Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kader-Kader Petelur


Foto oleh Mateusz Datc. Diunduh melalui pexels.com


Penulis: Mahbub Junaidi (Ketua Bidang Organisasi Koorkom IMM UIN Sunan Ampel Surabaya)

Suaramu tak sama dengan gerakan, senyaring ayam yang hendak bertelur berteriak kesana kemari mencari pertolongan hingga sekampung datang dan berdiam membantu berteriak. Aku pun bingung mau kuapakan, sebab aku pun tak mampu untuk mengeluarkan. Dukun bayi kupanggil untuk membantu perteluran. Dia mencoba merancang sebuah strategi perbidanan. Dikumpulkannya buku-buku rujukan membuat skema-skema yang pernah dipelajari dan dilakukan. Namun, sayang hasilnya cukup mengecewakan. Ia menutup gerakan dengan ucapan yang mengecewakan. 

“Maaf tuan, aku tak mampu untuk membantu perteluran, yang ada hanya ayam itu sendiri untuk berjuang.” ucap si Dukun Bayi.

Berhari-hari bersuara, siang malam tak kenal waktu untuk menyuarakan. Setiap ayam diajaknya untuk membahas perteluran. Tak kenal itu jantan atau betina semuanya ia anggap sebagai bidan. Yah, memang itu adalah bidan. Namun, Si Bidan hanya bisa membantu melalui perancangan dan pendampingan. Sejatinya yang menjalankan adalah ia yang hendak bertelur dan menetaskan. Begitulah kiranya sebuah perkaderan.

Ku kira seorang kader tidak jauh berbeda dengan konsep ayam yang hendak bertelur, hanya saja yang membedakan di sini adalah tentang cara pengeluaran. Seekor ayam mengeluarkan produksinya melewati lubang yang bernama si**t (yah aku tidak mau menyebutkannya dengan jelas), sedangkan seorang kader mengeluarkan apa yang dipikirkan melalui aktualisasi gerakan yang berlandaskan apa yang dipikirkan.

Masih teringat betul perkataan Bapak Ketua Ranting Muhammadiyah Desa Takerharjo pada saat melakukan Follow Up disana, “Nek nduwe ilmu, wes ngerti carane, wes paham teorine, mbokyo digawe dipraktekno seng temen ben wong-wong iku yo podo ngertine, podo iso sinaune. Nalikane gak mbok tularno iku duso, mergo gusti Allah nitipno nang nggonmu iku onk seng butuh dan seng butuh iku uwong-uwong seng onok nang sandingmu”. 

Tutur kata ini sangat mewakili isi enam penegasan nomor lima yang berbunyi, “Amal ilmiah, ilmu amaliah”. Adanya poin ini bukan serta merta hanya sebatas pajangan saja atau kata-kata puitis yang menarik untuk dibaca. Namun, semua itu memiliki makna yang mendalam. Setiap katanya selalu berkorelasi dengan ayat-ayat Allah yang suci. Sehingga sudah barang tentu kita sebagi kader yang dididik sejak MABA (Mahasiswa Baru) hingga sampai purna-usia berkewajiban dalam menjalankannya.

Perkaderan yang kita tempuh sejak awal adalah MASTA (Masa Ta’aruf dan Orientasi Mahasiswa). MASTA merupakan tahap pertama mengenal IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) yang dengan acara tersebut kader diajak berkenalan langsung dengan kondisi dan dinamika IMM terkhusus IMM UIN Sunan Ampel Surabaya. Dalam hal ini banyak sekali runtutan acara yang telah disiapkan, mulai dengan kajian pra-MASTA hingga masta itu berakhir yang berjalan selama 3 hari 2 malam. Dalam acara masta sendiri terdapat kajian-kajian yang dapat memantik daya kritis para kader. Apalagi tema masta tahun ini memiliki misi yang membahagiakan yang tentunya memberi  impact yang besar terhadap kader yang mengikutinya.

Setelah perkaderan MASTA, disusul dengan perkaderan DAD (Darul Arqam Dasar) yang menentukan calon kader resmi menjadi kader. Dalam Sistem Perkaderan Ikatan (SPI) dijelaskan bahwa DAD dilaksanakan selama 5 hari dengan 4 tema materi wajib yang apabila di breakdown terdapat kurang lebih 20 judul pembahasan dan masih belum termasuk muatan lokal. Saya kira ketika ini berhasil dikuasai oleh seluruh kader yang ada, sudah tentu bisa menjadi kepala sekolah di Surabaya. Wkwkwkwkwk (bercanda tapi nggak lucu).

Sedangkan di IMM UIN Sunan Ampel sendiri setelah DAD ada yang namanya RTL (Rencana Tidak Lanjut “eh salah” Rencana Tindak Lanjut), ada Follow Up, ada juga Up Grading, yang setiap acara memiliki fungsi dan tujuannya sendiri, namun tidak terlepas dari arah gerak komisariat dan hasil dari DAD. Membahagiakan bukan..?? BUKAAAANNNNNNNNN!!!!!!!

Saya kira perkaderan di IMM ini sangat menarik, selalu mengajak kita berpikir dan mencari solusi dalam setiap permasalahan. Sehingga tidak heran jika ada kader IMM yang berambut panjang karena tidak sempat untuk memikirkan dirinya sendiri. Adapun yang rambutnya pendek itu dikarenakan menutupi rambutnya yang mulai rontok. 

Dinamika yang begitu asik dan menarik selalu memiliki kesan yang luar biasa. Tidak ada seorangpun yang kecewa setelah berorganisasi dan masuk di IMM. Karena banyak sekali ilmu dan pengalaman yang didapatnya. Hingga sesekali dijumpai para alumni yang sudah tidak menjabat dijajaran merindukan masa-masa itu dan ingin mengulangi dinamika yang membahagiakan tersebut.

Kembali lagi kepada tema awal kita tentang kader yang bertelur “eh salah” Kader dan ayam yang hendak bertelur. Banyak sekali hal yang kita dapatkan mulai dari MABA hingga hari ini, namun sangat sedikit orang yang dapat mengaktualisasikan dalam bentuk yang dapat dinikmati oleh banyak orang. Sedangkan ketika kita menilik sejarah Abah Dahlan beliau tak segan-segan memberikan ilmunya kepada siapapun yang dijumpainya. Melalui gerakan trisula abad pertama yang dapat kita nikmati bersama hingga sekarang.

Bolak-balik Indonesia ke Makkah dengan membawa biola bukan unta, beliau mencari ilmu untuk mencerdaskan umat manusia. Surah Ali-Imron sebagai motivasinya dan Al-Ma’un sebagai landasan spirit perjuangannya. Tak peduli uang yang dimilikinya, bahkan harta bendanya ia sumbangkan dalam mendakwahkan Islam yang sebenar-benarnya.

Sedangkan bagaimana dengan kita yang lebih memilih untuk diam setelah tugas kuliah selesai? Padahal ilmu yang kita pelajari itu merupakan sebuah titipan dari Tuhan agar kita sampaikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Maka, agar kita tidak sama dengan ayam yang hendak bertelur dan meramaikan satu kampung, namun tidak membuahkan hasil, maka telurkanlah ilmu yang kita miliki dengan sebuah gerakan yang dapat dirasakan bukan hanya didengar dan dipertanyakan. Sebab, berapapun jumlah ilmu dan  BIDAN (Guru) yang kita jumpai namun tidak pernah kita ikat niscaya ilmu itu akan hilang. Serta salah satu cara mengikat ilmu adalah dengan melakukan dan mengamalkan.

SENG NULES YO KESINDER BOLOOOOO… GAK AWAKMU TOK

Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA