Melihat Pemekaran Wilayah Papua dari Kacamata Strukturasi Anthony Giddens
Anthony Giddens, Sosiolog asal Inggris
Tiga Rancangan
Undang-Undang (RUU) tentang Pembentukan Provinsi baru di Papua disahkan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) pada hari kamis, 30 Juni 2022. Tiga provinsi baru tersebut
merupakan pemekaran wilayah Provinsi Papua, sehingga nantinya akan ada lima
provinsi di Tanah Cenderawasih. Lima provinsi yang ada di Papua, yakni Provinsi
Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan, Provinsi Papua
Barat dan Provinsi Papua.
Dari kacamata teori strukturasi yang dikemukakan Anthony Giddens, pemekaran wilayah yang terjadi di Indonesia cukup menarik untuk dikaji. Mengapa? Sebab teori strukturasi berupaya untuk mencari pengetahuan tentang bagaimana pemekaran wilayah dijadikan elit politik lokal (agent) sebagai upaya untuk meraih kekuasaan dan sebagai bentuk pembebasan dari struktur yang lama.
Adapun salah
satu dari konsep-konsep yang dikemukakan oleh Anthony Giddens yaitu; Pertama, konsep agent yang dalam hal ini adalah elit politik lokal yang menjabat di
wilayah provinsi. Kedua, struktur
dalam hal ini adalah aturan yang mengelilingi elit politik lokal itu sendiri. Dualitas
dari dua hal ini tidak dapat dipisahkan, bahkan keduanya saling mempengaruhi.
Giddens
menyatakan bahwa struktur dapat juga membatasi atau mengurung (constraining)
serta dapat pula memberdayakan (enabling) pelaku. Dalam konsep strukturasi, agent tidak dipandang sebagai individu
yang pasif terhadap struktur yang ada. Namun, jika agent dapat lebih memilih bertindak aktif dan lebih kreatif, ia dapat
hengkang dari hegemoni struktur, dan dapat juga membentuk struktur baru yang
jauh menguntungkan baginya.
Upaya pemekaran
wilayah merupakan salah satu strategi meraih kekuasaan dalam konsep teori
strukturasi. Hal itu bisa jadi merupakan wujud dari tindakan pelaku yang tidak
puas terhadap sitem politik. Pembentukan struktur baru bisa dikarenakan urgensi-urgensi
lain yang mendorong pemekaran wilayah tersebut terjadi. Para agent dalam memegang wilayahnya jauh
lebih terberdaya dan tidak terkekang. Dalam konsep strukturasi, upaya pemekaran
wilayah dilakukan oleh agent terhadap
struktur bisa jadi karena struktur lama dianggapnya mengekang atau
membatasinya.
Dalam konteks Papua
sendiri ada beberapa hal yang mendasari pemekaran wilayah ini disahkan. Dilansir
dari Tribunnews.com
tujuan pemekaran Papua adalah untuk mempercepat pemerataan pembangunan dan
mempercepat peningkatan pelayanan publik. Ini senada dengan apa yang
diungkapkan Haryanto dalam artikel berjudul Elit
Politik Lokal dalam Perubahan Sistem Politik. Ia menjelaskan bahwa upaya
pemekaran wilayah akan menghasilkan struktur yang baru. Dimana hal itu akan memberdayakan
elit politik lokal untuk lebih bebas mengelola wilayah yang dipegangnya.
Namun bagi
masyrakat Papua ternyata tak sedikit dari mereka yang menolak adanya pemekaran ini.
Salah satunya adalah warga setempat dan mahasiswa sering kali melakukan
demonstrasi menentang pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua. Bahkan
sebelum Rapat Paripurna itu digelar, Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Kabupaten
Mimika (IPMAMI) melakukan unjuk rasa penolakan pemerkaran wilayah atau DOB
tersebut di depan gedung DPR. Mereka menilai pemekaran daerah akan memberikan
dampak buruk bagi masyarakat adat, atas hak tanah dan kekayaan. Satu aktivis
Papua bernama Ambrosius mengatakan bahwa pemekaran akan mendatangkan investasi
besar-besaran yang berpotensi memarginalisasi pemilik ulayat.
Namun terlepas
dari segala kekhawatiran sebagian masyarakat Papua di atas. Menurut teori
strukturasi, maka struktur baru yang akan dibentuk bisa jadi memberdayakan tergantung
bagaimana agent menyikapinya. Dewasa
ini, penerapan demokrasi-desentralistis akan menciptakkan sebuah wilayah yang
berdaya. Karena agent lebih bebas
dalam menghidupi struktur yang baru tersebut. Maka, agent atau elit lokal yang memimpin nanti harus benar-benar mampu
mewadahi aspirasi dari mereka yang dipimpinnya. Sehingga nantinya benar-benar akan
menjawab kekhawatiran masyarakat dengan bukti nyata berupa kesejahteraan.
Author: M. Tanwirul Huda
Editor: Fadlur Rahman