Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tahun Baru Masehi: Perspektif Sejarah dan Sikap Kita Sebagai Umat Islam

 


Dalam kehidupan kita ini pastilah melewati yang namanya pergantian tahun baru atau bahasa Jawanya di sebut tahun baruan, pastilah banyak harapan, cita-cita serta keinginan yang tercapai di tahun yang akan datang juga kehidupan yang lebih baik lagi dari tahun sebelumnya yang sudah kita lewati.

Gimana sih mulanya kok bisa ada Tahun Baru? Nah, mari kita berpetualang ke sejarah bahwa pada mulanya tahun baru ini dirayakan orang-orang Babilonia sekitar 4000 tahun yang lalu di bulan Maret karena di bulan tersebut kala itu terjadi pergantian musim. 

Orang-orang Babilonia merayakan dan membuat pesta Tahun Baru dengan menyelenggarakan festival keagamaan secara besar-besaran yang disebut Akifu. 

Kemudian Tahun Baru Masehi ini  di lihat pada masa abad kuno, yang mana peradaban di penjuru dunia mengembangkan sebuah kalender dengan berpatokan hari pertama di tahun baru dalam suatu perisitiwa astronomi atau pertanian. Seperti hal nya di Mesir yang pergantian tahun baru di kaitkan dengan banjir tahunan di Sungai Nil Mesir.

Bangsa Romawi merupakan Imperium yang besar masa itu juga merayakan Tahun Baru, yang mereka selenggarakan setiap tanggal 1 Maret. Peristiwa ini di karenakan kalender yang di miliki mereka terdiri atas 10 bulan 304 hari yang di awali pada bulan Maret.

Kemudian Raja Romawi Kaisar Julius Cesar, mengganti dan menetapkan perayaan pesta Tahun Baru  di laksanakan pada 1 Januari (Januarius) 45 SM karena untuk menghormati Sang Dewa yang  dalam mitologi Bangsa Romawi yang bernama Dewa Janus. 

Dalam merayakan Tahun Baru Bangsa Romawi kuno dengan  menyelenggarakan ritual mengorbankan sesembahan kepada Dewa juga menghiasi rumah-rumah penduduknya dan berpesta. 

Sikap kita sebagai Ummat Muslim terhadap tahun baru Masehi,Sudah jelas kita sebagai Ummat Muslim sudah mempunyai tahun baru sendiri yaitu Hijriah (Hijrahnya Rasulullah Saw beserta para sahabatnya dari Mekkah menuju Madinah) yang di mulai 1 Muharram 662 M/1 Hijriyah.  penanggalan kalender tahun tersebut merupakan tinggalan kebijakan dari masa Khalifah Umar bin Khattab.

Dalam masyarakat Indonesia menyambut dan merayakan tahun baru bukanlah hal yang baru,Karena di Indonesia sendiri masih menganut Kalender Gregorian (Kalender Barat yang di tetapkan oleh Paus Gregorius XIII 1582 yang merupakan koreksi dari Kalender Julius) yang juga sama masih dianut oleh mayoritas negara di dunia.

Kalau kita kembali ke  Hadis Rasulullah Saw bersabda, yang artinya: 

“Siapa yang menyamai pekerjaan suatu kaum (agama tertentu/non muslim),maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR.Abu Daud).

Namun juga bisa jadi boleh atau halal tergantung dari perspektif individu kita niatnya mau apa ketika Tahun Baru itu sebagai ajang silaturrahim dengan teman makan-makan, kumpul-kumpul, ya boleh-boleh saja juga kita pikirkan lebih banyak mana manfaat serta mudharatnya.

Kembali lagi tergantung pada niatnya, tapi kalau ikut-ikutan ya jelas haram. Terus kenapa kok gak kemarin-kemarin atau besok-besok, pra atau pasca momen Tahun Baru wong ya banyak hari lain untuk bikin acara-acara seperti itu.

Alm. Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas Lc, Ketua PP Muhammadiyah mengemukakan nasehat: Bahwa meminta umat Islam untuk mengurangi atau bahkan menjauhi pesta dan hura-hura dalam menyambut tahun baru. "Berpesta dan berhura-hura itu tidak akan mengintrospeksi diri tapi malah cenderung pada kemaksiatan”.

Karena kita tahu bahwa tahun baru masehi identik dengan Nataru (Natal dan Tahun Baru) masyarakat dunia, Indonesia terutama yang muslim banyak yang masih ikut-ikutan dan tidak mengerti apa makna dari semua ini, pokoknya tahun baru Pesta-pesta, nyumet mercon/petasan kembang api, meniup terompet, hiburan musik, makan-makan, apalagi sampai keluar dari koridor hukum Islam, seperti seks bebas, minum-minuman keras dan lain sebagainya, naudzubillah min dzalik.

Semoga tidak terjadi seperti itu terhadap umat dan generasi Islam senantiasa menjaga marwah jati diri agar berjalan sesuai koridornya.

Wallahu a’lam bisshowab.

Author: M Izzuddin Fadhlu Ilmi (Ketua Bidang Tabligh Koorkom IMM UINSA 2021-2022)

Editor: Fadhlur Rohman

Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA