Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Seberat Apapun Masalah dan Kesedihan Kita? Al-Qur’an Punya Jawabannya

Foto oleh Abdulmeilk Aldawsari


Penulis: Abdillah Rosyid Tamimi (Anggota Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan IMM Al-Farabi)

 

بسم الله الرحمن الرحيم

لاحول ولا قوة الا بالله العلي العظيم , أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ . أَمَّا بَعْدُ

Tidak ada manusia yang hidup tanpa ada masalah, setiap manusia pasti punya masalah. Suami yang bermasalah dengan istri, anak yang bermasalah dengan orang tua, hingga permasalahan yang terjadi baik di rumah, di jalan, maupun di tempat kerja.

Manusia sejatinya tidak akan pernah luput dari yang namanya masalah. Seperti yang telah dijelaskan pada Q.S. Al-Mulk ayat 2 yang berbunyi:

ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْغَفُورُ

Artinya: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Dia (Allah) pasti akan menguji hambanya. Akan tetapi tidak untuk menjatuhkan hambanya, melainkan untuk menguji keimanan dan ketakwaan hambanya. Memang seharusnya setiap manusia juga harus memahami bahwa Allah tidak akan membebani hambanya di luar batas kemampuan hamba-Nya, seperti pada firman Allah pada Q.S. Al-Baqarah ayat 286 yang berbunyi:

لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ

Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…”

Maka dari itu setiap manusia harus mampu memahami bahwa setiap masalah yang terjadi pasti memiliki solusinya dan dengan masalah itu akan menjadikan manusia yang berhati kuat. Lalu bagaimana menemukan solusi yang tepat atau solusi apa yang ditawarkan Al-Qur’an dalam menghadapi setiap masalah yang terjadi?

Solusi yang pertama yaitu dekat dengan Al-Qur’an, yang artinya menjadi pribadi yang cinta akan Al-Qur’an. Kewajiban umat muslim terhadap Al-Qur’an ada tiga yaitu membaca, mengkaji atau memahami, dan mengamalkan pengajaran dari Al-Qur’an.

Al-Qur’an sangat mampu menjawab permasalahan yang dialami oleh manusia, bahkan dengan Al-Qur’an bisa menjadi penolong bagi umat manusia yang mencintainya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S.  Tahaa ayat 124 yang berbunyi:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُۥ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ أَعْمَىٰ

Artinya: “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta."

Ayat tersebut mengandung sebuah peringatan yang tegas dari Allah SWT. Makna dari “Peringatan-Ku” adalah kitab Allah yaitu Al-Qur’an. Siapapun yang berpaling atau menjauhkan diri dari Al-Qur’an, maka sungguh seseorang itu akan menjumpai kehidupan yang sempit.

Kehidupan yang sempit bukan hanya mengenai tentang harta atau tahta, bahkan bisa jadi tidak ada ketenangan dalam hatinya. Bukan hanya itu, kehidupan yang dimaksud mungkin tidak hanya sebatas di dunia. Akan tetapi pada hari pembalasan mereka yang menjauhkan diri dari Al-Qur’an akan dikumpulkan dalam keadaan buta.

Solusi yang kedua yaitu mendirikan sholat dengan khusyuk. Mengapa sholat menjadi salah satu solusi yang ditawarkan Al-Qur’an untuk menyelesaikan masalah? Sejarah mengenai Isra’ Miraj yang dilatarbelakangi dengan tahun ‘Ammul Khusni menjadi jawaban atas pertanyaan itu.

Sebelum Nabi Muhammad SAW mengalami kejadian tersebut, Rasulullah berada dalam keadaan sedih yang sangat mendalam. Pada tahun ke-10 dari kenabian Muhammad SAW, Nabi Muhammad ditinggal wafat oleh paman yang selalu membantu perjuangan dakwah Rasulullah yaitu Abu Thalib.

Berselang tiga hari setelah wafatnya Abu Thalib, Nabi Muhammad juga ditinggal wafat oleh istri beliau yang sangat beliau cintai yaitu Sayyidah Khadijah. Dan, tidak sampai di situ, pada saat itu juga perekonomian umat muslim diboikot oleh orang-orang kafir Quraisy.

Tentunya dari ketiga kejadian tersebut menjadi pukulan yang sangat mendalam bagi Nabi Muhammad SAW, hingga tahun itu disebut dengan ‘Ammul Khusni (tahun kesedihan). Dan, setelah itu Nabi Muhammad SAW mengalami peristiwa Isra’ Miraj.

Isra’ Miraj adalah ketika Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan ditemani oleh malaikat Jibril As mulai dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa. Kemudian dari Masjidil Aqsa menuju Sidratul Muntaha.

Pada saat berada di Sidratul Muntaha itulah Nabi Muhammad SAW mendapatkan perintah dari Allah SWT, yaitu perintah sholat 50 waktu dalam sehari. Namun pada saat itu juga Rasulullah mempertimbangkan kemampuan umatnya, akhirnya perintah sholat diringankan menjadi lima waktu dalam sehari.

Dari peristiwa Isra’ Miraj tersebut dapat diambil sebuah pelajaran. Pada saat Nabi Muhammad SAW mengalami kesedihan yang sangat mendalam dan musibah yang sangat besar, Nabi Muhammad mengalami Isra’ Miraj.

Lalu bagaimana dengan kita sebagai umat Rasulullah SAW? Apa yang harus kita lakukan? Jawabannya adalah mendirikan sholat. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S.  Al-Baqarah ayat 45 yang berbunyi:

وَٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلْخَٰشِعِينَ

Artinya: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan, sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',”

Diperkuat lagi dengan sabda Rasulullah, “Assholatu Mi’rojul mukminin” yang artinya sholat itu mi’rajnya orang orang mukmin.

Maknanya adalah sholat sebagai sarana komunikasi hamba dengan Allah SWT, dan dengan sholat adalah tempat terbaik manusia untuk bercerita suka maupun duka, bahkan memohon (berdoa) untuk meminta sesuatu. Ikhtiar tanpa doa adalah kesombongan, dan doa tanpa ikhtiar adalah sia sia.

Dan, solusi yang ketiga yaitu beramal shodaqoh dengan hati yang ikhlas. Pikiran kita pasti bertanya, apa korelasi antara shodaqoh dengan solusi dalam menyelesaikan masalah?  Jawabannya ada pada Q.S.  Al-Lail ayat 5–10:

فَاَمَّا مَنْ اَعْطٰى وَاتَّقٰىۙ ٥وَصَدَّقَ بِالْحُسْنٰىۙ ٦فَسَنُيَسِّرُهٗ لِلْيُسْرٰىۗ ٧وَاَمَّا مَنْۢ بَخِلَ وَاسْتَغْنٰىۙ ٨وَكَذَّبَ بِالْحُسْنٰىۙ ٩فَسَنُيَسِّرُهٗ لِلْعُسْرٰىۗ ١٠

Artinya: “Siapa yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa (5) Serta membenarkan adanya (balasan) yang terbaik (surga), (6) Kami akan melapangkan baginya jalan kemudahan (kebahagiaan) (7) Adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak perlu pertolongan Allah) (8) Serta mendustakan (balasan) yang terbaik, (9) Kami akan memudahkannya menuju jalan kesengsaraan (10)

Dari ayat Al-Qur’an pada surat Al-Lail tersebut sangat jelas bahwasanya siapapun yang ingin dimudahkan jalan kehidupannya maka dia harus pandai dalam ber-shodaqoh dengan hati yang ikhlas.

Namun apabila seseorang itu memiliki sifat pelit atau tidak mau ber-shodaqoh terlebih lagi seseorang itu termasuk orang yang berkecukupan, maka seseorang itu akan menemui pada jalan kesengsaraan.

Itulah beberapa solusi yang ditawarkan oleh Al-Qur’an kepada manusia saat berada dalam kesedihan atau permasalahan yang sangat rumit. Terkhusus umat muslim, marilah kita jadikan Al-Qur’an ini sebagai pedoman hidup kita dan Al-Qur’an sebagai jati diri kita.

Bukan Al-Qur’an yang harus mengikuti perubahan dan perkembangan zaman, tapi perkembangan zamanlah yang harus mengikuti Al-Qur’an. Semoga kita semua bisa menjadi pribadi yang qur’ani dan mendapatkan syafaat dari Allah dihari kiamat kelak, Aamiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.

Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA