri.

Maka karenanya, pengaderan haruslah memang benar-benar jelas, yang tertuang dalam SPI harus diperbarui, dari setingkat PP IMM sampai setingkat DPD IMM sekalipun, supaya terdapat kejelasan dan titik temu pengkaderan itu bagaimana dan seperti apa. Ini kritik kita bersama, menjadi pembelajaran bagi kita semua.

Author: Aria Bagus Iyana (Ketua Bidang Tabligh PC IMM Ngawi)

Editor: Fadhlur Rohman

Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA