Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kesahku Pada Kalian di Ikatan

 

Pernahkah kita berpikir, apakah sebuah Organisasi Mahasiswa Eksternal (Ormek) sekelas Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang bahkan dalam kepanjangannya sendiri terdapat kata "ikatan", namun realitanya tak ada rasa saling terikat di antara kader-kadernya?

Ini bukan sebuak kritik, tapi alangkah baiknya dijadikan sebagai sebuah topik dengan pembahasan-pembahasan menggilitik berbalut diskusi sistematik. Sudah menjadi hal biasa bila seorang mahasiswa tak pernah lepas dengan yang namanya organisasi. 

Tempat yang katanya menjadi wadah orang-orang pilihan, wajah intelektual, dan generasi segudang wawasan. Setidaknya itulah kata orang, meskipun lagi-lagi diksi indah itu tak selamanya terwujud dalam kenyataan.

Hal di atas disebabkan dari beberapa faktor yang beragam. Misalnya, beberapa alasan diambil dari kegiatan seorang mahasiswa pada umumnya seperti reading book, sok sibuk, ataupun menjelajah ke warkop-warkop sampai datangnya rasa kantuk. 

Pertanyaannya, kenapa seorang kader IMM yang jelasnya dalam keadaan sadar telah memilih berproses disini, tapi masih beralasan untuk menolak dan menghindar meskipun sekedar diajak diskusi dengan hal-hal basi sekalipun?

Jawaban di atas sederhana saja, keloyalan seorang kader tidak akan ada tanpa hadirnya cinta dan persaudaraan antara sesama di dalamnya. Mewujudkan hal tersebut tidaklah mudah seperti membalikan telapak Budha. Sebab, bersama-sama dalam perjuangan kebanyakan didasari dengan samanya penderitaan.

Kenyataannya, sekarang kader-kader sudah sangat idealis sampai merubah makna “pengorbanan” menjadi sebuah “perbudakan”. Sebenarnya saya juga setuju dengan pemikiran seperti itu karena di beberapa kesempatan saya seperti pribumi yang disuruh membangun rel dari Anyer sampai Panarukan. Tapi, seharusnya menjadi budak memang lah resiko yang tak bisa dielak.

Kerja tak dibayar, proposal dana yang harus disebar, tetap teriak "IMM Jaya!" meski hati sedang ambyar merupakan sekian dari banyaknya duka yang harus dijalani dengan ikhlas dan sabar. Kita tidak pernah tahu dari keringat dan komedo yang telah dikeluarkan akan membuahkan hasil yang bagaimana di masa depan. Kata senior saya yang sesat tapi masih memberikan manfaat adalah, "Nikmati prosesnya, sebab jika dilihat untungnya ya sudah jelas tidak ada."

Namun, yang menjadi polemik disini adalah bagaimana bisa kita dapat bersatu, jika disuruh berkorban dalam berjuang pun kita tidak mau. Jangan merasa bahwa hanya karena jumlah kader ormek kita yang terbilang minoritas membuat semangat ber-IMM kalian menjadi malas apalagi sampai tewas.

Memang kita ini sedikit, tak jarang di setiap diskusi ataupun kajian yang diadakan komisariatku, pesertanya terbilang pelit. Ya, sepengamatan saya, paling banyak anggota seangakatan yang dapat hadir hanya enam. Itupun saya hitung termasuk pematerinya. 

Sungguh keadaan yang miris, sehingga sering kupandang Ketum Komisku dan hatiku mulai berdesis, “Yang sabar, hari ini kita memang tidak banyak, tapi besok kita pasti tetap sedikit. Jangan semangat dan tetaplah menangis, hahaha.”

Sebenarnya masih banyak yang ada di pikiran dan ingin kutuangkan dalam tulisan hasil paksaan oleh Ketum Komisku ini. Tentang keatheisan komisariat, teman seangkatan maupun senior yang sesat, kajian-kajian dengan pembahasan yang berat, dan masih banyak lagi hal-hal absurd yang menantang keimanan umat.

Saya juga mulai berpikir bahwa menjadi kaum minoritas setidaknya jika tidak dapat untungnya kita masih bisa dapat hikmahnya. Lebih baik sedikit namun saling memiliki daripada banyak tapi tak pernah peduli. Karena disini kita terikat dalam satu ikatan, jangan merasa sendirian padahal masih banyak kader-kader yang siap kau jadikan teman. 

Manfaat ber-IMM mungkin tak sekarang kau rasakan, tapi percayalah bahwa setiap ilmu, teman, dan perjuangan yang nanti kau dapatkan akan menjadi kenangan dan perbekalan yang berharga di masa mendatang.

Dan, pada akhirnya, manifestasi dari ikatan adalah adanya rasa persaudaraan yang menguatkan perjuangan agar tetap konsisten dalam bermilitan. Sebab, menyatukan karakter kader yang bervariasi itu seperti azab Tuhan yang perlahan-lahan tapi pasti. 

Mulailah menjalin hubungan dengan hal-hal kecil seperti saling sapa di perkuliahan, berkunjung ke basecamp ikatan, atau yang lebih asik yakni me-roasting senior yang memang layak untuk dihinakan, awokwkwk.

Kembali lagi semuanya harus direfleksi dan introspeksi, jika dari banyaknya kader tak satupun yang sadar maka segala solusi pun akan hambar. Setidaknya, meski tak mampu memberikan kemajuan dalam ikatan, jangan sampai kita matikan secara pelan-pelan. Dan, sebagai akhir dari tulisan ini akan kusampaikan tawaran pada kalian, "Jika dalam ikatan ini kamu merasa kesepian dan tidak nyaman, aku siap menjadi seorang teman."
 
Author: Adi Swandana (Kader IMM KUF)
Editor: Fadhlur Rahman
 
Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA