Pertumbuhan dan Pola Tasawuf Islam
![]() |
Foto Oleh Tim Mossholder, diunduh melalui pexels.com |
Penulis: Aria Bagus
Iyana, S.Sos*
Tasawuf dalam bahasa Inggris disebut Islamic Mysticism
(mistik
yang tumbuh dalam islam). Adapun tujuan utama seseorang yang mengamalkan ajaran
tasawuf menurut Abdul Hakim Hasan dalam bukunya Al-Tashawwuf Fi-Al Syi’ Al-Arabi adalah untuk sampai kepada Dzat
Al-Haqq atau mutlak (Tuhan) dan bersatu dengan-Nya.
Dari konsep itu, jelas bahwa tujuan utama dari tasawuf adalah untuk sampai kepada Allah
agar mendapat makrifat secara langsung dari Dzat Allah. Bahkan ada yang ingin bersatu kembali dengan Tuhan. Adapun jalan untuk sampai kepada Allah disebut Tarekat (thariqah). Makrifat di
sini bukan melulu hanya berupa pengetahuan semata, namun berupa pengalaman (experience). Yakni ingin bertemu
langsung dengan Tuhan melalui
tanggapan kejiwaannya, bukan melalui pancaindra serta akal.
Tanggapan kejiwaan ini dapat dianalogikan seperti halnya mimpi atau mabuk (ecstasy) jiwanya sampai ke alam lain. Seluruh aktifitas ketasawufan langsung atau tidak langsung
berkaitan dengan tujuan makrifat kepada Allah tersebut. Oleh karena itu lah, Dr. Simuh dalam Sufisme Jawa:
Tranformasi Tasawuf Islam Ke Mistik Jawa mengatakan bahwa aktivitas
ketasawufan hanya bisa dipahami sebagai hal-hal yang berkaitan dengan tujuan
makrifat.
Tasawuf menyuguhkan sebuah konsep tentang cinta. Sebuah konsep yang erat dengan kelembutan dan rasa kepasrahan yang lepas penuh rasa cinta dan kerelaan. Promosinya atas hubungan penuh rasa cinta antara hamba dan Allah Swt inilah yang menyebabkan tasawuf juga
disebut sebagai mazhab cinta.
Salah satu yang mencirikan tasawuf
dari upaya keberagaman biasa adalah bahwa tasawuf memperkenalkan suatu disiplin
yang disebut sebagai suluk. Dalam suluk, tercakup penyelenggaraan ibadah secara
ihsan seperti dirujuk di atas, yang dihasilkan
melalui penerapan mujahadah-upaya
keras penaklukan jiwa rendah (al-nafs
al-ammarah bi al-su’).
Haidar
Bagir dalam Islam Tuhan Islam
Manusia mengatakan bahwa semua itu meliputi
penanaman zuhud (pembatasan konsumsi
sampai tingkat seminimum mungkin), sahar
(mengurangi tidur), shamt (mengurangi
bicara), dan ‘uzlah (mengurangi
pergaulan) serta riyadhah (pelaksanaan
berbagai ibadah sunnah sebagai tambahan yang wajib, termasuk berbagai macam
zikir, doa dan sebagainya).
Setelah penjelasan di atas, penulis
sedikit mengutip bagaiamana makrifat
sebagai rasa sebuah kepasrahan diri kepada Allah Swt. Yaitu dengan harapan rasa penyatuan dan ras keterikatan cinta yang utuh.
Sedangkan dalam ajaran tasawuf memiliki beberapa pokok-pokok ajaran untuk
mencapai makrifat. Salah satu pokok ajaran tasawuf yaitu “Insan Kamil”
sebagaimana logika tasawuf yang percaya bahwa orang bisa langsung berhubungan dengan
alam gaib dan makrifat kepada Tuhan, dipandang sebagai manusia sempurna (insan kamil).
Maka manusia sempurna menurut ajaran
tasawuf adalah orang suci yang kehidupannya memancarkan sifat-sifat keilahian
atau bahkan merupakan penjelmaan Tuhan di muka bumi sebagaimana dianut oleh
paham union mustik yang dianut oleh
Hallj, Ibn Arabi, Hamzah Al-Fansuri, Syamsudin Pasai, dan lainnya. Menurud Ibn
‘Arabi, puncak kemuliaan manusia sesuai dengan hadis takhallaqu bi akhlaq Allah adalah berakhlak dengan akhlak Allah Swt
dan Nabi Muhammad Saw adalah manifestasi puncak dari akhlak Allah.
Salah satu tokoh tasawuf yang ingin
penulis singgung di sini adalah konsep bertasawuf yang
dibawa oleh Imam Ghazali. Sebagai seorang penganut tasawuf, Al-Ghazali memegangi penghayatan
yang bersifat mistis atau penghayatan jiwa ini sebagai kebenaran yang bersifat
mutlak. Hasil penghayatan mistis ini dipandang sebagai dalil
yang menyakinkan levelnya lebih tinggi, dan dalil para
ahli kalam yang berpegang atas wahyu dan akal.
Konsep insan kamil (manusia yang sempurna) diungkapkan Al-Ghazali dalam kitab
Al-Munqidz Min Al-Dlalal sebagai
berikut, “Karamat al-awliya’ala al
tabqiqi bidayat al anbiya” yang artinya, “Kekeramatan para wali itu pada
hakikatnya adalah taraf permulaan dari tingkat kenabian”.
Al-Ghazali adalah seorang ulama yang
cukup unik. Ia kritis dan dapat menunjukan kelemahan
dasar pemikiran rasional, filsafat dan ilmu kalam. Kritiknya terhadap ilmu
kalam dan filsafat cukup tajam. Namun, pada akhirnya ia tidak bisa mengelak dan
tunduk pada kejiwaan yang bersifat mistik dalam tasawuf. Kebenaran mistik
itulah yang kemudian dipandang sebagai kebenaran yang bersifat ilahiah, sejenis
wahyu.
Rabiah Al-
Adawiyah misalnya mengatakan doktrin cinta kepada Allah yang dibagi menjadi dua
tingkatan. Cinta pertama untuk menumbuhkan dimensi baru dalam ibadah kepada Tuhan.
Tidak mengharapkan surga dan tidak takut karena siksa neraka. Dengan ajaran
cinta ini, Rabiah mengkritik serta mengoreksi orang yang beribadah atas dasar
mengharap pahala dan takut siksa api neraka. Adapun tingkat yang kedua adalah
cinta rindu bertemu wajah Tuhan, yaitu cinta yang mengakibatkan jiwa gandrung
untuk melihat dan bertatap muka dengan Tuhan kekasihnya.
*Penulis adalah Anggota Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan IMM Ibnu
Rusyd Periode 2019-2020 serta Ketua Bidang Tabligh IMM Cabang Ngawi Periode
2020-2021.
Biodata Penulis
Nama Lengkap : Aria Bagus Iyana
Minat Kajian : Tasawuf, Sastra Klasik, Akhlak,
Filsafat
Alamat Domisili : No. 38 RT. 01 Rw. 03 Lokawiratama, Cepoko 2, Ngrambe Ngawi
Nomer telfon (Wa) :0896 1947 9581/0812 3078 9638
Nomer Rekening : Bank BRI – 321301025224530 atas nama Dea putri
FB :Cak Arya Kamandanu
Ig : @cak_Aryakamandanu
Twitter : @cak_Arya25
Email : Kamandanu2504@gmail.com