Relasi Islam dan Politik Indonesia
![]() |
Kampanye Masyumi pada Pemilu 1955, Sumber: historia.id |
Penulis: Najmudin Firli (Ketua Umum IMM Al-Kindi)
Agama dan politik memang selalu ramai diperbincangkan.
Dikarenakan ajaran agama menekankan
nilai–nilai keimanan, ritual, peribadatan dan juga moralitas. Lantas, di dalam politik menekankan aturan yang dimana
mengarahkan pada perebutan dan pembagian kekuasaan dalam konteks kehidupan
bernegara. Kedua aspek tersebut memang tidak dapat dipisahkan dan juga saling
mempengaruhi. Contohnya saja pada sejarah Islam sendiri, dimasa Nabi Muhammad
SAW, agama dan politik ada kaitannya.
Seperti dalam piagam Madinah, yang dimana pada peristiwa tersebut Nabi
Muhammad SAW mendeklarasikan 47 pasal yang mengatur sistem perpolitikan,
keamanan, kebebasan beragama serta kesetaraan di muka hukum.
Tetapi berbeda sekali dengan umat Kristen di Eropa pada
masa setelah abad pertengahan. Pada umat Kristen, ada paham sekularisme, dimana agama jangan pernah dibawa pada ranah politik. Agama
cukup sebagai pedoman hidup dan pedoman moral baik dalam ranah individu dan
sosial. Karena dalam sejarah umat Kristen, adanya reformasi gereja yang dilakukan oleh Martin
Luther, dimana adanya penyimpangan dalam gereja yang menyebabkan adanya
keinginan untuk membebaskan diri dari kepemimpinan paus.
Dikarenakan sikap gereja lama yang cenderung otoriter dan pada akhirnya hak
gereja dan negara dipisahkan. Agama itu menjadi urusan pribadi, negara tidak boleh mengintervensi. Negara melindungi dan mengatur seorang
sebagai warga negara, tetapi bukan penggembala umat yang beriman. Jika ditarik
dari ajaran yang dibawa Yesus dan Nabi Muhammad SAW sangat berbeda, kolektif
umat Islam dan Kristen dalam agama dan politik memang berbeda. Peran sosial
politik yang ada dalam kedua agama tersebut pun tidaklah sama.
Jadi dalam konteks
Indonesia,
isu-isu agama muncul itu sangat wajar. Karena penduduk di Indonesia mayoritas warganya adalah
muslim. Lantas dalam sejarah Islam, hubungan agama dan politik itu menyatu, sekalipun hal
ini juga menimbulkan problem politik yang serius. Contohnya dalam
permusan dasar negara Indonesia, yang sudah ada sejak zaman kolinialisasi Belanda. Hal itu dimulai ketika para tokoh terdidik
lahir di Indonesia.
Para tokoh ini mulai sadar akan semangat nasionalisme dan kesatuan. Para
tokoh berharap suatu saat Indonesia menjadi wadah yang disebut negara dan
memiliki dasar negara. Hal ini menjadi bahan diskusi para tokoh agar menjadi cengkraman kuat dalam
kehidupan kelak.
Dalam sejarah Indonesia, perdebatan antara negara Islam dan negara sekuler
panas di kalangan tokoh sekitar tahun 1920 hingga 1945. Kelompok negara sekuler
diwakili oleh Ir. Soekarno, Muh. Yamin dan Dr. Soetomo yang berasal dari PNI
(Partai Nasional Indonesia).
Sedangkan, kelompok pendukung konsep negara Islam berasal dari berbagai organisasi Islam
modern maupun tradisional. Kelompok Islam modern terdiri dari Ahmad Hasan dan
Muhammad Natsir yang berasal dari Persis. Ada pula Muhammadiyah yang diwakili oleh KH. Agus Salim, Ki Bagus Hadikusuma, dan
Abdul Kahar Muzakkar. Kelompok Islam tradisional juga ikut
andil dalam mendukung negara Islam. Mereka adalah KH.
Wahid Hasyim dari Nahdlatul Ulama dan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo yang
berasal dari Partai Masyumi.
Terjadi perdebatan antara Ir Soekarno dan Muhammad Natsir, dalam perdebatan
tersebut Soekarno menyebutkan, “Jika agama dipakai untuk pemerintah, ia selalu
dipakai sebagai alat menghukum ditangan raja-raja, orang zalim dan orang-orang
tangan besi”.
Masa tegang perumusan dasar negara adalah ketika rapat BPUPKI. Para tokoh
pendukung negara sekuler dan negara Islam mulai mengungkapkan alasan mereka
mengenai dasar negara. Pemikir dan aktivis Islam seakan tidak ingin kalah dalam
memberikan pendapatnya tentang pemisahan negara dan agama.
Pemikir dan aktivis Islam malah memberikan pendapat yang sangat ekstrim, yaitu mereka meyakini bahwa Islam tidak mengatur semua
segi kehidupan. Islam hanya memberi nilai-nilai moral sebagai pedoman dasar dan
umum bagi kehidupan manusia.
Mereka berpendapat bahwa Islam tidak mewajibkan para pemeluknya untuk
membentuk sebuah negara Islam, melainkan lebih menekankan pembentukan
masyarakat yang baik, yaitu masyarakat yang mencerminkan substansi peran
universal Islam. Yang dimana Islam telah mengajarkan pada untuk menjalin
persaudaraan yang universal dan kesetaraan.
Islam telah menekankan keadilan di semua aspek kehidupan, dan dalam
persfektif Muhammadiyah, Islam merupakan agama yang berkemajuan yang
kehadirannya membawa rahmat bagi semesta kehidupan .
Sebagian rakyat Indonesia berkeinginan menghidupkan syariah Islam dengan
mewujudkan negara Indonesia sebagai negara Islam. Tetapi dengan lahirnya Republik Indonesia harus diterima,
yang terpenting di dalamnya, kaum muslimin dapat melaksanakan ajaran agamanya secara nyata.
Dicantumkannya sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan dasar demokrasi (kedaulatan
rakyat) dalam Pancasila memberikan pegangan kepada bangsa Indonesia untuk
memberikan kebebasan dan kemerdekaan suatu golongan kepada golongan lain .
Alasan golongan Islam memilih Islam sebagai dasar negara memang mempunyai
peristiwa sejarah yang panjang. Islam memang memiliki peran penting dalam kemerdekaan Indonesia. Jasa
Islam tidak diragukan lagi dalam melawan penjajahan. Contohnya generasi
perjuangan yang bersifat kedaerahan mayoritas adalah Islam seperti Tuanku Imam
Bonjol, Cut Nyak Dien, Pangeran Dipenogoro, perjuangan rakyat Aceh.
Agama dan politik memang tidak dapat dipisahkan, keduanya memang sangat
mempengaruhi. Tetapi bagi umat islam, nilai–nilai yang terkandung dalam agama
tersebut yang membuat kita dapat menerapkan suatu konsep politik yang baik bagi
negara, karena dasarnya agama islam mengandung nilai–nilai kemajuan untuk
mewujudkan kehidupan umat manusia yang tercerahkan.
Kemajuan dalam pandangan islam adalah kebaikan serba utama, yang melahirkan
keunggulan hidup. sebuah sikap inklusif umat Islam yang hendak dikembangkan
demi mewujudkan prinsip Islam sebagai suatu ajaran yang lebih mementingkan
kemaslahatan bersama.