Konsep Pendidikan Ibnu Sina
Salah satu karya di Museum Ibnu Sina, Hamedan, Iran |
Ibnu Sina adalah nama
yang tak asing bagi kita seorang muslim. Tidak hanya di kalangan orang muslim
saja, melainkan seluruh manusia penjuru dunia. Siapa yang tidak kenal dengan beliau?
Ibnu Sina merupakan salah satu ilmuwan muslim yang sangat terkenal dan
berpengaruh dalam kemajuan ilmu pengetahuan. Ibnu Sina adalah ilmuwan yang
memliki wawasan yang sangat luas dan mahir dalam beberapa bidang seperti kedokteran,
psikologi, keagamaan, filsafat, dan termasuk juga di bidang pendidikan.
Maidar Darwis dalam
artikelnya yang berjudul Konsep
Pendidikan Islam dalam Prespektif Ibnu Sina menjelaskan tentang ide dan
konsep pendidikan yang dikembangkan Ibnu Sina. Darwis juga membandingkannya dan
menganalisis untuk dipertemukan dengan konsep pendidikan kontemporer. Hasilnya
adalah adanya relavansi pemikiran Ibnu Sina dengan konsep pendidikan saat ini.
Ada beberapa poin
mengenai pemikiran Ibnu Sina dalam bidang pendidikan. Pertama, menurut Ibnu Sina, tujuan pendidikan adalah untuk
membentuk manusia yang berpendidikan atau yang juga disebut sebagai Insan Kamil. Apa Insan Kamil itu? Yaitu
seorang manusia yang bisa menjadi khalifah di bumi ini. Berarti manusia itu
sendiri adalah faktor penting dimana menjadi penggerak bagi perubahan baik untuk
masyarakat dan makhluk yang ada di bumi ini.
Bagaimana membentuk Insan
Kamil? Salah satu caranya adalah dengan menetapka tujuan pendidikan yang
memiliki orientasi untuk mengembangkan minat dan bakat siswa. Tujuan semacam
ini mempunyai peran yang sangat menetukan. Lebih lanjut, untuk mencapai ini, maka
siswa harus bisa berproses dengan kemampuan pribadinya. Dilihat dari berbagai
aspek fungsi dari normatif tujuan tersebut, maka penting untuk fokus kepada
minat dan bakat siswa. Potensi siswa pun dapat berkembang dengan kemampuan
dasarnya yang dibentuk dari perkembangan intelektual, moral, dan kepribadian
yang baik. Jadi, sangat penting untuk menciptakan tujuan pendidikan yang mampu
mengembangkan bakat, potensi, dan kecenderungan siswa.
Kedua,
kurikulum pendidikan. Kurikulum ini juga harus dilihat dari aspek jenjang
peserta didik. Dari situ munculah pembagian jenjang seperti; (1) Usia 3-5
tahun, usia ini biasanya mempelajari seni budaya, keterampilan, budi pekerti,
olahraga yang di aplikasikan dalam taman bermain, (2) Usia 6-14 tahun, jenjang
usia ini disajikan pembelajaran seperti membaca dan menghafal Al-Qur’an,
belajar agama, dan sosial, (3) Usia 14 tahun ke atas, barulah siswa diperkenalkan
dengan pelajaran yang sesuai minat dan bakat potensi peserta didik.
Dari pemikiran kurikulum
Ibnu Sina ini, pendidikan memiliki ciri khas yakni berintegrasi dari
nilai-nilai idealistis dari sudut pandang pragmatis. Ibnu Sina juga membagi
metode dalam pembelajaran peserta didik menjadi dua sub keilmuan, yaitu dari
ilmu teoritis dan ilmu praktis. Ilmu teoritis seperti ilmu akademik meliputi
ilmu matematika, ilmu ketuhanan, ilmu fisika, ilmu biologi, ilmu kimia, ilmu
tatanan material. Sedangkan ilmu praktis meliputi ilmu kesehari-harian seperti
ilmu akhlak, ilmu sosial, ilmu politik, ilmu terapan yang melandasi kehidupan
kedepannya.
Ibnu Sina menyusun kurikulum
sesuai psikologis peserta didik. Disusun dengan demikian rupa untuk
mengembangkan potensi peserta didik. Konsep kurikulum Ibnu Sina berusaha
mengasah potensi dari aspek jasmani, budi pekerti, dan intelektual siswa didik
secara seimbang dengan perkembangan usianya. Kurikulum juga harus bisa mencetak
kader-kader intelektual yang berbasis keilmuan dan dapat berkembang dengan
mandiri sesuai potensi peserta didik. Sehingga menghasilkan manusia yang mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat dengan keahlianya masing-masing.
Lalu konsep ketiga, yaitu metode pembelajaran. Ini
memiliki peran penting dalam mengkonsep untuk mencapai tujuan pembelajaran
tersebut. Ibnu Sina juga memandang bahwa penyesuain karakteristik dalam
pembelajaran termasuk relevansi metode pembelajaran. Keempat adalah konsep pendidik. Guru adalah cerminan bagi peserta
didik dalam pandangan Ibnu Sina peserta didik meniru apa segalanya dari
gurunya, seperti perbuatan, perkataan, dan aspek gaya hidupnya. Sebagai
pendidik, guru harus memiliki wawasan yang luas, baik dalam perkataan tutur
katanya, dan memiliki kepribadian yang baik. Dan seorang guru dapat berakhlak
baik dalam beragama dan mampu membawa sisi kebaikan.
Melihat sifat guru
diatas, pandangan Ibnu Sina cukup memliki wawasan dan ilmu yang luas, dan juga
memiliki akhlak yang baik dan tulus. Termasuk cara pendidik dalam memberikan
hukuman. Hukuman yang diberikan harus bersifat memeberikan kasih dan sayang
terhadap peserta didik. Hukuman itu juga harus bersifat ringan dan berat,
sesekali berat dan sesekali agak ringan sesuai kadar hukuman yang telah dilanggar
oleh peserta didik. Terakhir, hukuman fisik diberikan tidak mengenai
organ-organ yang menimbulkan cidera fatal seperti kepala, muka, dan bagian
intim lainnya.
Walaupun Ibnu Sina
memberikan penjelasan mengenai hukuman, tetapi Ibnu Sina menyarankan
menggunakan dorongan tindakan pujian. Dari tindakan tersebut, peserta didik
dapat merasakakn bersalah atas apa yang diperbuat. Dari rasa bersalahlah, bisa
membuat karakter peserta didik menjadi pribadi yang lebih baik.
Author: Shulthon
Aminullah (Kader IMM KUF)
Editor: Fadhlur Rahman
x