Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jeng Yah, Representasi Perlawanan Budaya Patriarki

Gambar oleh Dribbble, Diambil dari pinterest


Penulis: Ghina Ruqayatul Malihah (Ketua Umum PK IMM Avempace)


“Semua orang sedang merayakan kemerdekaan, sementara saya justru memikirkan bagaimana saya bisa memerdekakan diri saya sendiri” Dasiyah 

Dasiyah atau Jeng Yah adalah tokoh utama dalam buku dan series “Gadis Kretek” yang digambarkan sebagai seorang perempuan yang memiliki sifat yang tegas dan gigih meraih mimpinya. Terlihat juga dari pakaian yang ia kenakan menggambarkan karakteristik Dasiyah yaitu kebaya janggan yang memiliki arti keindahan serta kesucian perempuan jawa dan warna hitam yang melambangkan ketegasan dan kesederhanaan. 

Disclaimer. Tidak akan memberikan banyak spoiler, biarlah yang membaca ini bisa nonton seriesnya dan baca bukunya agar bisa membuat pandangan yang baru atau memiliki pandangan yang sama. Fyi, ini juga tidak mempromosikan rokok atau kretek, tapi kita harus dapat menangkap poin penting yang ingin disampaikan oleh penulis buku. Arigatou

Patriarki merupakan sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama serta mendominasi dalam berbagai peran yang ada di masyarakat. Hingga saat ini patriarki masih menjadi isu yang ditentang oleh para feminist di seluruh dunia untuk mewujudkan kesetaraan gender dengan menyuarakan hak-hak yang belum bisa didapatkan oleh seorang perempuan karena dibatasi oleh norma adat dan hukum yang berlaku.

Terdapat banyak representasi budaya patriarki di “Gadis Kretek”, mulai dari lingkungan tempat Jeng Yah tinggal sampai keluarganya sendiri. Sosok Jeng Yah memiliki mimpi sebagai peracik saus dan membuat kretek sendiri. Namun, pada saat itu mimpi Jeng Yah merupakan mimpi yang tidak normal dalam pandangan masyarakat kota. Peracik saus dan pembuat kretek merupakan profesi yang hanya bisa dilakukan oleh laki-laki karena terdapat mitos apabila ada perempuan di ruang saus maka hasil kreteknya akan menjadi asam. Bahkan, ketika Jeng Yah ketahuan diam-diam masuk ruang saus, ruangan tersebut langsung dibersihkan agar tidak ada bau perempuan. 

Selain itu, saat Jeng Yah ikut bapaknya ke pasar, ia juga mendapatkan hujatan karena seharusnya anak gadis tidak ikut bapaknya mengurus bisnis di pasar, tetapi diam di rumah melakukan pekerjaan perempuan. Jeng Yah juga mendapatkan omongan yang tidak enak ketika dia sedang menggantikan bapaknya untuk menerima pesanan tembakau. Penjual tembakau tersebut mengatakan bahwa seharusnya Jeng Yah mencari laki-laki dan menikah bukan mengurus bisnis, karena itu tugas laki-laki, sedangkan tugas perempuan? hanya di dapur. Ibu Jeng Yah pun mengatakan hal yang sama, bahwa Jeng Yah tidak usah mengurus bisnis kretek, seharusnya Jeng Yah segera mencari laki-laki dan menikah karena perempuan itu tugasnya hanya macak, masak, manak. Beberapa scene juga menampilkan tentang bagaimana perempuan di dunia industri hanyalah sebatas subordinasi dari peran laki-laki. 

Terdapat stigma-stigma negatif tentang perempuan yang tidak bisa melakukan ini itu karena keterbatasan menjadi seorang perempuan. Kalimat-kalimat negatif tentang perempuan yang punya keinginan kuat untuk mengejar mimpinya hingga saat ini masih terdengar meskipun dunia sudah modern.

Sikap perlawaanan oleh Dasiyah dengan karakter yang tegas dan berani menjadi bentuk perlawanan pandangan masyarakat tentang perempuan yang selalu dipandang memiliki sifat penakut, lemah, dan cengeng.  

Keinginan bermimpi yang kuat seorang Jeng Yah sebagai peracik saus pada akhirnya melawan pandangan masyarakat bahwa perempuan juga bisa menjalankan bisnis dan menggapai impiannya. Pada akhirnya, ia dapat menggapai mimpinya dengan merealisasikan bahwa racikan saus kreteknya menjadi laku di pasaran. 

Meskipun tantangan-tantangan yang dia hadapi tak jarang membuatnya terpukul, semangat perlawanan Jeng Yah terhadap ketidaksetaraan gender tetap menginspirasi banyak orang. Setiap langkah yang diambilnya tidak hanya menciptakan ruang bagi perempuan dalam industri yang sebelumnya didominasi oleh laki-laki, tetapi juga membuka jalan bagi pemikiran baru tentang kesetaraan dan keadilan di tengah masyarakat yang masih tertanam kuat dengan norma-norma patriarki.

 

Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA