Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Quo Vadis Kaderisasi Kita?



Penulis: Habib Muzaki (Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan Koorkom IMM UINSA)


Salah satu momen epic di dalam serial kartun anime One Piece adalah ketika Mugiwara dkk pergi untuk menyelamatkan Nico Robin dari eksekusi mati World Government (Pemerintah Dunia). Dari sana, kita dapat melihat etos kebersamaan yang sangat tinggi.

Berani melawan World Government sama artinya dengan mempercepat malaikat Izrail menjemput mereka. Meskipun saya ragu yang mencabut nyawa di anime ini bukan Izrail melainkan Eiichiro Oda, sang mangakanya sendiri.

Jika untuk keselamatan, sebenarnya mereka dapat memilih untuk tidak menyelamatkan Robin. Terus saja berlayar menggapai keinginan yang lain, yang lebih rasional, lebih aman, dan lebih menguntungkan.

Namun, mereka tidak melakukannya. Sebuah hal yang juga saya lihat di dalam diri kader-kader IMM hari ini. Siang-malam rapat, pagi-pagi menyebar proposal, menyita waktu luang untuk sekedar bermalam minggu, sendirian malam hari otw dari pucuk Kota Sidoarjo ke Kantor Sekretariat di Surabaya untuk keperluan ikatan, dsb.

Padahal mereka bisa saja memilih untuk tidak mengurus ikatan sama sekali. Memilih untuk rebahan saja di rumah, menonton film terbaru dari website ilegal, sampai berbucin dengan gebetan lewat WhatssApp. Namun sekali lagi, mereka tidak melakukannya.

Meskipun kader-kader IMM tidak sampai melawan Pemerintah Dunia, namun esensinya sama: Pengorbanan! Selalu ada yang dikorbankan ketika menginginkan sesuatu, saat memiliki tujuan tertentu.

Organisasi adalah tempat individu-individu berkumpul untuk mewujudkan tujuan yang sama, disamping mereka juga memiliki tujuan pribadi.

Tapi satu hal yang perlu diingat. Bahwa mewujudkan tujuan organisasi itu tidak bisa sendirian. Perlu teman, perlu rekan, perlu kawan.

Jadi, jika komisariatmu mulai sepi dari kegiatan yang mempertemukan kalian. Hal ini wajib dipertanyakan. Mengapa? Mengapa teman-teman susah diajak berkumpul sementara komisariat yang lain sedang mesra dalam acara bakar-bakar.

Beberapa kader juga mungkin mempertanyakan kenapa komisariat jarang kajian, mengapa acara-acara organisasi sepi, mengapa seakan tidak punya teman disini, dsb. Sedangkan melihat ogranisasi lainnya, rasanya terlihat luar biasa.

Bagaimana mewujudkan tujuan organisasi, kalau tidak bersama? Terlebih saat kita sudah berusaha totalitas sebanyak hujan yang jatuh berkali-kali. Sementara ia malah cosplay senja yang terlihat indah, namun hanya ada untuk sementara.

Sebagai kader yang bukan instruktur, penulis sendiri memiliki gagasan terkait hal ini. Kalau salah, ya semoga para instruktur sebagai harapan masa depan IMM berkenan membalas tulisan ini dengan sebuah karya tulis. Btw, pengurus website ini menunggu tulisan para instruktur untuk hadir di meja redaksi.

Kembali ke topik. Bagaimana cara mewujudkan kebersamaan di dalam organisasi? Yang nantinya kebersamaan ini menjadi modal penting untuk mewujudkan tujuan bersama.

Jawabannya mungkin ada di membangun kebersamaan. Meskipun bukan satu-satunya cara, namun efektivitasnya luar biasa. Sependek yang penulis ketahui, kebersamaan tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Ia, harus diusahakan untuk ada.

Penulis jadi ingat cerita seorang ketua umum yang hampir di setiap ia selesai kuliah, mampir ke kost-kostan kadernya. Ada juga seorang ketua angkatan yang dari Kampus II, mampir ke Kampus I hanya untuk ngopi dengan teman sesama IMM. Sebuah upaya menebas jarak untuk membangun kedekatan.

Dulu, pernah diadakan sebuah acara ngopi kader. Acara untuk perkenalan kader baru dan pengurus komisariat. Waktu itu hujan lebat, hanya memesan minuman jelas akan membuat lapar sepulang acara.

Satu teman saya, berinisiatif mengajak kader-kader baru ke sekretariat untuk makan-makan. Para pengurus yang ada, urunan seadanya dari sangu mereka yang tidak seberapa itu untuk bahan masakan. Kami masak bersama, makan bersama, ghibah bersama. Sembari mengenalkan, “Kantor sekretariat ini, rumahmu dek, jangan sungkan-sungkan ya main kesini.”

Penulis juga teringat pada situasi pandemi lalu yang membuat kita sulit untuk bertemu secara intens. Karena hal ini, maka sulit membangun chemistry antar kader. Saat chemistry ini diperlukan, misalnya saat ingin membangun gerakan, alhasil gerakannya macet.

Seorang immawati, pergi seorang diri ke luar kota. Dari Surabaya ke Lamongan, Gresik, Kediri ia tempuh untuk menemui teman-temannya. Hal yang demikian untuk apa kalau bukan untuk membangun kedekatan?

Sekarang, pandemi telah usai. Semuanya seharusnya mudah untuk bertemu, tidak terlalu dibatasi jarak dan waktu seperti dulu. Tapi beberapa masih merasa kesulitan untuk membangun kebersamaan dan meningkatkan intensitas untuk bertemu. Beberapa yang lain bahkan berpikiran untuk apa? Tidak penting!

Sulit memang. Tapi kalau dipikir-pikir, banyak hal yang sulit dan mustahil namun dapat terjadi. Penaklukan Konstatinopel adalah hampir mustahil ketika Nabi mengatakannya di tengah Perang Khandaq dalam kondisi yang sangat sulit. Memerdekakan diri dari penjajah juga bukan hal yang mudah dibayangkan mengingat banyaknya track record penjajah dalam meredam pemberontakan.

Kalau berbicara soal kegagalan, penulis jadi penasaran. Apa yang dipikirkan J.K. Rowling saat masa-masa dimana tulisan Harry Potter­-nya ditolak penerbit besar sebanyak 12 kali? Apakah Abbas bin Firnas masih membayangkan bahwa manusia dapat terbang ketika percobaannya untuk terbang gagal dan malah memberikan cidera? Bagaimana perasaan Thomas Alva Edison ketika gagal menyalakan bola lampu di percobaan ke 800-nya?

Kegagalan ya? Rasanya, ia adalah teman akrab bagi mereka yang selalu menetap di bawah satu atap ikatan. Meskipun, tidak semua hal harus berhasil juga sebenarnya. Namun, apa salahnya terus mencoba? Kalau masih juga gagal. Siapa tahu ini menjadi kesempatan untuk menguji diri, bisakah mengupayakan cara-cara baru di tengah kondisi yang demikian?

Seperti cerita teman saya beberapa waktu lalu, yang berpendapat bahwa kebersamaan itu penting, bukan hanya untuk sesama pengurus organisasi saja. Namun juga untuk pengurus organisasi dan kader baru.

“Rapat persiapan acara Darul Arqam Dasar boleh ramai, namun dekat dengan kader juga penting,” ujarnya yang gelisah dengan kondisi komisariatnya. Beberapa kali upaya untuk merubah hal tersebut masih saja gagal. Saya sendiri, juga tidak memiliki solusi.

Sampai pada sebuah diskusi bersama teman saya yang lain. Ia, menyarankan bagi para kader IMM untuk mengkaji serial One Piece bersama-sama.

Lihat saja Mugiwara dkk, mereka sangat mencerminkan upaya humanitas di banyak kisah petualangannya. Mulai dari pembebasan Alabasta dari konspirasi jahat Crocodile, pembebasan Dressrosa dari penjajahan Doflamingo, sampai pembebasan Wanokuni dari rezim otoriter Kaido.

“Mereka bisa, karena bersama,” ujarnya. Jadi, mau dibawa kemana kaderisasi kita? Kalau upaya membangun kebersamaan saja masih mandek.