Absurditas Opini: Dua Versi Organisasi
Penulis: Adi
Swandana (Ketua Bidang Kader IMM KUF)
Ada dua tipe
organisasi. Tipe yang pertama adalah Penjara Organisasi.
Berbicara
tentang penjara pasti sudah tergambar di benak tentang hal yang tidak enak.
Begitulah organisasi, di mana kita akan dieksekusi berbalut kaderisasi.
Sibuk mengurus
acara, hingga sangat menguras tenaga bagi mereka yang disebut mahasiswa
kura-kura. Menyita waktu rebahan karena ada proposal yang harus disebarkan. Di
balik jeruji besi dan tembok ratapan organisasi, segala kenikmatan akan
dibatasi. Tahanan organisasi tak akan mudah untuk keluar, selama namanya masih
tercatat di SK struktural.
Mengikuti sebuah
organisasi adalah cara terbaik untuk merugikan diri sendiri. Hal ini karena
kebanyakan dalam sebuah organisasi malah cenderung seperti event organizer
(EO) ketimbang menjadi tempat diskusi dan aktualisasi.
Bahkan, bila
mengatakan bahwa mengikuti organisasi demi memperluas relasi, rasanya seperti
Mugen Tsukoyomi, hanya ilusi.
Belum lagi jika
dipaksa kerja sendiri saat para jajaran malah ikut lomba lari, lari dari
organisasi. Seharusnya di organisasi perlu diadakan pelatihan paranormal karena
jajaran struktural suka menghilang seperti makhluk astral.
Sering
terdengar juga di telinga bahwa organisasi itu harus menciptakan sebuah lingkar
diskusi. Lagi-lagi impian ini masih belum termanifestasi.
Nyatanya,
kajian diadakan, pamflet disebarkan, pemateri kesepian, peserta asik makan
gorengan, dan demisioner yang memandang dari kejauhan dengan tawa kejahatan pun
mengatakan, "Lanjutkan."
Lingkar diskusi
pun jarang diminati lalu perlahan mati. Mahasiswa pun sepertinya telah
menerapkan konsep lingkaran anti beruang laut yang termuat dalam majalah Fake
Sience Monthly, jadi hal ini pun rasanya juga telah dilakukan organisatoris
untuk menghindari lingkar diskusi.
Kini, di usia
remaja bertulang lansia, mengikuti organisasi mulai terasa sia-sia. Tak merasa
banyak hal yang didapat, hanya sambat dan perlahan kehilangan akal sehat.
Manajemen waktu
kian tak tertata, jam tidur mulai tak merata, hingga kantung mata pun punya
kantung mata. Akhirnya, tubuh pun memimpikan untuk mendapat waktu rebahan tanpa
memikirkan aktivitas yang menyibukkan dan melelahkan.
Organisatoris
juga butuh waktu istirahat. Bung Karni saja selalu berkata "Kita rehat
sejenak" saat para bintang tamu Indonesia Lawyers Club sedang
asyik-asyiknya berdebat.
Jangan paksakan
organisatoris untuk terus bekerja, sebab di organisasi pun tidak ada BPJS atau
asuransi Jasa Raharja. Jangan sampai jumlah manusia mengalami penurunan kuota,
saat organisatoris dibuat lelah dan berubah dari manusia menjadi makhluk
avertebrata.
Hal ini akan
menjadi antitesis teori Darwin nantinya. Gara-gara kelelahan, akhirnya membuat
organisatoris bukan lagi berasal dari spesies primata, melainkan berevolusi
menjadi seekor cacing pita. Yah, beginilah nasib organisatoris sang siluman
cacing pita, kurang cinta kenyang derita.
Warung
Organisasi
Mungkin ada di dalam
benak para pembaca, "Tulisanmu hanya berisi masalah yang sama!"
"Ketika
kita sukses, maka berakhirlah sebuah proses," ucap seorang IMMawan yang
hati dan nalarnya susah diakses.
Kata-kata
beliau ini sekilas ada benarnya. Sebuah organisasi memang tempatnya berproses,
bukan tempat yang menjamin kehidupan anggota agar menjadi sukses.
Sukses adalah
buah dari pohon usaha yang ditanam dengan penuh susah payah. Jika seorang
anggota merasa tak mendapat buah, berarti dirinya menolak untuk susah dan
itulah yang disebut payah.
Kesuksesan tak
ada yang instan. Jika ada, itu pun hanyalah mie yang dijual di Warung Kelontong
Madura seharga empat ribuan.
Berbicara tentang
warung ini, dari sana kita bisa mengambil hikmah. Tentang sebuah usaha yang tak
pernah tutup sampai sangkakala akan ditiup. Mungkin saja pemilik usaha ini
mantan organisator, atau mungkin dia ini adalah Terminator?
Tapi, terlepas
dirinya mantan organisator atau pun beneran Terminator, pemilik Warung Kelontong
Madura telah berhasil menjadi inspirator.
Terkadang
setiap proses yang melelahkan di organisasi hanya perlu kita nikmati sebagai
sebuah perjalanan. Patrick Star seorang bintang laut yang mendapat penghargaan
sebagai pengangguran terlama pun tetap berusaha demi sebuah piala yang pada
akhirnya ia buang juga beserta bajunya.
Di akhir
episode tersebut, narator Bikini Bottom pun mengatakan bahwa di bawah batu pun,
kemuliaan bisa didapatkan.
Kita memang
bukan Patrick atau seorang pemilik warung Madura yang tadi, tapi kita adalah
buruh kerja rodi yang punya semangat perjuangan abadi. Kita masih berhak
mendapat kemuliaan dari segala upaya yang telah kita lakukan.
Memang
terkadang mengikuti organisasi berujung menjadi sebuah penyesalan, tetapi juga
perlu dicari kembali bahwa setiap pilihan yang disesali tetap akan memberi
pelajaran yang akan membekali. Di organisasi mungkin tidak menjamin akan
memberikan ketenaran, kekayaan, maupun jodoh jika anda seorang jomblo yang
kesepian.
Bisa saja bila
organisasi menjadi rumah kedua bagi mereka yang lelah dengan kuliah, asmara,
maupun keluarga. Sebab, di organisasi juga masih banyak manusia yang kita sebut
"teman" untuk diajak curhat di perkopian, diskusi keilmuan, atau
hanya sekedar di-roasting agar timbul gelak tawa persaudaraan.
Yah, organisasi
juga bisa seperti warung-warung pada umumnya. Menyediakan segala hal tergantung
apa yang dicari oleh si pelanggan. Ketika hal yang dicari tidak didapatkan,
bukan warungnya yang harus disalahkan.
Bisa saja
pemiliknya yang malas untuk menyediakan atau sang pelanggan sendiri yang masih
kebingungan. Atau, mungkin si pelanggan tidak mendapat barang yang diinginkan
karena dirinya tak punya cukup uang. Maka seharusnya sang pelanggan harus
menabung dan bersabar demi sebuah barang yang ingin dia dapatkan.
Dengan
demikian, benar kata IMMawan di atas bahwa berorganisasi adalah sebuah proses.
Jangan salahkan organisasi jika tak ada yang kau dapatkan, tapi introspeksi
dirimu yang terlalu nafsu dengan hasil tanpa ada usaha dan kesabaran.
Setiap langkah
dalam kehidupan selalu punya hikmah yang disembunyikan oleh Tuhan. Manusia
tidak pernah tahu, karena manusia bukan tahu bulat yang digoreng dadakan.
Akan tetapi,
manusia masih bisa untuk mencari tahu dan membulatkan tekad. Sehingga dengan
mental yang kuat setiap masalah yang datang dadakan sekalipun akan mudah untuk
terlewat.
Sekali lagi
tulisan ini tak berisi materi yang berbobot dan pembahasan yang abot.
Tulisan ini lahir dari sebuah ketidakjelasan pemikiran seorang IMMawan. Namun,
dalam tulisan ini tetap berusaha memberikan pelajaran dengan sedikit lawakan di
setiap tetes air pegunungan. Mengajak teman-teman untuk membuat tulisan, meski
tak punya keahlian maupun kaya dengan segudang bahan bacaan.
Akhir kata,
tulisan ini akan ditutup dengan bacaan doa makan, "Allahumma baarik lanaa
fiimaa rozaqtanaa wa qinaa 'adzaa bannaar."
Kenapa ada doa
makan? Karena mulai sekarang, semoga kalian akan memiliki nafsu makan dan lapar
dengan keilmuan. Menjaga agar lauk pauk
intelektual tidak basi dan terus mengonsumsi lingkar diskusi di Warung
Organisasi.