Menghormati Ilmu dan Guru
Gambar dari sasint, sumber: pixabay.com |
Penulis:
Aria Bagus Iyana, S.Sos*
Para pencari ilmu akan memperoleh manfaat dari ilmunya apabila ia
mengagungkan ilmu dan memuliakan gurunya. Seorang bijak mengatakan, “Seseorang tidak akan sampai pada tujuan
jika tidak disertai dengan penghormatan. Seseorang juga akan terjatuh jika
meninggalkan penghormatan.”
Disampaikan pula bahwa, “Penghormatan
lebih baik daripada ketaatan. Apakah kamu tidak melihat bahwa sesungguhnya
manusia tidak menjadi kafir sebab maksiat, melainkan ia sudah tidak lagi
hormat.”
Dalam sebuah syair disebutkan, “Kulihat hak seorang guru paling
utama di atas hak siapa saja, dan yang
pertama harus dijaga oleh setiap muslim bahwa berhak baginya (guru) dihadiahi
seribu dirham sebagai penghormatan mengajarkan satu huruf.”
Maka sungguh tinggi dan sangat luar biasa derajat seorang guru.
Diceritakan pula oleh Syekh Imam Sadidudin Asy-Syairazi tentang guru-gurunya
yang berkata, “Siapa saja menginginkan anaknya menjadi orang alim, hendaknya
memberi perhatian pada ulama yang tengah mengembara, menghormati, memuliakan,
dan memberi mereka sesuatu. Jika putranya tidak menjadi orang alim, maka cucunyalah
yang akan menjadi orang alim.”
Adapun beberapa adab kepada guru di antaranya, tidak berjalan di
depannya, tidak menduduki tempatnya, tidak mengajak berbicara kecuali diajak
berbicara, dan tidak menanyakan sesuatu perkara ketika sang guru sedang letih
atau dalam suasana hati yang gelisah.
Seorang pencari ilmu harus pandai mencari waktu yang tepat untuk
bertemu dengan sang guru. Lalu menahan diri untuk tidak mengetuk pintu rumahnya
dan bersabar menungu sampai beliau keluar.
Pada intinya, menghormati guru adalah mencari rida sang guru, menjauhi
murka dan amarahnya, tidak membuat hatinya sebal, selalu menaati perintahnya
selama tidak dalam kemaksiaatan, dan yang terpenting pula harus berprasangka
baik kepada sang guru.
Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW, “Seburuk-buruknya
manusia adalah orang yang melepaskan agamanya demi dunia orang lain dan dengan
bermaksiat pada Sang Pencipta.”
Di antara adab yang lain dalam menghormati guru ialah memuliakan anak-anaknya
dan orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan sang guru. Baik dengan
memuliakan mereka sehingga membuat hati guru senang terhadap kita.
Adapun bentuk menghormati ilmu adalah dengan memuliakan kitab dan
buku. Seorang penuntut ilmu hendaknya tidak memegang sebuah kitab kecuali dalam
keadaan suci (mengambil wudhu). Sebagaimana yang dikisahkan oleh Syekh Samsul Aimmah
Al-Hulwani, “Ilmu ini aku peroleh tiada lain karena sebab penghormatan, aku
tidak pernah memegang sebuah lembaran buku kecuali dalam keadaan suci”.
Termasuk pula bentuk penghormatan terhadap ilmu adalah dengan tidak
menjulurkan kaki ke arah buku, memosisikan buku tafsir di atas buku-buku yang
lain, dan tidak meletakkan benda apapun di atas buku seperti botol tinta dan
benda-benda lainnya.
Di antara wujud penghormatan lainnya terhadap ilmu adalah dengan
menulis catatan pelajaran dengan tulisan yang baik. Tidak dengan huruf yang
kecil dan rapat sehingga akan mempersulit ketika membaca ulang. Serta jangan
memilah-memilah catatan.
Disarankan pula untuk tidak mencoret dengan tinta warna merah di atas
lembaran buku. Karena yang demikian adalah kebiasaan filsuf bukan tradisi
ulama-ulama salaf. Termasuk pula sebagai bentuk penghormatan terhadap ilmu adalah
dengan menghormati sesama teman dalam menuntut ilmu.
Maka dari itu, betapa pentingnya adab dalam menghormati guru dan
juga ilmu yang telah kita pelajari agar ilmu tersebut dapat menjadi berkah bagi
diri kita sendiri dan bermanfaat bagi sesama. Semoga dengan menjunjung tinggi
adab, kebijaksanan dan ketawadhuan dapat menghantarkan pada kebermanfaatan ilmu
untuk kita semua.
*Penulis adalah Anggota Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan IMM Ibnu Rusyd Periode 2019-2020 serta Ketua Bidang Tabligh IMM Cabang Ngawi Periode 2020-2021.