Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kebersamaan Indah Dalam Momen Hari Raya Idul Fitri: Cermin Kebahagiaan dan Kedamaian

Gambar oleh RDNE Stock Project, diunduh melalui Pexels.com

Penulis: Aulia Salsabila (Kader PK IMM Al-Farabi)

Ramadan sudah mengajarkan kita banyak arti, menjadi lebih baik dan mampu mengendalikan diri. Namun, tanpa terasa ramadan akhirnya pergi. Tetapi, makna kebaikannya tidak pernah berakhir. Momen kemenangan sudah menanti, saatnya mensucikan diri. Kembali ke jalan yang Tuhan ridoi, setelah lama meredam rindu untuk bersua. Pada hari nanti, kita bisa berkumpul dengan keluarga tercinta. Betapa berharganya, kebersamaan yang dirasakan, mengabadikan momen di setiap senyuman bersama keluarga.

Pada hari raya idul fitri, suasana yang sangat bahagia dan kedamaian yang terasa sangat kuat. Setelah satu bulan berpuasa, umat muslim sedang merayakan suatu kemenangan dengan penuh gembira. Namun, yang membuat hari raya idul fitri bermakna hari istimewa ialah berkumpulnya para family.

Berkumpul di hari raya idul fitri bukan hanya sekedar tradisi saja, melainkan suatu simbol kebahagiaan sejati. Suasana yang penuh dengan keakraban dan kasih sayang yang ada saat keluarga yang berkumpul membuat hati terasa damai, tentram dan penuh kehangatan. Canda, tawa, ria, serta pelukan yang menjadi bukti keakraban dalam kebersamaan.

Momen inilah yang menjadi salah satu kesempatan untuk mempererat tali silaturahmi, terkhusus bagi yang jaraknya jauh dari keluarga. Beriringan pada hari raya idul fitri akan mengajarkan kita menuju nilai perkariban, kebersamaan, serta suka cita yang terpenting dalam hubungan antar sesama.

Namun, tidak semua orang bisa merayakan kebersamaan ini. Banyak orang yang harus merayakan hari raya idul fitri ini tanpa orang orang yang kita sayangi dikarenakan hambatan jarak, kematian, bahkan kesibukan pribadi.

Ketika ramadan tiba adalah waktu untuk membarukan rasa, mengembalikan kata maaf dan memaafkan. Ramadan mengajarkan kesabaran yang tiada henti, fokus ibadah untuk mendekatkan diri pada sang pencipta, sebagai tempat untuk kembali. Ramadan ini berbeda, cengkrama menjadi sentuhan sosial media. Kebersamaan harus dari balik layar kaca. Masjid yang begitu riuh ramai, jadi kian reda. Perubahan makna, bukan untuk ramadan, khusyuk ibadah tak harus dalam satu ruangan. Waktu berlalu dalam setiap perjalanan, menempuh lurus, demi kemenangan. Seolah kita sedang berjalan untuk pulang.

Semua itu adalah wujud untuk bisa menikmati rasa dan setiap waktu yang sudah berlalu. Bahwa yang hitam tak selalu kotor, yang pahit tak selalu menyedihkan. Karena ia tidak bisa memilih siapa yang akan menikmatinya, karena dihadapanya semua penikmat sama. Mulailah mengembalikan rasa, karena manis dan pahit akan bertemu dalam sebuah kehangatan.

Hidup adalah sebuah rahasia yang penuh keajaiban yang di dapat melalui jalan kebaikan. Ramadhan mengajarkan kita akan sebuah kebaikan diri, kebaikan yang kita temui setiap hari, serta keajaiban yang senantiasa menghiasi jiwa yang suci. Namun, ketika kemenangan menghampiri, akankah kita tetap berusaha menjadi baik secara pribadi?

Karena manusia sejatinya itu baik dan akan tetap baik, tergantung sejauh mana manusia bertahan dalam jalan kebaikan.

Marilah kita semua banyak banyak untuk bersyukur, di momen yang kita telah dinantikan, kita masih bisa membersamai keluarga yang kita sayangi, dan memanfaatkan suatu kebersamaan sebagai wadah untuk mempererat tali silaturrahmi dengan sanak saudara dan perkariban. Bersuka cita dan kebersamaan terletak pada suatu kehangatan serta kebersamaan dengan orang-orang tersayang, bukan terletak pada jabatan ataupun harta kekayaan. Apabila bertemu dengan sanak saudara adakalanya tidak hanya sekedar bertemu, tetapi juga perlu saling memaafkan, bersilaturahmi dengan perkataan dan perbuatan yang baik, dengan tujuan agar tidak hilang unsur ibadah serta bersilaturahmi. Allah SWT berfirman dalam QS. An Nisa’ ayat 36:

وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ

"Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri," {An-Nisa’;36}

تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تَقَبَّلْ ياَ كَرِيْمُ وَجَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ الْعَاءِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ وَالْمَقْبُوْلِيْنَ كُلُّ عاَمٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ


Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA