Muhammadiyah Dan Nasionalisme
Gambar oleh: Fauzan Anwar Sandiah, Diunduh melalui Kalimahsawa.id |
Penulis: Dian Prahara Batubara (Kader PK IMM Leviathan)
Pada sebuah Workshop yang diadakan di kantor Pimpinan
Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, bertema Moderisasi Beragama, Salah satu
pemateri yakni Prof Dr. Thobroni, M.Ag. dengan nada bercanda menyinggung apakah
Muhammadiyah mempunyai sifat Nasionalis. Pertanyaan tersebut muncul didasari
bagaimana syarat menjadi seorang Muhammadiyah tidak mencantumkan hal-hal
seperti harus cinta dengan tanah air, berbakti kepada Indonesia dan sebagainya.
Seperti yang tercantum dalam Pasal 4 Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah
tentang Keanggotaan, tercantum persyaratan beragama Islam, laki-laki atau
perempuan usia 17 tahun atau sudah menikah, menyetujui maksud dan tujuan
Muhammadiyah.
Selain itu bersedia mendukung dan melaksanakan usaha-usaha Muhammadiyah,
serta mendaftarkan diri dan membayar uang pangkal. Syarat-syarat tersebut harus
dipenuhi bagi yang ingin bergabung menjadi anggota Muhammadiyah.
Kemudian dari situ muncul ketertarikan dalam diri saya untuk membahas
hal tersebut dalam sebuah karya tulis sebagai bentuk pengungkapan rasa
penasaran saya apakah Muhammadiyah berjiwa Nasionalis, dan juga sebagai bentuk
pengembangan skill kepenulisan saya.
Mungkin kita semua sudah tahu bahwa Nasionalisme adalah sebuah perasaan
cinta yang tinggi atau bangga terhadap tanah air dan tidak memandang rendah
tanah air. Nasionalisme itu sendiri ada untuk menghadapi tantangan baik
yang berasal dari dalam (radikalisme) maupun dari luar (pengaruh globalisasi
dan teknologi informasi), maka dari itu setiap warga Indonesia dituntut harus
meningkatkan jiwa nasionalismenya dan wawasan kebangsaannya.
Muhammadiyah
Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau
November (18 November 1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah.
Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang
melakukan perintisan atau kepeloporan pemurnian sekaligus pembaruan Islam di
negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia.
Sebuah gerakan yang didirikan oleh seorang
kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau
Muhammad Darwis dari kota santri Kauman Yogyakarta. Kata ”Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut
Nabi Muhammad”.
Penisbahan nama tersebut menurut H. Djarnawi
Hadikusuma mengandung pengertian sebagai berikut: ”Dengan nama itu dia
bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad,
dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad saw, yaitu Islam”. Dan tujuannya ialah
memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang serta
dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia
sepanjang kemauan agama Islam.
Muhammadiyah Dalam Kemerdekaan Indonesia
Muhammadiyah turut berperan aktif dalam
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Organisasi ini menjadi wadah bagi para pemuda
untuk menggalang semangat nasionalisme dan melawan penjajah.
Rangkaian sejarah di balik proses berdirinya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dan Pancasila sebagai dasar negara. Sayangnya, nyaris tak ada
yang mengaitkan peristiwa kemerdekaan Indonesia dengan peran sentral
Muhammadiyah beserta para tokohnya.
Padahal, ormas Islam terbesar kedua di Indonesia itu punya andil besar
terhadap terbukanya pintu gerbang kemerdekaan Indonesia. Muhammadiyah telah
melakukan proses-proses yang sangat menentukan bagi berdirinya negara Indonesia
serta mempertahankan kedaulatannya.
Manakala berbicara tentang kemerdekaan, Muhammadiyah telah melakukan dua
hal penting dalam proses kemerdekaan Indonesia. Pertama, melakukan pembaharuan,
oleh sebab itu KH Ahmad Dahlan disebut sebagai tokoh pembaharu.
Sedangkan kedua, Muhammadiyah telah berkiprah di dunia pendidikan. Hal
ini merupakan sumbangsih besar Muhammadiyah kepada bangsa yang tidak
terbantahkan. Kedua hal inilah yang akhirnya melahirkan sebagian besar dari
intelektual Indonesia yang memiliki peranan penting hingga sekarang.
Muhammadiyah Dalam Berbangsa dan Bernegara
Tidak dapat dipungkiri lagi peranan Muhammadiyah dalam berbangsa dan
bernegara, dapat diketahui Muhammadiyah secara kritis atas perjuangan politik
yang bersifat praktis dan beriorentasi pada kekuasaan (real politics) untuk
dijalankan oleh partai-partai politik dan lembaga-lembaga formal kenegaraan
dengan sebaik-baiknya untuk terciptanya sistem politik yang
demokratis dan berkeadaan sesuai cita-cita luhur bangsa dan negara.
Dalam hal ini, perjuangan politik yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan
politik hendaknya mengedepankan kepentingan rakyat dan tegaknya
nilai-nilai utama sebagaimana yang menjadi semangat dasar dan tujuan
didirikannya negara Republik Indonesia yang di proklamasikan tahun 1945.
Tidak hanya itu, Muhammadiyah juga senantiasa memainkan peran politiknya
sebagai wujud dari dakwah amar ma’ruf nahi munkar dengan jalan mempengaruhi
proses dan kebijakan negara agar tetap berjalan sesuai kebijakan konsitusi dan
cita-cita luhur bangsa. Dapat diartikan Muhammadiyah secara aktif menjadi
kekuatan perekan bangsa dan berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang
sehat menuju kehidupan nasional yang damai dan berkeadaban.
Muhammadiyah Pelahir Tokoh Bangsa
Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi yang sangat banyak
melahirkan tokoh bangsa yang berjiwa nasionalis pada masa perjuangan untuk
merebut kemerdekan dari tangan penjajah. Banyak nama-nama pahlawan nasional
yang lahir dari muhammadiyah. Di antaranya:
A. K.H Ahmad Dahlan
Tokoh Muhammadiyah yang menjadi pencetus
lahirnya organisasi Islam Muhammadiyah ditetapkan sebagai gelar pahlawan
nasional. Adapun penobatan ini diberikan pada 1961 berdasarkan Surat Keputusan
Presiden Nomor 657 Tahun 1961.
Pria kelahiran Yogyakarta, 1 Agustus 1868 ini
merupakan anak dari ulama KH Abu Bakar bin Sulaiman. Atas ilmu dan
pengalamannya di bidang agama, ia kemudian mendirikan organisasi Muhammadiyah
pada 18 November 1912. Organisasi ini untuk mengajarkan Islam kepada penduduk
bumiputera dan anggota-anggotanya.
B. Jendral Soedirman
Jenderal Soedirman merupakan tokoh organisasi
Islam Muhammadiyah yang menyandang gelar pahlawan nasional. Ia berperan dalam
memperjuangkan kemerdekaan, tepatnya saat Agresi Militer II Belanda.
Meskipun dalam keadaan sakit, Jenderal Soedirman
tetap memimpin pasukannya untuk melawan Belanda. Ia lantas ditetapkan sebagai
pahlawan nasional sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 314 Tahun
1964.
C. Adam Malik
Tokoh Muhammadiyah berikutnya Adam Malik.
Adam Malik dikenal sebagai pembawa politik luar negeri "Bebas Aktif",
yang ia cetuskan ketika menjabat Menteri Luar Negeri.
Tidak hanya itu, Adam Malik juga berperan dalam
perundingan Indonesia-Belanda mengenai Irian Barat. Berkat perannya tersebut,
Adam Malik dikukuhkan sebagai pahlawan nasional melalui SK Nomor 107/Tk/1998
pada 6 November 1998.
D. Dr. Soetomo
Dikenal sebagai perintis perkumpulan Budi
Utomo. Dr. Soetomo berperan dalam proses pendirian RS PKU Muhammadiyah
Surabaya. Berkat jasanya di bidang ilmu kesehatan, ia tercatat sebagai
penasehat urusan kesehatan Muhammadiyah atau medisch adviseur.
Berkat jasa-jasanya tersebut, tokoh Muhammadiyah
ini ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Penetapan pahlawan nasional dr.
Soetomo berdasarkan SK Nomor 657 Tahun 1961 tanggal 27 Desember 1961.
E. Kasman Singodimejo
Salah seorang tokoh yang pernah menjabat
Wakil Ketua PP Muhammadiyah ini telah menyandang gelar pahlawan nasional. Ia
menjadi pencetus lahirnya pembentukan Tentara Keamanan Rakyat.
Tak berhenti di situ, ia juga menjadi tokoh
penting dalam perubahan sila pertama Pancasila menjadi Ketuhanan yang Maha Esa.
Berkat jasanya, Kasman Singodimejo ditetapkan sebagai pahlawan nasional
berdasarkan SK Nomor 123/TK/Tahun 2018 tertanggal 6 November 2018.
Di akhir saya memberikan kesimpulan bahwa Muhammadiyah dan Nasionalisme
sejatinya saling bahu membahu dalam mewujudkan cita-cita luhur bangsa dan
negara. Nasionalisme sejatinya juga terbalut dalam tubuh Muhammadiyah, yang
kemudian melahirkan kader-kader yang berjiwa nasionalis dan cinta terhadap
bangsa.
Sebagaimana dapat dilihat sekarang, Muhammadiyah sangat berperan dalam
bidang pendidikan di Indonesia dengan berdirinya 3.334 sekolah, 60
universitas, 82 sekolah tinggi, 6 akademi, 9 institut dan 5 politeknik, yang
mana sangat membantu untuk menunjang cita-cita bangsa sebagai negara
berkemajuan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Muhammadiyah memiliki jiwa
nasionalis yang tinggi.