Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Berhijab Atau Tidak Berhijab Adalah Wujud Adaptasi

Foto oleh ummah, Diunduh melalui pinterest.com


Penulis: Naufal Zaidan Aryunsah (Anggota bidang Riset Pengembangan dan Keilmuan Komisariat Ibnu Rusyd)

Penampilan seorang perempuan yang begitu mencolok sekaligus menjadi pembeda adalah memakai atau tidaknya hijab. Walaupun hanya sehelai kain, hijab dan cara memakainya juga memberi pengaruh besar bagi orang-orang yang memandang. Cara berhijab bisa mengundang siapa saja untuk memberi komentar, ujaran, ungkapan verbal atau non-verbal yang menjurus pada rayuan atau godaan. Sama halnya dengan yang tidak berhijab juga mendapat cap sebagai perilaku menyimpang dalam berbusana, bahkan memunculkan anggapan tak sejalan dengan syariat Islam.

Pilihan untuk mengenakan hijab tergantung pada kemauan individu perempuan. Aturan negara yang tidak intensif pada agamis dan tidak berkiblat pada cara berpakaian negara timur, melainkan setiap warga di Indonesia, khususnya perempuan mempunyai hak untuk mendapat perlindungan sekaligus kebebasan dalam menentukan pilihan serta perannya. Keinginan perempuan untuk mengenakan hijab atau tidak memakai hijab, tidak semata dilatarbelakangi alasan rasa gerah maupun penampilan dalam berbusana.

Menyinggung soal hijab, tentu memancing beragam pendapat personal dalam memandang gender. Namun, hijab itu bukan cuma soal gender, melainkan bisa menyangkut pemberian nilai dari segi sosial, profesi, budaya, hingga konsep diri. Bagi laki-laki, melihat perempuan berhijab dengan melihat perempuan yang tidak berhijab tentu mempunyai penilaian yang berbeda, bahkan mempengaruhi ketertarikan pada lawan jenis.

Kalau dikaji dari segi religiusitas, hijab merupakan sesuatu yang dianjurkan untuk dipakai oleh perempuan. Banyak ulama, hadis, maupun ayat Al-Qur'an yang menuturkan bahwa rambut itu bagian dari aurat wanita. Penekanan agar wanita memakai penutup kepala dengan tujuan untuk menutup aurat, melindungi dari godaan syahwat, menghindarkan pandangan maupun maksud menyimpang dari lawan jenis, sekaligus cerminan perempuan yang menaati adab berpakaian berdasarkan syariat Islam.

Pendekatan karakter perempuan yang religius, islami, atau syar'i kerap tertanam pada persepsi publik apabila melihat perempuan berhijab sekaligus pakaian yang menjulur panjang. Mayoritas penduduk Indonesia sebagai muslimah begitu melekat dengan pemakaian hijab sebagai salah satu sah berpenampilan di hadapan umum. Meski demikian, tidak begitu banyak perempuan yang memakai hijab dengan kombinasi jubah, apalagi di zaman sekarang justru berhijab dan berpakaian itu menyesuaikan tren fashion.

Hijab yang disangkutkan dengan sisi sosial, mungkin terkesan tidak begitu relevan karena hijab diarahkan pada penampilan, sedangkan sosial fokusnya pada interaksi dan cara individu beradaptasi dengan lingkungan. Baik perempuan berhijab maupun tak berhijab, masing-masing memiliki nilai yang tidak sepenuhnya berlaku pada sisi penampilan atau gambaran kepribadian, melainkan bisa dinilai dari sisi sosial mereka dalam memperlakukan orang lain dan lingkungannya, cara bicara, beretika, sekaligus memposisikan perannya.

Berhijab atau tidaknya seorang perempuan bisa dilatarbelakangi berbagai faktor yang sekiranya mengharuskan mereka untuk memilih cara berbusana. Bisa kita ambil contoh seperti pramugari, dancer, penyanyi, serta model yang pada umumnya tidak mengenakan hijab, namun fenomena seperti itu perlu kita telaah lagi mengenai faktor apa yang membuat mereka tak mengenakan hijab, alasan apa untuk memilih berpenampilan tanpa hijab atau berpakaian lebih banyak terbuka. Yang jelas, semua itu bergantung dari profesi serta peran yang mereka jalankan, karena hal itu juga memiliki pengaruh bagi keberlangsungan hidup mereka, bahkan ada keputusan pada profesi yang mereka jalankan kalau memperlihatkan rambut itu simbol keanggunanan alami serta lebih mudah dalam memilih atau menyesuaikan pakaian.

Tidak semua wanita yang tak memakai hijab itu punya gaya hidup liar atau berkarakter pada kebebasan yang cenderung menyimpang pada norma yang berlaku. Dari segi cara berekspresi, berbicara, atau menanggapi lingkungan sekitar, perempuan berhijab atau tidak berhijab juga tak memiliki perbedaan yang signifikan. Secara humanitas, ada kalanya perempuan berhijab juga punya stigma kurang beretika dan berempati seperti, berbicara kasar, tuturnya sembarangan, acuh terhadap sesama, bahkan minimnya sopan santun atau sikap rendah hati terhadap sesama. Justru sebaliknya, perempuan tak berhijab yang identik dengan gaya hidup penuh kebebasan dalam pengaruh dunia luar, realitanya punya sifat yang mudah berinteraksi, ekspresif, dan memperhatikan cara bicara maupun cara bertindak tanpa mengurangi nilai harga dirinya sebagai wanita.

Faktor demikian juga dilatarbelakangi oleh pendidikan, budaya dan bahasa daerah, kondisi keluarga, adaptasi sosial, maupun profesi seorang perempuan. Dalam fenomena sosial ini, kita bisa memilah cara menilai kepribadian dari segi penampilan. Pada proses penilaian jati diri seseorang, kita harus bersikap objektif dalam pergaulan, bukan cuma objektif dalam memilah circle pergaulan melainkan sejauh mana kita memahami pergaulan secara personal. Hal ini tentu diharapkan menjadi tolak ukur untuk memahami citra diri maupun persepsi individu dalam menyesuaikan diri pada situasi, keadaan, peran, dan pemenuhan kebutuhan pada taraf hidupnya.

Maka dari itu, sebagai individu yang memiliki kepekaan serta punya kemauan pikiran terbuka, tentu tak akan mudah menilai kepribadian seseorang dari caranya berbusana. Hal ini juga berlaku bagi lawan jenis yang memandang cara wanita berpakaian atau hasrat memperlakukan perempuan, perlu diketahui kalau setiap perempuan punya perasaan yang sensitif. Baik perempuan berhijab atau tidak berhijab itu tahu kalau norma sekaligus batasan pada pergaulan tidak begitu ditekankan pada penampilan, melainkan pada etika, tutur kata, dan asusila yang tidak semudahnya bisa dilakukan berdasarkan nilai penampilan.

 


Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA