Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Islam Bulan Sabit dan Islam Palu Arit di Indonesia

Foto oleh Adrian Gifariadi, Diunduh melalui Google

PenulisYogaraksa Ananta (Anggota Bidang Hikmah PK IMM Avempace)


Islam bulan bintang dan Islam palu arit, dibenak pikiran kita frasa ini mengarahkan kepada entitas simbol keagamaan dan ideologi yang di mana agama Islam identik dengan simbol bulan sabit dan simbol palu arit identik dengan ideologi sosialisme. Pada tulisan kali ini penulis tidak serta merta membedah simbol tersebut, tetapi di sini penulis akan membedah secara filosofi dan korelasi.

Bulan bintang. Pada penyematan simbol bulan bintang yang diadopsi umat muslim sebagai simbol agamanya menghegemoni legitimasi bahwa Islam identik dengan logo bulan bintang. Secara historis penggunaan simbol bulan bintang pada Islam beranjak dari kekaisaran Bizantium yang menggunakan logo ini sebagai legitimasi kebesaran mereka. Sedangkan simbol palu arit identik dengan komunisme dan sosialisme. Kadang logo palu arit memiliki baground warna merah –konon warna merah identik dengan revolusi-.

Baiklah, penulis sudah memberikan hikayat logo bulan bintang dan palu arit. Dalam penulisan ini hal itu bagaikan kulit, namun kulit saja kurang cukup kalau tiada daging. Nahh, maka dari itu lanjut ke daging pembahasan.

Bulan sabit dan palu arit jika dikorelasikan kedalam ideologi maka simbol keduanya akan merujuk ke pada ideologi Islam (Bulan Sabit), komunisme dan sosialisme (Palu Arit). Di era pra-kemerdekaan ikhwal tersebut tak lepas pada kondisi sosial-politik di Indonesia. Pada kala itu determinasi gerakan-gerakan sosial dilakukan untuk merubah situasi politik.

Tak cuma itu berbagai macam pemikiran-pemikiran ideologis bermunculan dari tokoh-tokoh besar seperti ideologi keislaman bulan sabit identik dengan pemikiran tokoh-tokoh pemikir dan revolusioner seperti KH. Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asyrari, H.OS Tjokroaminoto, Ki Bagus Hadikusumo, Haji Agus Salim, dan lain sebagainya. Juga ideologi keislaman palu arit identik dengan tokoh pemikir seperti Haji Misbach, Semaun, Dalimin, Darsono dan lain sebagainya.

Dengan banyaknya pemikir-pemikir Islam membuat corak ideologi Islam, komunisme dan sosialisme semakin berdikari dan melebur menjadi satu. Perkawinan Islam dan Sosialisme nampaknya sudah dilakukan oleh tokoh-tokoh yang sudah disebutkan penulis diatas. Mungkin bagi kita yang awam tentunya kaget akan hal itu, mungin karena kita telah terdoktrin oleh narasi “agama itu candu” hingga terdistrak sampai sekarang, secara historis memang hal tersebut dikatakan oleh Karl Marx –pencetus komunisme dan sosialisme-.

Namun, sebagai mahasiswa yang kritis sudah sewajarnya kita mengkaji narasi tersebut. Penulis sendiri telah mengkaji akan narasi itu dari berbagai literatur, dan dapat disimpulkan bahwa narasi itu muncul pada abad ke-19 ketika kaum proletar (pekerja) tidak memiliki perlawanan untuk melawan kapitalistik yang dilakukan oleh kaum borjuasi (pemilik modal), di situasi tersebut kaum proletar terhegemoni oleh tokoh-tokoh agama yang memberikan ceramah pada kaum proletar untuk selalu berpasrah diri kepada tuhan akan segala situsi yang ada. Nahh, disini gongnya, Marx menganalisis hal itu dan mengganggap kalau kaum proletar diberikan dogma-dogma seperti itu oleh tokoh-tokoh agama niscaya tidak ada perlawanan dari kaum proletar untuk melawan segala bentuk kapitalisasi sistem. Kaum proletar akan terus tertindas jika tidak melawan bentuk kapitalisasi dengan cara yang revolusioner.

Bagi kaum-kaum sosialisme ber-mazhab Karl Marx cara untuk terbebas dari belenggu kapitalisasi penindasan dengan cara revolusi. Sedangkan di dalam Islam ada cara yang sama seperti revolusi yaitu dengan jalan jihad. Dalam Islam sendiri hikayat jihad tidak diartikan sebagai hanya gelontaran fisik saja, namun juga bisa diartikan sebagai gelontran pikiran-pikiran yang mengkritik tajam dan menghujam segala bentuk kapitalasasi penindasan.

Kapitalisasi memang kejam dan lebih kejam lagi jika kita tidak melawan bentuk kapitalisasi itu –apalagi kapitalisasi dana publik.-

Dogma-dogma teologi Islam memang jika dikorelasikan dalam paradigma pemikiran kiri –pemikiran kiri merupakan pemikiran yang mengarah kepada kesejahteraan sosial.- Islam dan kiri memiliki kontradiktif diantara keduanya, namun jika kita pikir lebih radikal lagi maka kedunya terkoneksi menjadi satu karena sama-sama mengutamakan kesejahteraan sosial atau umat.

Kesejahteraan sosial atau kesejahteraan umat ialah hak yang seharusnya diperoleh oleh warga negara. Sesuatu yang egaliter tersebut merupakan esensi yang sulit untuk diimplementasikan secara keseluruhan di negara Indonesia yang dimana sebagian besar aktor-aktor politiknya tidak memiliki orientasi untuk mensejahterakan masyarakat atau umat bahkan hanya mementingkan kepentingan perutnya sendiri.

Dari banyaknya kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) menandakan bahwa aktor-aktor politik atau politisi di negara ini sudah bejat moral dan akhlak. Aktivitas bejat tersebut akan berdampak pada stabilitas negara dalam mensejahterahkan masyarakat, yang miskin semakin miskin dan yang kaya semakin kaya. Jangan kaget jika di Indonesia ada personalia dan kelompok yang memiliki beragam ideologi untuk dijadikan sebagai ideologi bangsa Indonesia. Dari study case seperti itu dapat kita konklusikan bahwa bangsa ini memiliki pikiran-pikiran yang cermelang dari anak-anak bangsa, banyaknya pikiran yang cemerlang terkadang menjadi ancaman rezim tertentu karena dianggap terlalu radikal.

 

Jihad dan Revolusioner

Agaknya para tokoh Islam di Indonesia ada kecenderungan usaha mengawinkan antara Islam dan Sosialisme-Marxisme dengan caranya masing-masing. Sejatinya dalam tubuh Islam sendiri telah mewariskan ajaran dan tradisi kiri – jika kiri dimaknai sebagai gerakan sosialistik. Kehadiran tokoh-tokoh tersebut dalam gelanggang keislaman yang bercorak kiri setidaknya semakin menambah pergulatan dan dinamika pemikiran Islam.

Kala pra-kemerdekaan tokoh-tokoh Islam dan nasional memiliki corak pemikiran yang beragam untuk mewujudkan kemerdekaan yang sejahterah bagi masyarakat negara. Tak jarang pada saat itu pikiran-gerakan kiri laris di kalangan semua tokoh. Islam dan Sosialisme-Marxis jika kita telaah lebih dalam lagi memiliki keserupaan pada orientasi gerakan untuk menumpas segala bentuk kesewenang-wenangan pemilik modal terhadap orang lemah.

Islam dan Sosialisme-Marxis memiliki perbedaan dalam merespon kapitalisme. Dalam Islam, konsep untuk melawan kapitalisme melalui tindakan jihad. Sedangkan dalam konteks Sosialisme-Marxis melawan kapitalisme melalui tindakan revolusi sosial.

Memang Islam dan Sosialis-Marxis hampir sama untuk konsep melawan bentuk kapitalisme. Tentunya dalam pemaknaan Jihad dan Revolusi tidak harus diartikan sebagai gerakan yang kriminal. Penulis disini mengartikan Jihad dan Revolusi sebagai cara untuk mengkritik melalui dialektika pikiran tanpa tindakan kekerasan yang merugikan semua pihak hingga timbulnya perpecahan bangsa.

Peran mahasiswa sebagai agent of change dan agent of control harusnya kita terapkan pada kehidupan sosial, khususnya dalam mengkritik kapitalisme publik yang makin hari makin merajalela. Berapa banyak masyarakat Indonesia yang miskin karena ditindas pemiliki modal? Berapa banyak pemilik modal yang merusak lingkungan karena berlomba-lomba mendirikan industrialisasi? Berapa banyak orang miskin semakin miskin karena tuntutan hutang yang memakai bunga?

Penulis disini mensintesakan Jihad dan Revolusi bukan untuk penafsiran yang menghasilkan ke tindakan kriminal berupa kekerasan. Melainkan penafsiran yang menghasilkan sebuah pemikiran cemerlang melalui dialektika untuk mengkritik kapitalisme. Menurut penulis, kapitalisme di Indonesia sudah selayaknya dikritik karena bakal berimbas kepada generasi bangsa, berimbas pada kestabilan ekonomi negara dan bertumbuhnya ketidakadilan.

 

Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA