Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tidak Ada Yang Ingin Menjadi Bodoh

 

Foto oleh Nicoletaionescu, diunduh melalui istockphoto.com

Penulis: Dian Prahara Batubara (Kader Leviathan)

Keadaan dan situasi di saat kurangnya pengetahuan terhadap sesuatu informasi yang bersifat subjektif atau biasanya kita kenal dengan “bodoh”. Sebuah kata yang menurut saya dapat membunuh semangat yang telah dibangun oleh seseorang. Kenapa kita harus menyebut orang yang belum paham akan sesuatu dengan kata yang begitu merendahkannya?

Sering kita jumpai di bangku pendidikan seorang murid yang belum menguasai atau belum paham akan materi yang sedang dibahas bukannya diajari kembali tapi malah langsung didakwa oleh beberapa oknum tenaga pendidik atau temannya bahwa dia adalah orang yang bodoh hanya karena belum paham tentang apa yang diajarkan. Tenaga pendidik juga cenderung lebih memperhatikan murid yang sudah bisa dari pada murid yang belum bisa, sehingga tidak terjadi kemerataan dalam berpikir di lingkup tersebut, lalu kemudian mereka yang tertinggal malah didakwa dengan kata bodoh.

Sehingga, biasanya orang yang telah sering disebut dengan kata keji itu cenderung takut untuk menyuarakan suaranya atau takut untuk bertanya jika dia tidak paham akan sesuatu karena takut akan mendapatkan dakwaan oleh orang-orang di sekitarnya, yang mana itu akan berakibat buruk pada dirinya dan membuatnya akan tetap terus berada dalam zona itu.

Albert Einstein pernah berkata “orang bodoh seringkali beralasan sabar terhadap segala sesuatu yang sebenarnya dia mengalah dengan keadaan tanpa pernah berusaha”, jadi bagaimana dia ingin berusaha jika setiap usaha yang hendak ia lakukan langsung menerima dakwaan dengan kata-kata keji yang bisa langsung membunuh semangat dalam dirinya.

Bahkan George Bernard Shaw seorang penulis, pengkritik dan peraih Nobel Sastra pada tahun 1925 itu juga mendakwa orang bodoh dengan mengatakan “ sebatang rokok adalah sejumput tembakau yang digulung di atas kertas dengan api di satu ujung dan orang bodoh di ujung yang lainnya” .

Tidak seharusnya orang yang belum tahu atau belum fasih dalam sesuatu itu kita lontarkan kata-kata keji yang membunuh semangatnya, seharusnya orang-orang yang sudah fasih atau sudah paham akan sesuatu atau sering juga kita kenal dengan orang pintar membimbing mereka yang masih tertatih dalam sebuah bidang atau pengetahuan, bukan malah mendakwa mereka dengan kata-kata keji yang mana dengan kata itu secara tidak langsung kita membunuh semangat yang telah dia bangun dengan susah payah.

Terakhir, saya mengutip perkataan dari senior saya di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang juga sangat lihai dalam hal menulis yaitu IMMawan Muhammad Tanwirul Huda, yang berkata “jangan mudah menghakimi orang yang belum bisa atau tak tahu apa-apa, karena kita semua juga berawal dari ketidaktahuan.”

Dalam kehidupan sehari-hari, kita terkadang tanpa sadar maupun sengaja, memberikan penilaian terhadap orang lain di sekitar kita menurut ukuran atau standar kita sendiri dan pendapat orang lain. Hal ini bukan tindakan terpuji karena berpotensi membuat kita menjadi pribadi yang angkuh dan egois. Perlu dipahami bahwa menilai seseorang tidak menentukan siapa mereka. Hal itu justru menentukan siapa dirimu.

Berapa banyak waktu yang kita habiskan untuk menilai orang lain? Dalam hidup selalu ada dua sisi, seperti halnya sebuah koin. Jadi, jangan hanya menilai atau menghakimi orang lain, karena kita juga tak ingin ada orang lain yang menghakimi kita dengan ukuran mereka. Bersikap terbuka dan penuh kasih dapat membantumu menjadi orang yang lebih baik. Jadi, buang negativitasmu dan coba pahami apa yang dialami orang lain.

 

Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA