5.0 Society: Tema DAD IMM KUF 2022 yang Dipersoalkan
Mari
kita mulai dengan pertanyaan tepatkah… tepatkah “5.0 Society: Intelektualitas
IMM Sampai Mana?” dipilih sebagai tema Darul Arqam Dasar (DAD) IMM Komisariat
Ushuluddin dan Filsafat (KUF) 2022? Tema yang katanya lebih cocok sebagai tema
DAM (Darul Arqam Madya) ketimbang DAD. Tema yang katanya terlalu berat untuk
diberikan kepada kader-kader.
Kenapa
tema itu dipilih? Banyak faktor dan pertimbangan. Salah satunya adalah cara
kami mengangkat tema ini yang tidak jauh-jauh dari kultur Fakultas kami, yaitu
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF).
Bagi
kami sendiri, kultur FUF salah satunya adalah selalu mengedepankan kedalaman
makna di balik suatu teks. Tema Ospek FUF 2014 yang pernah kontroversial itu
adalah salah satu contohnya. Tema “Tuhan Membusuk: Rekonstruksi Fundamentalisme
Menuju Islam Kosmopolitan” pernah sangat menggemparkan masyarakat delapan tahun
lalu.
Namun,
kedalaman makna dari sesuatu yang terlihat “nyeleneh” bagi kami adalah menarik.
“Tuhan Membusuk adalah kebenaran-kebenaran yang lahir dalam diri manusia yang kemudian
menjelma menjadi Sang Pengadil atas nama kebenaran dari manusia itu,” Ujar
Ketua Dewan Mahasiswa (Dema) FUF pada saat itu.
Kalau
dipikir-pikir, manusia selalu berusaha mencari kebenaran. Setelah merasa
menemukannya, tak jarang kebenaran itu dianggap sebagai satu-satunya kebenaran.
Dan, bahkan menggantikan posisi Tuhan itu sendiri sebagai pemilik kebenaran.
Dalam
sejarah, sudah banyak bukti bahwa yang seperti itu selalu melahirkan konflik
dehumanisasi; Perbudakan ras kulit hitam yang pernah ada di Amerika, dipenggalnya
kepala Husain bin Ali dalam tragedi Karbala, tewasnya aktivis buruh Marsinah
secara mengenaskan tahun 1993 dan masih sangat banyak lagi.
Merasa
menjadi tuhan, lantas menghalalkan segala cara karena yakin dirinya benar.
Namun semua itu akan membusuk karena Tuhan yang asli hanya ada satu. Nah, arti
mendalam yang dibalut diksi-diksi yang membuat bertanya-tanya itu, adalah
budaya Ushuluddin dan Filsafat dalam mengemas sebuah pesan.
Budaya
yang diterapkan juga oleh organisasi-organisasi mahasiswa di FUF. Budaya itulah
yang juga mengilhami kami dalam memproduksi tema. Ada keinginan untuk
melepaskan diri dari tema-tema mainstream
yang bagi kami cenderung membosankan. Kami ingin menciptakan sebuah tema segar
yang juga sekaligus sebagai respon atas kondisi hari ini.
Hari
ini, masyarakat dunia disebut-sebut sedang ada dalam tahapan Society 4.0.
Sebuah zaman dimana masyarakatnya hidup tak jauh dari ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semakin berkembang. Lantas informasi dapat diperoleh dengan sangat cepat.
Aliran data yang begitu cepat membuat kehidupan manusia seperti tidak ada jarak
ruang dan waktu.
Kita
memang dimudahkan oleh teknologi. Tapi coba kita berefleksi bersama. Apakah
kita benar-benar mampu memanfaatkan teknologi? Apakah kemajuan teknologi
otomatis membuat kita semua menjadi lebih produktif? Khususnya sebagai
mahasiswa, seberapa berguna teknologi kita manfaatkan untuk mencapai
mimpi-mimpi kita?
Atau jangan-jangan dengan teknologi kita malah mengalami dekadensi? Kecanduan game
online yang mencuri waktu untuk membaca buku? Atau kemudahan akses jurnal
online malah membuat kita copas saat ada tugas?
Kita
kadang merasa tidak sadar sudah sangat lama tenggelam dalam dunia maya, dalam
dunia bernama sosial media. Selepasnya, kadang tidak merasa mendapat apa-apa. Atau
tak jarang malah merasa hampa di atas unggahan atas postingan-postingan yang
dilebih-lebihkan. Apakah kemudahan di masa 4.0 hari ini sudah benar-benar
memerdekakan kita sebagai manusia yang ingin berkembang, yang ingin mencapai
mimpi-mimpi?
Atau
jangan-jangan kita gagal memanfaatkan kemudahan itu? Intinya, dalam society 4.0
masih banyak masalah. Lantas 5.0 Society hadir dalam rangka menjawab masalah
tersebut. Wacana ini dipaparkan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe dalam
Pertemuan Tahunan Forum Ekonomi Dunia 2019 di Davos, Swiss. Adapun 5.0 Society adalah
gambaran ideal masyarakat yang mampu mencapai tingkat konvergensi yang tinggi
antara ruang maya (ruang virtual) dan ruang fisik (ruang nyata).
Kita
bisa mendiskusikan hal ini lain kali. Tapi melihat semua ini, nampaknya dunia
bergerak sangat cepat, dan mungkin saja di depan akan ada perubahan yang sangat
drastis dalam kehidupan manusia. Wacana 5.0 Society ini juga sedang digodok dimana-mana. Dikaji terus
menerus sebagai persiapan agar tidak kaget menghadapi perubahan di masa depan.
Bagi
kami, mengangkat 5.0 Society sebagai tema adalah salah satu bentuk refleksi. Di
tengah dunia yang semakin banyak menuntut kesadaran diri untuk bijak menggunakan
teknologi, dibutuhkan pengembangan skill
individu termasuk penggunaan teknologi di dalamnya. Semua ini menghasilkan banyak
pertanyaan besar; Dimana posisi kita? Seberapa siap kita menatap masa depan?
Lalu apa saja yang harus kita siapkan hari ini?
Terlebih
sebagai mahasiswa? Mahasiswa yang memiliki tanggung jawab besar, sebagai pemuda
yang adalah penerus bangsa. Wabilkhusus
sebagai kader Muhammadiyah yang tergabung di dalam rumah bernama Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah.
IMM
sendiri ada di bawah naungan Muhammadiyah yang mempunyai tujuan besar, “Menjunjung
tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.
Apa itu agama Islam? Apakah Islam hanya mengajarkan ibadah kepada Tuhan saja
sehingga melupakan masalah-masalah sosial?
Ahmad
Dahlan sendiri pernah mengkritik ulama yang hanya fokus ibadah ritual saja
namun buta terhadap realitas sosial. Di dalam masyarakat yang masih penuh
ketimpangan, dibutuhkan sosok-sosok yang mampu membuat perubahan nyata. Itu
semua adalah ibadah yang wajib dilakukan. Dan, untuk mewujudkan itu semua, kita
harus tahu ilmunya.
Itulah
kenapa sub-tema “Intelektualitas IMM Sampai Mana?” kita tambahkan. Iya, sampai
mana intelektualitas kita? Bahkan apakah intelektualitas itu sendiri dianggap
penting? Intelektualitas seperti apa yang dimaksud? Apakah IPK? Apakah dengan
menguasai teori dan pemikiran tokoh? Apakah dilihat dari sejauh mana kita
mengimplementasikan ilmu?
Dan,
pada akhirnya, pertanyaan “Intelektualitas IMM sampai mana?” itu hanya bisa
dijawab oleh kader-kader IMM itu sendiri. Jawabannya terletak pada aksi dan
gerakan yang dibangun, pada aktualisasi ilmu untuk menciptakan sesuatu yang
bermanfaat bagi banyak orang.
Semua
itu dibahas dan didiskusikan di dalam DAD IMM KUF 2022. Ini adalah upaya menyinergikan
tujuan DAD yang adalah ajang pengenalan IMM melalui tema yang seekiranya relevan
dengan kondisi zaman. Bagaimana kita, sebagai generasi penerus Muhammadiyah
menyiapkan diri untuk menghadapi perubahan zaman. Terlebih ketika dihadapkan
dengan realitas hari ini dan segala kemungkinan tantangan dalam skema 5.0
Society yang sudah mulai terasa gemanya.
Tema
ini menghasilkan sejumlah materi; 5.0 Society (Suplemen), Agama Saintifik dan
Sains Religius (Suplemen), Islam Sebagai Khazanah Ilmu (Ke-Islaman), Wajah
Riset Muhammadiyah (Ke-Muhammadiyahan), serta Intelektualitas IMM Sampai Mana?
(Ke-IMM-an). Apakah tidak terlalu berat bagi kader baru? Kami punya keyakinan
bahwa materi-materi dasar yang disampaikan ketika Masa Ta’aruf (Masta) maupun
kajian Pra-DAD sudah cukup sebagai pengantar.
Terlebih
sebagian besar kader adalah alumni sekolah Muhammadiyah yang sudah sedikit
banyak tahu tentang ideologi Muhammadiyah. Jadi, jika DAD lagi-lagi hanya membahas
ideologi dasar, nantinya akan menjadi tidak menarik. Lalu bagaimana dengan
mereka yang baru mengenal Muhammadiyah? Tentunya kami memberikan pendampingan
secara kultural jauh sebelum DAD.
Upaya
belajar yang kami pilih adalah tetap memprioritaskan dipelajarinya hal-hal
dasar, tapi dibalut dengan materi-materi yang memiliki konteks kekinian dan
menarik. Ditambah juga dengan ciri khas FUF yang fokus kepada kedalaman makna
di balik suatu teks. Sebuah teks yang sekiranya mampu memancing sebuah
keresahan dan memantik diskusi.
Namun,
kami tidak menutup diri dari segala kritik yang masuk. Meskipun segalanya telah
kami buat dengan pertimbangan yang digodok
siang-malam, masih akan ada celah. DAD IMM KUF 2022 jelas penuh kekurangan,
termasuk pada analisisnya, membentuk cara grand
design, pembuatan tema, penentuan materi, dsb. Tapi ini adalah upaya kita
bersama untuk belajar hal-hal baru.
Kami
mencoba berani berpikir lebih bebas namun tetap mempertimbangkan tradisi dan
ketentuan formal. Bagi kami, komisariat adalah laboratorium pemikiran.
Author: Habib Muzaki (Ketua Umum IMM KUF 2021-2022)
Editor:
Fadhlur Rahman
x