Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penyakit Anak Organisasi: Egois

Diambil dari istock.com, Oleh Sinseeho


Penulis: Satria Erlangga (Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan IMM FEBI)


Pernah gak sih kalian menemukan individu dalam organisasi yang keras kepala hingga tak mau mendengarkan pendapat orang lain dan merasa pendapat dia adalah hal yang mutlak? Atau mungkin menuntut orang lain agar sempurna padahal dirinya tak sesempurna yang dia kira? Atau seseorang yang tak mau diatur dan susah diberi tanggung jawab?

Lalu, apakah hal itu akan mempengaruhi hubungan antara individu lainnya? Jelas, perilaku selfish sangatlah berpengaruh dan bisa menjadi penyakit anak organisasi. Terkadang hal tersebut tanpa disadari kita alami atau justru kita sendiri yang melakukan.

Perilaku selfish dalam sebuah organisasi dapat memberi dampak yang besar terhadap hubungan antar anggota, kolaborasi, produktivitas dan suasana organisasi secara keseluruhan. Ada beberapa perilaku egois yang dapat mempengaruhi hubungan dalam sebuah organisasi, antara lain; Pertama, individu lebih fokus pada kepentingan pribadi daripada kepentingan organisasi.

Contoh gampangnya, ketika ada sebuah agenda atau kegiatan penting tapi di sisi lain ada ajakan untuk ngopi, maka individu ini lebih memilih ajakan ngopi daripada mengikuti agenda atau kegiatan penting dalam organisasi. Hal ini bisa menghambat anggota lain dalam mencapai tujuan bersama.

Kedua, ketidakpercayaan. Contoh dari ketidakpercayaan ini adalah ketika pimpinan atau individu tidak bisa percaya pada kemampuan individu lain. Sekalipun orang yang tidak dipercaya menunjukkan usaha yang maksimal, mereka tetap tidak akan percaya pada kemampuan individu tersebut. Dampak dari ketidakpercayaan ini bisa merusak hubungan antar anggota dan menghambat aliran informasi yang penting.

Ketiga, ketidakseimbangan kontribusi. Perilaku ini dapat membuat beberapa anggota lain bekerja lebih keras daripada yang lain, serta mengakibatkan frustasi dan ketidakpuasan di kalangan anggota lain yang merasa bahwa mereka tidak mendapatkan penghargaan yang sepadan dengan usaha mereka.

Contoh dari hal tersebut adalah ketika ada rapat untuk mengonsep sebuah acara ada individu yang tak pernah ikut serta, namun pada hari pelaksanaan tanpa rasa bersalah ia ikut hadir pada acara tersebut, bahkan saat selesai acara ia justru mengkritiknya.

Keempat, atmosfer yang tidak sehat. Perilaku egois dapat menciptakan atmosfer yang toxic dimana konflik dan pertentangan terus menerus terjadi. Hal ini tentu bisa merusak kesejahteraan mental dan emosional anggota serta mengganggu produktivitas.

Contoh dari hal tersebut adalah ketika ada individu di dalam organisasi memiliki rasa tidak suka atau sedang berkonflik dengan individu lain, baik karena masalah organisasi ataupun personal, maka individu itu akan menjaga jarak atau bahkan enggan untuk berurusan dengan individu tersebut. Hal tersebut akan membuat suasana dalam organisasi tersebut tidak nyaman karena anggota lain yang tidak merasa menjadi penyebab, namun mereka juga menerima dampak dari hal tersebut.

Kelima, ambisi yang terlalu besar. Tidak ada yang salah dengan memiliki ambisi, namun apa yang terjadi jika memiliki ambisi yang terlalu besar dan menggebu-gebu? Seperti ambisi “yang penting memiliki program kerja yang bagus dan istimewa tapi tidak peduli dengan kondisi internal organisasi”. Tanpa disadari ambisi tersebut akan membuat kondisi internal hancur. Meskipun memiliki program kerja yang bagus, apa untungnya jika kondisi internal amburadul.

Apakah individu itu tidak memikirkan bahwa menjalankan atau mewujudkan program kerja yang bagus tidak memerlukan komunikasi dan kerja sama yang bagus juga? Mungkin masih banyak sifat-sifat egois lainnya seperti mengklaim dirinya paling banyak berkontribusi, aktif, diaspora dan mengerti segala hal tentang organisasi hingga mengajarkan seseorang yang “sepuh” dalam berorganisasi tentang hal tertentu, atau mungkin tidak mau menganggap anggota lain yang ada di dalam organisasi.

Tulisan ini tidak memiliki akhir seperti kesimpulan, karena saya ingin adanya sudut pandang dari pembaca atau penulis lain terkait tulisan ini, dan saya rasa tulisan ini hanya ditulis menggunakan satu sudut pandang, yaitu sudut pandang penulis sendiri. Saya berharap dengan adanya tulisan ini dapat menjadi kajian bagi diri kita maupun organisasi yang kita ikuti.

Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA