Membayangkan Komisariat Saintek

Komisariat Al-Farabi adalah komisariat terbesar di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) UIN Sunan Ampel Surabaya. Bagaimana tidak besar, karena komisariat ini berisikan kader-kader IMM dari dua fakultas. Yaitu Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) serta Fakultas Sains dan Teknologi (FST) atau yang sering disebut Saintek. Namun akhir-akhir ini berhembus kabar bahwa komisariat ini akan membelah diri. Teman-teman Saintek yang kabarnya mau mendirikan sebuah komisariat baru.
Ini termasuk kabar yang
menyenangkan. Terlebih bagi kami kader IMM Komisariat Ushuluddin dan Filsafat
(KUF). Sebagai komisariat kecil, kami bakal memiliki teman yang
senasib. Tapi lebih dari itu, IMM UIN Sunan Ampel akan memiliki sebuah
komisariat dengan background keilmuan sains dan teknologi. Dua kata yang
sangat banyak dibicarakan dalam beberapa dekade ini.
Yuval Noah Harari dalam
bukunya Sapiens menyebut bahwa ada tiga momen besar yang membentuk
sejarah peradaban manusia. Revolusi Kognitif pada 70.000 tahun lalu, Revolusi Agrikultur
12.000 tahun lalu, dan Revolusi Saintifik 500 tahun lalu. Setelah revolusi yang
terakhir ini, pola pikir dan kehidupan manusia berubah drastis. Sains mampu mempengaruhi
kepentingan politik suatu negara, laju ekonomi global, sampai pemaknaan kembali
teks-teks agama. Dari sini saja sudah menunjukkan betapa pentingnya studi yang
dilakukan teman-teman Saintek itu sendiri.
Tapi sebelum jauh kesana,
mari kita menerka-nerka dulu kira-kira akan seperti apa Komisariat Saintek ini.
Pertama untuk masalah nama, kira-kira mereka akan memilih nama apa? Kalau saya
sih menyarankan Komisariat Bikini Bottom. Pasalnya, nama yang diambil dari
domisili SpongeBob Squarepants ini sangat relevan dengan prodi-prodi yang ada
di Saintek. Lihat saja kemajuan peradaban di Bikini Bottom. Dari segi
arsitektur misalnya. Rumah knalpot sebagai satire terhadap abad modern, rumah
nanas, rumah batu, maupun rumah milik Squidward Tentacles yang sangat estetik
itu.
Belum lagi kemajuan
teknologi yang ada disana. Masyarakat Bikini Bottom nampak sangat biasa saja
dengan eksistensi Karen, istri komputernya Plankton yang notabenya merupakan wujud
Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Tidak ada gitu yang heboh
dan Karen dibuat kontek Tik Tok. Belum lagi patrick yang semua teknologi di
rumahnya itu dibuat dari pasir. Ini artinya ya mereka sudah terbiasa dengan itu
yang menandakan betapa majunya peradaban sains dan teknologinya.
Selain itu tata, kelola
lingkungan kota yang sangat dimanajemen dengan baik. Selama menonton serial
SpongeBob kita agaknya jarang atau bahkan belum pernah melihat banjir, sungai
yang tercemar (eh, di dalam laut ada sungai?), pantai Goo Lagoon yang bersih
tanpa sampah, ladang ubur-ubur sebagai cagar alam yang dirawat dengan baik, dsb. Pernah dalam
beberapa kesempatan kita melihat bencana di Bikini Bottom, kebakaran, bahkan
tragedi Cacing Besar Alaska. Tapi mereka mampu membangun kota dengan secepat
mungkin dan tanpa masalah. Tidak seperti desa Konoha yang setelah diserang Pain
Akatsuki saja membutuhkan waktu yang sangat lama untuk membangun kembali desa
mereka.
Semua itu menunjukkan
bahwa kemajuan peradaban di Bikini Bottom sangat relevan dengan prodi-prodi
yang ada di Saintek seperti Sistem Informasi, Arsitektur, Teknik Lingkungan,
Biologi, Ilmu Kelautan, Matematika, dll. Itulah mengapa saya berpikir bahwa
nama ini cocok. Serta akan menjadi sebuah nama yang anti-mainstream di tengah
tren nama tokoh atau fakultas sebagai nama komisariat.
Dari berbagai sumber,
dikatakan bahwa Bikini Bottom diambil dari kawasan bernama Bikini Atoll.
Kawasan itu dijadikan area yang digunakan untuk menguji 23 senjata nuklir AS
selama perang dingin. Karenanya, kawasan ini tidak dapat ditempati manusia
dikarenakan radiasi nuklir yang sangat tinggi dan akan hilang setelah beberapa
tahun lamanya. Bikini Atoll adalah saksi bisu dimana kemajuan peradaban manusia
menghasilkan sesuatu yang destruktif bagi kemanusiaan dan alam itu sendiri.
Dari sini, nama Bikini
Bottom akan menjadi sebagai ajang refleksi kader-kader Saintek bahwa kemajuan
teknologi akan berdampak negatif jika tidak digunakan secara bijak. Nama Bikini
Bottom sekaligus peringatan bagi kita akan pentingnya menjaga alam di tengah
upaya pengembangan sains dan teknologi. Maka Komisariat Bikini Bottom akan
menjadi sebuah nama yang sangat penuh muatan filosofis. Terlebih di era Society
4.0 yang menuju Society 5.0 ini.
Namun terlepas dari apapun
namanya, Komisariat Saintek jelas akan menciptakan warna baru di dalam IMM itu
sendiri. Diskursus-diskursus yang ada di dalamnya sangat kita butuhkan untuk
kemajuan peradaban. Apalagi karena IMM adalah gerakan mahasiswa Islam, maka kolaborasi
antara nilai agama dan fungsi positif sains secara nyata sangat kita butuhkan
dari teman-teman Saintek.
Kalau membicarakan agama
dan sains. Timbul pertanyaan apakah keduanya saling melengkapi? atau malah keduanya
akan bersebrangan? Haruskah sains itu religius? Atau agamalah yang harus
menjadi saintifik? Bagaimana buku-buku Sains modern terkini melihat agama? Kita
tahu ada nama-nama semacam Stephen Hawking, Richard Dawkins, Abdus Salam, Ahmed
Hassan Zewail, dsb.
Dalam sejarah, peradaban
Islam menghasilkan banyak ilmuwan hebat. Mulai dari Ibnu Sina sebagai bapak
kedokteran modern, Al-Khawarizmi dengan aljabarnya, Abbas ibn Firnas dengan
risetnya soal pesawat terbang, Ibnu al-Haitam dengan Kitab Optiknya, dsb. Namun
hari ini bagaimana negara-negara yang mayoritas Islam membangun budaya riset sains
mereka?
Saya banyak membaca soal
mirisnya negara-negara yang mayoritas Islam dalam menggelontorkan anggaran
negara untuk mengembangkan riset sains. Data-data itu sangat banyak bertebaran
di Internet. Haidar Bagir dan Ulil Abshar Abdalla pernah menyinggung ini dalam
buku mereka yang berjudul Sains Religius Agama Saintifik.
Kita juga mungkin
bertanya-tanya komitmen Muhammadiyah dalam pengembangan riset-riset
sains. Apalagi Muhammadiyah itu memiliki tujuan, “Menjunjung tinggi agama Islam
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Bagaimana wajah
riset Muhammadiyah hari ini? Diskursus-diskursus semacam itu nampaknya akan
menjadi bahan kajian teman-teman Saintek di Selatan Twin Tower… eh, di Kampus II
maksudnya.
Itu baru dari segi kajian, belum yang lain. Saya yakin teman-teman IMM Saintek ini kreatif dan inovatif. Banyak sekali terobosan yang bisa dilakukan agar IMM mereka benar-benar memiliki ciri khas yang Saintek banget. Misalnya ya melakukan Darul Arqam Dasar (DAD) di atas kapal atau di dalam kapal selam sebagai wujud aktualisasi keilmuan dari prodi Ilmu Kelautan, bentuk Rencana Tindak Lanjut (RTL) dari DAD adalah membuat aplikasi database kader dan alumni, kegiatan kultural berbentuk ngopi di laboratorium, dan masih banyak lagi.
Editor: Fadhlur Rahman