Mengenal Sosok Luqman (Bagian 1)
Foto oleh Konevi, diunduh melalui pexels.com
Penulis: Abdul Halim Hasan (Kader IMM Al-Kindi)
Banyak di antara kita mungkin kurang mengenal sosok Luqman yang namanya dijadikan nama surat di dalam Al-Qur’an pada surah ke-31. Apakah dia adalah seorang Nabi? atau seorang Rasul? Atau bahkan ulama besar?
Luqman
memiliki nama lengkap Luqman bin Unaqa' bin Sadun. Ada beberapa yang mengatakan bahwa
beliau berprofesi sebagai pengembala kambing, penjahit, atau tukang kayu. Banyak orang percaya bahwa Luqman ini
adalah pria berkulit hitam dari Sudan.
Ada riwayat yang mengatakan bahwa ada tiga
manusia berkulit hitam yang dianggap paling memiliki kebaikan, yaitu Bilal bin
Rabah, Mahja’ (budak Umar bin Khattab), dan Luqmanul Hakim.
Luqmanul Hakim hanyalah seorang budak
penggembala yang berkulit hitam. Namun, ia tersohor dengan akhlak dan
kepribadiannya, serta tutur katanya yang bijak, mendalam, serta memiliki bobot
makna.
Saat mendengar kabar tentang dirinya, Nabi Daud
as tergerak mengutus ajudannya agar segera
menebus dan memerdekakan Luqman. Dalam waktu singkat, ia mengangkat Luqman agar
menjabat selaku “hakim” di wilayah kekuasaannya.
Status Luqman masih diperdebatkan apakah beliau
seorang Nabi atau bukan. Namun dapat dipastikan beliau bukan
seorang Nabi karena Allah Swt tidak menerunkan wahyu kepadanya. Sebagaimana
disebutkan Al-Qur’an dan hadist yang diriwayatkan oleh Umar ra, Rasulullah Saw
menjelaskan bahwa Luqman tidak bisa disebut seorang nabi, namun beliau adalah
seseorang yang berpikir secara mendalam dan memiliki kepercayaan teguh terhadap
Allah Swt.
Sehingga cintanya dibalas oleh Allah Swt dan dikaruniai berupa
kebijaksanaan. Oleh karena itu, Luqman diberi gelar Al-Hakim karena beliau
senantiasa menyebarkan hikmah-hikmah di dalam kehidupannya bagi lingkungan
sekitar.
Kisah
Luqman dalam Al-Quran dimulai pada Q.S Luqman ayat ke 12 sampai dengan ayat ke
19, di dalam ayat tersebut terkandung banyak sekali pembelajaran dan nasihat
yang perlu kita dalami. Misalnya pada Q.S Luqman ayat 12:
وَلَقَدۡ ءَاتَيۡنَا لُقۡمَٰنَ ٱلۡحِكۡمَةَ أَنِ ٱشۡكُرۡ لِلَّهِۚ
وَمَن يَشۡكُرۡ فَإِنَّمَا يَشۡكُرُ لِنَفۡسِهِۦۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ
غَنِيٌّ حَمِيدٞ
Artinya: Dan
sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah
kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya
ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji"
Makna kandungan dari ayat ini adalah Allah telah
menganugerahkan perasaan yang halus, akal pikiran, dan pemahaman agama kepada
Luqman. Oleh karena itu, Allah memerintahkan Luqman untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya yang telah memberinya
kenikmatan. Orang yang mengingkari nikmat Allah dan tidak bersyukur kepada-Nya sama
seperti berbuat aniaya kepada dirinya sendiri.
Allah tidak akan memberinya, bahkan menyiksanya dengan
sangat pedih. Kaum yang kufur hanya membahayakan dirinya sendiri, karena sudah ditakdirkan untuk merasakan
api neraka. Maka, Allah Swt tidak membutuhkan rasa syukur dari
mereka. Lalu Allah berfirman dalam Q.S. Luqman ayat 13 dan 14:
َإِذۡ قَالَ
لُقۡمَٰنُ لِٱبۡنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَيَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِۖ إِنَّ
ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٞ ١٣ وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيۡهِ حَمَلَتۡهُ
أُمُّهُۥ وَهۡنًا عَلَىٰ وَهۡنٖ وَفِصَٰلُهُۥ فِي عَامَيۡنِ أَنِ ٱشۡكُرۡ لِي
وَلِوَٰلِدَيۡكَ إِلَيَّ ٱلۡمَصِيرُ ١٤
Artinya: 13. Dan (ingatlah)
ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar." 14. Dan
Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Ayat 13 mengabadikan pelajaran
Luqman kepada anaknya. Yakni pelajaran paling utama tentang tauhid. Luqman
mengatakan kepada anaknya agar jangan menyekutukan Allah. Karena menyekutukan
Allah adalah perbuatan aniaya yang paling besar.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, “Karena itulah hal pertama yang ia pesankan kepada
anaknya ialah hendaknya ia menyembah Allah semata, jangan mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu apapun.” Di tafsir yang lain dijelaskan, “Kemudian ia mengingatkan anaknya bahwa syirik adalah
kezaliman yang paling besar.”
Mengapa syirik merupakan kezaliman terbesar? Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menjelaskan bahwa zalim adalah meletakkan sesuatu tidak pada
tempatnya. Sedangkan syirik, ia adalah kezaliman terbesar karena berkaitan
dengan pokok aqidah, menyamakan dan menyetarakan Sang Khaliq dengan makhluk.
Sedangkan ayat 14 adalah ayat yang memerintahkan birrul walidain, berbakti
kepada kedua orangtua. Terutama kepada ibunya yang telah mengandung dalam
kondisi lemah dan payah yang semakin bertambah seiring bertambahnya usia
kehamilan. Lalu ia melahirkan dan menyusui selama dua tahun. Ayat ini juga
menunjukkan bahwa masa penyusuan yang sempurna adalah dua tahun, sebagaimana
juga disebutkan dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 233.
Lalu Allah menutup ayat 14 ini dengan memerintahkan untuk
bersyukur kepada-Nya dan berterima kasih kepada kedua orangtua. Dia juga
mengingatkan tempat kembali manusia. Bahwa kelak semua orang akan kembali
kepada-Nya untuk mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya. Termasuk dalam
masalah aqidah dan birrul walidain. Lalu Allah berfirman dalam Q.S. Luqman ayat 15-17:
وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشۡرِكَ بِي مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ
عِلۡمٞ فَلَا تُطِعۡهُمَاۖ وَصَاحِبۡهُمَا فِي ٱلدُّنۡيَا مَعۡرُوفٗاۖ وَٱتَّبِعۡ
سَبِيلَ مَنۡ أَنَابَ إِلَيَّۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرۡجِعُكُمۡ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا
كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ ١٥
Artinya: Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah
kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah
kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
Ada sebuah riwayat yang menjelaskan bahwa ayat 15 ini diturunkan
berhubungan dengan Sa’ad bin Abi Waqqash, ia berkata, “Tatkala aku masuk Islam,
ibuku bersumpah bahwa beliau tidak akan makan dan minum sebelum aku
meninggalkan agama Islam itu. Untuk itu pada hari pertama aku mohon agar beliau
mau makan dan minum, tetapi beliau menolaknya dan tetap bertahan pada
pendiriannya. Pada hari kedua, aku juga mohon agar beliau mau makan dan minum,
tetapi beliau masih tetap pada pendiriannya. Pada hari ketiga, aku mohon kepada
beliau agar mau makan dan minum, tetapi tetap menolaknya. Oleh karena itu, aku
berkata kepadanya, ‘Demi Allah, seandainya ibu mempunyai seratus jiwa dan
keluar satu persatu di hadapan saya sampai ibu mati, aku tidak akan
meninggalkan agama yang aku peluk ini’ Setelah ibuku melihat keyakinan dan
kekuatan pendirianku, maka beliau pun mau makan.”
Dari sebab turun ayat ini dapat diambil pengertian bahwa Sa’ad
tidak berdosa karena tidak mengikuti kehendak ibunya untuk kembali kepada agama
syirik. Hukum ini berlaku pula untuk seluruh umat Nabi Muhammad yang tidak
boleh taat kepada orang tuanya mengikuti agama syirik dan perbuatan dosa yang
lain. Selanjutnya Allah memerintahkan agar
seorang anak tetap bersikap baik kepada ibu bapaknya dalam urusan dunia,
seperti menghormati, menyenangkan hati, serta memberi pakaian dan tempat
tinggal yang layak baginya, walaupun mereka memaksanya mempersekutukan Tuhan
atau melakukan dosa yang lain.