Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

FOMO : Penyakit Media Sosial Generasi Milenial

Foto oleh Patpitchaya, diunduh melalui pexels.com

Penulis : Etika Rahma Setya (Kader PK IMM Avempace)

Fear Of Missing Out atau FOMO merupakan fenomena yang belakangan ini populer dan menjadi kosakata baru di kalangan generasi milenial. Perasaan dimana ketika seseorang merasa cemas, khawatir dan takut ketinggalan hal yang menjadi trend khususnya pada dunia maya. Secara sadar maupun tidak terkadang kita pernah mengalaminya. Ketika sehari saja tidak membuka sosial media muncul rasa cemas dan sukar terlepas dari dunia tersebut. Hal inilah salah satu tanda bahwa seseorang telah terpapar budaya FOMO. Umumnya anak muda lebih rentan terbawa FOMO karena keseharian mereka yang selalu bergantung pada sosial media. Dengan adanya kemudahan dan kecanggihan  yang ditawarkan di dalamnya, sehingga dapat menampung perasaan bahwa sosial media adalah segalanya.

Sering kita jumpai, dalam media sosial instagram misalnya, beberapa orang menunjukkan pencapaian-pencapaian mereka baik tentang pendidikan, karir, maupun hubungan mereka dengan orang-orang sekitar. Tidak sedikit dari mereka juga ada yang melakukan flexing yaitu tindakan memamerkan kekayaan ataupun barang-barang yang mereka miliki. Meskipun tidak seluruhnya demikian, karena setiap pengguna media sosial memiliki maksud atau tujuan yang beragam. Ada yang berkeinginan untuk memotivasi ada pula yang hanya sekedar membagi secuil kisah perjuangan mereka untuk sebuah arsip. Hal tersebut tidak sepenuhnya salah. Kendati dari adanya hal itu, banyak dari para pengonsumsi media sosial yang sanggup berjam-jam berkutat dan selalu membuka sosial media, hanya untuk melihat kehidupan orang lain. 

Sah-sah saja jika dengan adanya konten tersebut membuat seseorang berkembang dan termotivasi untuk melakukan hal yang sama atau bahkan bisa lebih. Namun, akan berbanding terbalik jika realitasnya mereka hanya menerima informasi tersebut tanpa ada  sepak terjang perkembangan dalam kehidupan sehari-hari. Semakin hari justru semakin membandingkan pencapaian diri dengan orang lain, lalu menganggap mereka lebih baik. Kalau sudah seperti ini, timbullah bibit-bibit iri dengki terhadap orang lain. 

Ada beberapa alasan yang mengharuskan kita untuk menghindari FOMO; 

Pertama, agar dapat fokus pada tujuan kita. Seseorang yang mengalami FOMO, mereka cenderung merasa takut tidak terlibat dalam aktivitas menyenangkan yang dialami oleh orang lain sehingga kita sering melupakan tujuan awal dan fokus kita terbagi-bagi. 

Kedua, FOMO menjadikan kita mudah marah dan juga kehilangan kebahagiaan sebab kita kurang bersyukur. Padahal kebahagiaan sebetulnya dapat hadir lewat hal-hal sederhana. Namun, seakan-akan mata kita tertutup dan lebih sering melihat apa yang tidak ada pada diri kita. 

Last but not least, fokuskan hidup pada dunia nyata. Berhenti mencari tahu sesuatu di luar sana yang sebetulnya tidak penting bagi kita. Karena secara tidak langsung, atensi atau fokus dalam kehidupan akan tercuri oleh dunia maya.

Lalu bagaimana sih, cara menghindari penyakit media sosial ini?

1. Bijak bermedia sosial

Media sosial akan menjadi bumerang yang mengerikan apabila tidak digunakan dengan baik. Misalnya ketika hidup difokuskan untuk mengikuti alur dunia maya, apa jadinya kehidupan yang nyata. Pasti akan berantakan, dan lama-kelamaan memunculkan perasaan lelah dalam diri, sehingga merasa hidup tidak ada artinya apabila tidak bermedia sosial. Itulah mengapa pentingnya mengontrol penggunaan gadget. 

2. Stop membandingkan diri

Terlalu sering membandingkan diri dengan orang lain, hanya akan menimbulkan rasa kurang puas hati. Jika orang lain berhasil atas suatu bidang yang digeluti, tidak perlu berkecil hati. Setiap dari kita diciptakan dengan keistimewaan masing-masing, maka fokus saja dengan apa yang menjadi kelebihan diri.

3. Perbanyak bersyukur

Dengan bersyukur kita bisa mencintai diri sendiri dengan kelebihan yang dimiliki. Misalnya saja, jika kita memiliki skill menggambar dan mensyukurinya, maka kita akan berusaha untuk menjaga skill tersebut dengan terus menghasilkan karya agar bisa dinikmati banyak orang. Sehingga kita merasa bahwa diri kita berharga dengan berkontribusi atas kelebihan yang kita miliki. Maka dari itu, dengan bersyukur kita akan mampu fokus kepada diri sendiri. 

4. Biasakan journaling 

Menuliskan apa yang kita inginkan ataupun apa yang telah kita terima dapat menjadikan diri lebih bersemangat. Ketika kita berkeinginan untuk dapat menonton sepak bola di stadion bersama teman. Cobalah tulis harapan tersebut, setiap malam sebelum tidur. Yakini hal itu akan terjadi dan jangan lupa untuk berdoa. Afirmasi positif akan menghantarkan diri kita lebih dekat menuju mimpi-mimpi, bukan?

Menjadi seseorang yang FOMO di media sosial sebenarnya juga dapat memberikan manfaat dan motivasi berharga, asalkan bijak dalam penggunaannya. Dengan menciptakan keseimbangan antara kehidupan nyata dan maya, maka seseorang dapat meraih  manfaat yang positif dari media sosial dengan tetap menjaga atensi antara realita dan imajiner kehidupan. 

Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA