Peringatan kepada Para Orang Tua
Sumber: pixabay.com |
Penulis:
Abdillah Rosyid Tamimi (Anggota Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan IMM
Al-Farabi)
بسم الله الرحمن الرحيم
لاحول ولا قوة الا بالله العلي العظيم , أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ
. أَمَّا بَعْدُ
Ibu adalah guru
pertama dan utama bagi seorang anak. Sedangkan Ayah adalah kepala sekolah bagi
seorang anak. Orang tua memiliki peran penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan manusia.
Maka dari itu,
membangun rumah tangga tidak hanya tentang dua hati yang saling mencintai. Akan
tetapi perlu dipikirkan juga tentang anugerah yang diberikan oleh Allah Swt
berupa anak.
Yang menjadi
pertanyaan adalah apakah calon orang tua sudah siap apabila diberikan anugerah
berupa anak oleh Allah Swt?
Hal ini
tentunya harus menjadi perhatian, khususnya oleh kalangan yang akan membangun
bahtera rumah tangga. Orang tua harus mampu menjadi suri tauladan yang baik dan
benar sesuai ajaran Islam.
Bahkan orang
tua juga harus mampu memikirkan tentang masa depan anak. Allah memberi
peringatan kepada orang tua dalam Q.S. An-Nisa ayat 9 yang berbunyi:
وَلْيَخْشَ ٱلَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا۟ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَٰفًا خَافُوا۟ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْيَقُولُوا۟ قَوْلًا سَدِيدًا
Yang artinya “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
Banyak sekali
tafsiran mengenai ayat tersebut, salah satunya tafsir dari Ibnu Katsir yang
menjelaskan ayat tersebut tentang harta warisan yang ditinggalkan untuk anak
keturunan. Ayat tersebut juga bisa dikorelasikan dengan peringatan kepada orang
tua.
Makna dari,
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka…” adalah hendaklah para orang tua takut kepada Allah Swt
jika mereka meninggalkan anak keturunan yang lemah.
Maka, hendaknya
mereka memikirkan kesejahteraan masa depan anak keturunan mereka. Maksud dari
lemah di sini bukan hanya lemah harta, tapi juga lemah akidah, lemah moral,
lemah ilmu, bahkan lemah sosial. Naudzubillah min dzalik.
Akidah menjadi
aspek dasar dalam agama Islam. Akidah mencangkup tauhid dan pembahasan mengenai
iman dan ihsan. Lemahnya akidah bisa menjadikan anak itu kafir, fasik, musyrik,
bahkan murtad.
Perlu diketahui
jika manusia itu mencapai dosa syirik saja bisa menjadikan dosa syirik itu
tidak akan terampuni dosa tersebut. Lalu jika anak itu lemah harta, akan
menjadikan anak itu miskin dan menjadi peminta-minta.
Dalam riwayat
Imam Ahmad dalam Musnad No. 17508, Yahya bin Adam dan Yahya bin Abi Bukair
menuturkan kepada kami, mereka berdua mengatakan, Israil menuturkan kepada
kami, dari Abu Ishaq, dari Hubsyi bin Junadah ra, ia berkata: Rasulullah Saw
bersabda, “Barangsiapa yang meminta-minta padahal ia tidak fakir maka seakan-seakan
ia memakan bara api”.
Hadits ini juga dikeluarkan juga oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahih Ibnu Khuzaimah (No. 2446), Ath-Thahawi dalam Syarah Ma’anil Atsar (No. 3021), serta Ath-Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir (No. 3506).
Maka dari itu
memiliki mentalitas sebagai peminta-minta sangat tidak dianjurkan. Bahkan
seharusnya dihindari perbuatan seperti itu. Kemudian jika anak itu lemah ilmu
maka ia akan di ambang kehancuran dalam masa depannya.
Mengapa
demikian? Karena dengan ilmu, masa depan akan menemui kesuksesan, dan tanpa ilmu,
kesuksesan masa depan hanyalah sebuah angan-angan.
Orang yang
berilmu banyak memiliki keutamaan seperti di dalam Tanqih al-Qoul al-Hatsits bi
Syarh Lubab al-Hadits karya Imam Nawawi dimana isinya tentang Nabi Saw
bersabda, “Tidurnya seorang yang berilmu (yakni orang alim yang memelihara adab
ilmu) lebih utama dari pada ibadahnya orang yang bodoh (yang tidak
memperhatikan adabnya beribadah).”
Hingga
keutamaan yang lain juga termaktub dalam Q.S. Al-Mujadalah ayat 11, bahwasanya
Allah mengangkat derajat orang orang yang berilmu.
Kemudian lemah
moral atau lemah akhlak. Contoh jika anak itu lemah moral seperti demi sebuah
konten, sorang anak menyuruh neneknya mandi dengan lumpur. Hingga permasalahan
yang terjadi belakangan ini yaitu gangster dan perundungan.
Nabi Saw
bersabda:
أكملُ المؤمنين إيمانًا أحسنُهم خُلقًا
“Kaum Mu’minin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya” (HR. Tirmidzi No. 1162).
Kedudukan moral
atau akhlak sangat penting dalam agama Islam, ukuran keimanan hamba salah satunya
dilihat dari akhlaknya. Bahkan Rasulullah Saw diutus oleh Allah Swt hanya untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia.
Dan, yang
terakhir yaitu lemah sosial juga akan berdampak sangat buruk bagi kehidupan
seorang anak. Lemah sosial akan menjadikan anak itu menjadi sampah masyarakat,
susah bergaul atau mendapatkan relasi, bahkan bisa jadi menjadikan anak itu
memiliki sifat individualisme yang tinggi.
Manusia sendiri
disebut makhluk sosial yang akan senantiasa membutuhkan bantuan orang lain
dalam hidupnya. Rusaknya sosial pada diri manusia akan menyalahi kodrat manusia
sebagai makhluk sosisal.
Dari pemaparan
makna Q.S. An-Nisa ayat 9 tersebut, sudah seharusnya orang tua atau calon orang
tua lebih mempersiapkan lagi mengenai kehidupan anak. Jangan sampai
meninggalkan anak keturunan yang lemah dalam hal apa pun.
Dalam ceramah
yang pernah disampaikan oleh Syekh Ali Jaber, beliau menjelaskan bahwa
Rasulullah Saw bersabda pada hadis tentang orang tua yang menelantarkan
anaknya.
Hadis itu berbunyi, “Seseorang dikatakan telah cukup berbuat dosa bilamana menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggungannya.” (H.R. Abu Daud dan Nasa’i).