Komisariat “Jam Setan”
Gambar oleh Walter Coppola, diunduh melalui Pexels.com
Penulis: Naufal Muhsin (Ketua Umum PK IMM Al-Farabi)
Bagi penikmat balapan bus, pasti sudah tidak asing dengan istilah jam setan. Dalam dunia balapan bus, jam setan merupakan istilah yang digunakan untuk mengenali suatu waktu di mana beberapa bus yang searah berpotensi bertemu dalam satu tempat pada jam-jam sepi lalu lintas dengan hasrat balapan atau saling mendahului. Penggunaan istilah jam setan cukup relatif. Biasanya, jam setan digunakan untuk menyebut waktu antara jam 22.00 malam hingga 04.00 pagi. Bisa dibilang jam setan banyak digunakan untuk menyebut waktu malam hingga awal pagi.
Jam setan biasanya diisi oleh armada-armada bus dengan pawang (crew) berpengalaman dan bermental balapan. Balapan bagi para crew bukan suatu kewajiban, tetapi lebih kepada tuntutan strategi untuk menjadi “pemenang” dalam persaingan dunia bus yang amat kompleks. Kondisi lalu lintas yang sepi, titik tertentu penumpang yang strategis, tuntutan jam istirahat yang terbatas, persaingan dengan armada lain dengan jarak keberangkatan yang tipis, harapan mania (pelanggan setia), juga banyak hal yang menjadi pertimbangan racikan strategi para crew bus jam setan. Banyak nilai-nilai reflektif yang menarik untuk dikaitkan dengan organisasi.
Slogan IMM yang berbunyi “Anggun dalam Moral, Unggul dalam Intelektual, Billahi Fi Sabililhaq Fastabiqul Khairat” sering bersambung dengan kalimat salam dalam kebanyakan rampai sambutan sebelum dijawab riuh tepuk tangan dan teriakan IMM JAYA! Nampaknya slogan tersebut banyak digunakan sebatas penghias kalimat penutup amanat. Tidak ada pemaknaan yang mendalam dari para pendengar, atau bahkan yang mengucapkannya tidak menahu tentang makna dari fastabiqul khairat.
Di era tuntutan yang menggebu kepada setiap organisasi pergerakan mahasiswa yang menuntut relevansi antara zaman dengan haluan, IMM menuai banyak kritikan tajam keorganisasian. Gejolak tersebut harusnya cukup disadari bagi ujung tombak pergerakan IMM akar rumput, komisariat. Terlebih lagi bagi IMM non-PTM dengan tantangan dominasi kelompok mayoritas. Semakin abai pada ruang kompetisi yang ada, IMM akan semakin tergerus dari arus perjuangan yang telah digariskan sebagai haluan besar Muhammadiyah. IMM yang katanya organisasi kader, tapi kalau kadernya keder, kalah kuantitas apalagi kualitasnya, tujuan hanya jadi hiasan retorika belaka.
Dalam hal ini komisariat sebagai pimpinan terbawah memiliki peran yang vital bagi kelangsungan hidup organisasi. Ruang lingkup komisariat yang bergerak di tingkat fakultas atau kampus seharusnya bisa membawa nilai-nilai keunggulan yang spesifik dalam gagasan utama organisasi. Kemudian dari ciri khas yang dikumpulkan dari setiap komisariat akan mampu menjadikan IMM kuat di banyak sisi dan memberikan ruang aktualisasi yang luas bagi para kadernya. Begitulah kelengkapan poin tadabbur yang mengiringi kalimat fastabiqul khairat pada firman Allah surat Al-Baqarah ayat 148.
Setiap komisariat pasti punya kecenderungannya atau keunggulan pada bidangnya masing-masing. Ada yang kuat pada pedagogiknya, dalilnya, pemikirannya, komunikasinya, ekonominya, sosial dan politiknya, seni dan humanioranya, kepribadiannya, dan sainsnya. Karena tiap komisariat punya kecenderungannya masing-masing, tentu standar mutunya berbeda-beda, tidak bisa disamakan. Karena itu kalimat yang digunakan dalam ruang perlombaan itu adalah kebaikan yang umum. Pokoknya berlombalah dalam kebaikan, sesuai potensi masing-masing. Setelah arah potensi yang berbeda-beda itu, ada kekuatan jama’ah dalam kebaikan di mana pun kesemuanya berada.
Mirisnya, komisariat kita mungkin kekurangan individu visioner yang mampu melihat potensi besar pada proyeksi masa depan komisariat. Kalau kata Abah Sholihin, ukuran militansi seorang kader IMM itu harusnya bukan pada jabatannya, tapi sejauh mana keterlibatannya menyelesaikan masalah-masalah organisasi. Betapa banyak kader yang apatis pada urusan komisnya, hanya mengandalkan beberapa kepala saja. Terlihat sekali ketika rapat kerja, hanya beberapa saja yang terlihat berpikir sedangkan yang lainnya mantuk-mantuk saja, apalagi kalau nanti ada masalah, mungkin hanya diam saja. Kalau di dalam ilmu perencanaan, dikenal pepatah “gagal dalam merencanakan, sama dengan merencanakan kegagalan”. Perencanaan juga dibuat supaya suatu organisasi itu bisa SBE (Survive – Benefit - Expansion), komis kita jangankan ke ekspansi, survive saja masih dipertanyakan.
Mirisnya lagi, entah berapa jari saja untuk menghitung jajaran yang paham betul tujuan komisariatnya. Sehingga nanti di akhir periode muncul kalimat, “gak kerasa sudah mau lengser ges” sebagai refleksi betapa ringan dan mulusnya perjalanan komisariatnya. Padahal kata Luffy si Topi Jerami, kata Shanks si Bajak Laut Rambut Merah, “jika jalan menuju tujuan kita terlalu mudah, berarti kita salah jalan”.
Misalnya, armada bus IMM plat U 1175 A julukan “Al – Farabi” yang trayeknya Surabaya - Madiun - Solo – Jogja, karena crew “jajaran” ndak paham arah gerak atau rute busnya, yang harusnya lewat alas saradan - alas geneng - sragen, malah mlipir lewat tulungagung – pacitan - gunung kidul sambil santai di pantai. Mungkin saja sama-sama sampai Jogja, tapi mungkin setelah itu perusahaan bus gulung tikar. Kalau tujuan kita hanya “ke Jogja” seperti bus Sugeng Rahayu atau Mira, besok-besok cari anggota di terminal saja, jangan mahasiswa.
Intinya adalah gharizah
kompetitif yang seharusnya digalakkan komisariat-komisariat kita sebagaimana
tersurat dalam slogan Fastabiqul Khairat.
Seperti armada-armada bus jam setan yang penuh strategi dalam mencapai tujuan.
Walaupun terkesan kelihatannya saling menjatuhkan, namun sebenarnya dibalik itu
ada prinsip yang dipegang, etika yang dijaga, dan kerjasama yang indah. Ada
yang mempersilakan untuk mendahului karena kebutuhan poin setoran yang kurang,
ada yang mendahului karena kebutuhan istirahat yang tak cukup. Yang mana pun
armadanya, satu nama perusahaan yang sama. Ke mana pun arah gerak dengan apapun
potensinya, IMM adalah jama’ah kita.