Menjadi Kader yang Taat
Foto oleh Brett Sayles |
Penulis: Nur Hafidzatul Ilma Alfidyah (Sekretaris Umum Koorkom IMM UINSA)
Selamat
bergabung menjadi bagian dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, ya, ucapan itu
kerap dilontarkan dalam proses penyambutan. Sebagian dari kami sudah menyiapkan
diri untuk bermain dengan budaya baru, berdialektika, serta
bertukar gagasan dengan kawan dari berbagai macam cara pandang.
Namun,
pertanyaannya apakah ketika sudah menjadi bagian kelompok, mampu berkontribusi,
menggores warna, serta beradaptasi dengan lingkungan baru? Ah, mungkin belum
juga setengah perjalanan sudah mewartakan sesuatu yang dianggap aneh dalam ikatan
ini.
“Eeh,
organisasi apa ini? kelasnya mahasiswa, kok retorikanya di bawah
organisasi pelajar”
“Memangnya
yang bisa didapatkan apa? Secara dinamika juga lebih klasik!”
Yah,
kurang lebih celotehnya itu yang mengawang dalam pikiran, ketika
Individu meneruskan tongkat estafet organisasi pada tingkat mahasiswa.
Fenomena tersebut bersifat subjektif, ketika mengalami transisi dari dua
organisasi yang notabene sedikit berbeda.
Mungkin,
lebih tepatnya naik satu strata yang bisa dikatakan lebih tinggi secara tingkat
pendidikan. Praduga dan keraguan seperti “Apakah ini perubahan mengarah ke
vertikal? Atau sejajar horizontal? Apakah bersifat progressive atau
malah regressive?” Mungkin dalam tulisan ini tidak akan menemukan
sesuatu yang dianggap solutif, hanya saja mungkin bisa menjadi jembatan menuju
gerbang sedikit lebih terang.
Organisasi
mahasiswa
serta organisasi
pelajar
memiliki segelintir perbedaan esensi, toh Individu di dalamnya juga
berbeda strata. Perbedaan pola pikir, serta retorika menjadi salah satu faktor
pembedanya. Oleh sebab itu, Individu yang sudah berkecimpung jauh di organisasi
pelajar dapat menemukan ciri yang cukup signifikan. Sehingga
menjadi nilai plus dan minus ketika beradaptasi dengan organisasi mahasiswa
ini.
Padahal individu yang bersedia menyelami itu, bak
mencari jarum dalam jerami akan menemukan hidden gem di dalam tubuh
Ikatan ini. Bagaimana caranya? Niat serta ketulusan berada di dalam
lubuk hatiiIndividu masing-masing. Kalau menanyakan tolak ukurnya apa, patokannya
yang dapat meraba kan diri sendiri!
Dalam
proses perjalanannya setiap individu yang sedang menyelami organisasi mahasiswa
ini. Ya, di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah akan menemukan beberapa hal ajaib dalam
setiap dinamikanya.
Jika
ada yang mengatakan merelakan diri bergabung dengan organisasi sama dengan
menumbalkan dirinya ke dalam jurang masalah, anggap saja benar. Bukannya suatu
kebenaran milik masing-masing individu?
Bebas
saja jika ingin menilai sesuatu bukan? Ikatan ini
identik dengan semboyan “Anggun dalam moral, unggul dalam intelektual”. Memahami serta mengaktualisasikan
nilai baik di dalamnya, berkaitan dengan keagamaan, kemanusiaan, serta intelektual.
Ketika
seorang kader
maupun jajaran memulai perjalananya, seperti di masa setelah pelantikan,
beberapa kegiatan perkaderan seperti Darul Arqam Dasar, Upgrading, beberapa
kajian perkaderan, misalnya. Dalam kegiatan tersebut, sebagian besar individu merasa
adanya formula paksaan yang membiusnya sehingga ia merelakan dirinya mengikuti
kegiatan terebut.
Apa
lagi kalau bukan dengan kekuatan rayuan teman sebaya, beserta jajaran. Namun,
formula awal rupanya bekerja dengan baik sebagai upaya melanggengkan
tujuan regenerasi serta penggerak komisariat salah satunya.
Tentu saja berhasil membius individu untuk cinta kepada ikatan
ini. Adanya cinta tersebut, secara tidak langsung individu
akan bersedia dengan cuma-cuma mengorbankan waktu hingga materi yang ia punya.
Dengan
demikian, hal tersebut ternyata sudah diramalkan jauh oleh Gramsci. Menurut filsuf
Marxis itu, hegemoni merupakan sebuah konsensus dimana ketertundukan diperoleh
melalui penerimaan ideologi kelas yang menghegemoni oleh kelas yang
terhegemoni. Hegemoni bukan hubungan dominasi dengan kekuasaan, tetapi hubungan
persetujuan dengan menggunakan kepemimpinan politik dan ideologis. Namun, ini bukan
soal hegemoni, bukan mengenai penjajahan ideologi dan ketidaksadaran individu
dalam menyetujui sesuatu.
Seiring
berjalannya periode ke periode, IMM diharapkan memberikan warna yang sesuai
dengan landasan baik Islam, Muhammadiyah, dan IMM untuk anggota Ikatan ini. Hal
tersebut termasuk penguatan ideologi baik melalui perilaku maupun mindset, tidak
lupa dengan penguatan ukhuwah antar kader. Merangkul adik serta teman sebayanya.
Pentingnya kaderisasi merupakan suatu dianggap solutif, kiranya sebagai upaya
mencetak kader paling taat.
“Masuk
IMM itu berposes, caranya berproses? Ya, rajin kajian, ikuti kegiatannya!”
Kurang
lebihnya begitu sabda seseorang dalam mengajak kawannya, agar tetap istiqomah
dalam ber-IMM. Dalam proses ber-IMM terdapat dua hubungan yang familiar, habluminallah
dan habluminannas.
Dalam
prosesnya, sedikit tersentil tentang gagasan filsuf Jerman yang secara latar
belakang keluarga yang dianggap taat, tetapi dirinya memilih untuk menjadi
ateis. Nieztsche mengungkapkan amarahnya kala itu atas perbuatan manusia yang
mengatasnamakan Tuhan demi sebuah kepentingan.
Fenomena
tersebut secara sadar atau tidak menginfeksi di tubuh ikatan
ini. Kala beberapa oknum yang memiliki kepentingan tertentu merebutkan
kekuasaan. Salah satu fenomena yang terbesit saat ini adalah ketika dimana oknum
dengan membawa beberapa kepentingan kotor itu mengatasnamakan Tuhan dalam hari
pengikraran untuk mewujudkan misi “Intelektualitas, religiusitas, serta
humanitas” seperti yang digaungkan ikatan.
Justru menjadikan Tuhan sebagai alat
untuk membius individu lain agar percaya sehingga memberikan kepercayaan penuh
dalam mengemban amanah selama masa kepemimpinan. Hal tersebut rupanya seringkali
terjadi dalam lingkungan politik lainnya, beberapa oknum pejabat negara yang
digunakan untuk mewujudkan misi kotornya. Naas, agama menjadi alat kejahatan
terselubung di balik sesuatu yang baik.
Dari
beberapa kejadian tersebut, fenomena nihilisme yang digagas oleh Nietszche
kala itu, rupanya relevan menggambarkan kondisi seperti ini. Nihilisme yang
diungkapkan oleh Nietszche adalah kondisi dimana runtuhnya seluruh nilai dan
makna atau istilah lainnya, ketika manusia kehilangan nilai-nilai dan makna
kebenaran. Hal tersebut merupakan citra buruk beberapa oknum kotor yang
menjadikan IMM sebagai ladang melancarkan aksinya, sayang sekali ikatan
suci ini digauli oleh oknum less morality value.