Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sajak-sajak Mengajak, Puisi-puisi Terkasih


Penulis: Mohammad Rizal Abdan Kamaludin (Ketua Umum IMM Saintek)

 

Gaji Pokok Penyair

 

Bisakah gaji pokok diberikan kepada penyair? 

Mungkin dari perusahaan yang ditinggal pemiliknya

Dari toko yang bangkrut sebab kalah bersaing

Dari pengkhianatan rekan satu kerja

Atau dari harapan-harapan tinggi rakyat yang tidak direalisasikan pemimpinnya.

Sebab bukankah tugas penyair adalah membuat puisi? 

Juga keadilan hati?

 

***

 

Penyair Pemimpi

 

Perihal pemimpi, tak ada yang setengah hati

 

Lalu apakah salah 

Jika tidak ada lagi seseorang yang peduli

Mengenai idealisme diri yang egois

Bahkan ketika engkau tahu semuanya serba kapitalis

 

Lalu benarkah lebih baik mengejar mimpi

Daripada bekerja dari pagi sampai pagi

Untuk sesuap nasi

Atau kesenangan pribadi

 

Ia peduli

Bahkan memaki

Semua orang pemimpi

Yang malamnya penuh dengan api

 

Ia goyah

Mimpinya yang gagah

Seakan tak lagi merekah

Sebab banyak yang tidak searah

 

Tak apa jika engkau goyah

Tak apa meski tak ada yang peduli

Itu arahmu, itu kisahmu, itu cintamu

Bisa saja itu arah jalan pulangmu

 

Pulang. Pulang sudah semua.

Kembali. Utuh lagi. Para Pemimpi.

Namun ingat satu hal ini.

Memangnya ada penyair yang setengah hati?

 

***

 

Sajak-sajak Mengajak, Puisi-puisi Terkasih

 

Lembaran-lembaran itu mengajarkanku

Bagaimana jumlah tidak selalu menang dalam memikat hati

Ketika makna dan mimpi dihargai

Tiada lagi orang yang merugi

 

Namun kenyataan itu pahit

Hanya sedikit orang yang mau berpikir keras

Memahami setiap remahan makna

Dari lembaran yang tersusun satu per empat dari Novel itu

 

Buku itu tipis

Setipis jiwa yang pasrah setelah mendapat luka

Atau setipis angin yang dengan lembut membelai jendela

Meski begitu si penulis tetaplah menulis

 

Mengenai arti dari lubuk hati

Melalui perenungan begitu dalam

Sajak-sajak mengajak

Puisi-puisi terkasih.

 

***

 

Berapa Halaman?

 

Seorang biasa yang menenun kata di balik kokohnya buku-buku itu

Wawasannya luas

Pengalamannya dalam

Kata-katanya indah

 

Buku 300 halaman itu lebih pantas

Buku-buku tebal nan kokoh itu lebih laris

Jika buku 50 hingga 100 halaman saja?

Siapakah mau membeli buku ini?

 

Adakah? kurasa beberapa

Memangnya ada?

Hanya tiga

Kekasih si penyair, pengagum kata, dan hati yang patah. 

 

***

 

Sembuh

 

Sudah usai kukira

Tiada lagi makna

Entah tersurat

Ataupun tersirat

 

Pada perenungan yang begitu dalam

Suatu titik puncak dalam keheningan

Bahkan dengan atau tanpa-mu

Kurasa semuanya sama

 

Sama ketika semua keraguan ini menjadi satu yang patuh

Sama ketika semua rasa yang pudar menjadi utuh

Sama ketika aku yang dulu pernah sembuh

Menjadi sembuh yang utuh meski tak patuh.

 

***