Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pesan untuk Penghuni Rumah yang Tak Beratap

 

Gambar oleh Olexandr P, diunduh melalui pexels.com

Penulis: M. Danis Benevolensa (Kader PK IMM Leviathan) 


“Sebuah pesan untuk ‘Penghuni Rumah tak beratap’ yang sedang menikmati Hari Rayanya dengan penuh sayatan, kesedihan, dan kenangan. Serta pesan untuk ‘Tetangga sekitarnya’ dalam menghadapi momen ‘Kesenjangan Perasaan’ di hari kemenangan.“

Pada tanggal 10 April 2024, Umat Islam di seluruh dunia bersukacita dalam kemenangan setelah melalui bulan Ramadan yang penuh makna. Dengan takbir yang bergema, mereka bersujud dalam syukur kepada Sang Pencipta. Hari ini bukan sekedar perayaan rutin, tapi juga momen untuk menghapuskan kesalahpahaman, merajut kembali ikatan yang sempat terputus, serta mempererat tali persaudaraan. 

Tradisi-tradisi meriah menjelma di berbagai belahan dunia, menghadirkan kehangatan yang menyelimuti hati, mengusir lelah yang dirasakan selama beribadah. Itu semua terjadi pada rumah yang mempunyai atap megah. Lantas, bagaimana dengan rumah yang tak beratap? Yang seolah ‘mati rasa’ dengan euphoria hari kemenangan. 

Berangkat dari adanya sebuah mahakarya yang berjudul “Lebaran di Rumah Tak Beratap” dalam beberapa waktu lalu. Kini aku akan menorehkan pesan sebuah surat untuk ‘Penghuni Rumah yang Tak Beratap’  tersebut, dan ‘Para Tetangga sekitarnya’.

Hari Raya memang membawa kegembiraan bagi banyak orang, namun kita tidak humanis bila melupakan bahwa ada juga saudara kita yang merasakan kesedihan, kehilangan, menikmati sayatan hati, bagai kereta yang membawa ke masa lalu melewati kenangan-kenangan indah yang pernah terjadi. Dengan itu, Hari Raya bak sebuah momentum terjadinya sebuah ‘kesenjangan perasaan’ yang akut. 

Bagaimana tidak? Di kala rumah sebelah terdengar sebuah riuh tawa kebahagiaan yang menjulang, namun di rumah samping setelahnya, terdapat seorang yang menyendiri diiringi bayang-bayang kenangan yang menyayat. Kita harus mengakui bahwa kebahagiaan tidak selalu dirasakan oleh semua orang dengan cara yang sama. Namun, bukan berarti kita acuh dengan mereka yang terpojok terus-menerus terlantar dalam ruang kesedihan.

Kita semua masih tetap memiliki kekuatan untuk mengubah narasi suasana kehidupan seperti demikian. Perihal mereka ‘Penghuni Rumah Tanpa Atap’, ingatlah bahwa setiap manusia memiliki kemampuan untuk menjadi pelindung bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain. Kita bisa menjadi sinar matahari bagi mereka yang merasa terlantar, dan kita bisa menjadi hujan yang menyuburkan tanah bagi mereka yang merasa kering.

Kita tidak bisa mengubah masa lalu (yang di luar kendali kita), tetapi kita masih mempunyai kesempatan untuk membangun suasana baru pada masa kini yang lebih baik. Kita tidak perlu mencari siapa yang harus disalahkan dan dibenarkan, karena ini bukan bicara soal mencari kebenaran, namun tentang hati dan ‘Roso’. Begitu pun selanjutnya, kita rangkul pada apa yang bisa kita lakukan sekarang. 

Mari kita berikan dukungan, kasih sayang, kehangatan dan pengertian kepada mereka yang membutuhkan. Dengan begitu, kita bisa membantu mereka menemukan kebahagiaan mereka bersama, dan bersama-sama kita bisa menciptakan dunia yang lebih hangat dan penuh cinta untuk semua orang, tanpa terkecuali.

Bahkan Sang Agung sudah memberi sebuah tirai terang pada orang-orang yang berada dalam keadaan tersebut yakni;

Rasulullah SAW bersabda:

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاه

“Tidaklah seorang mukmin ditimpa sebuah kesusahan, sakit, kegundahan, kesedihan, kepedihan, dan kegalauan hingga duri yang menimpanya, kecuali Allah pasti akan menghapus sebagian kesalahan-kesalahannya.” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Muslim). 

Sungguh, dengan ini Allah bak mengetahui apa-apa yang dirasakan hambaNya. Sang Agung seperti memberi sebuah benefit untuk ia-ia yang sedang menetap dalam ruang kesedihan. 

Di sisi lain, Sang Agung pun juga menyukai seseorang yang memberi kebahagiaan kepada sesama muslim sebagaimana pada Hadis berikut:

 Rasulullah bersabda: 

إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ إِنَّ اَحَبَّ الْاَعْمَالِ اِلَى اللهِ بَعْدَ الْفَرَائِضِ إِدْخَالُ السُّرُوْرِ عَلَى الْمُسْلِمِ

"Sesungguhnya amal yang paling disukai Allah SWT setelah melaksanakan berbagai hal yang wajib adalah menggembirakan muslim yang lain." (HR. Ibnu Abbas)

Dari hadis ini, kita dapat menarik secercah kesimpulan bahwa Allah SWT sangat menyukai tindakan memberi kebahagiaan kepada sesama. Ini menunjukkan bahwa membahagiakan orang lain merupakan perbuatan yang mendapat keberkahan dan kasih sayang dari Sang Pencipta.

Teruntuk ikatan insan, peranmu dibutuhkan. Mari kita gunakan Hari Raya ini sebagai momentum untuk memulai lembaran putih suci, penuh dengan harapan dan kebahagiaan bagi semua, termasuk mereka yang merasa terpinggirkan oleh suasana. Bersama, kita bisa menjadi kekuatan yang membawa perubahan dan kehangatan bagi setiap jiwa, tanpa terkecuali. #lebihdariikatan

Dan untuk menutup pesan yang penuh dengan kerancuan  ini, maka aku sebagai hamba yang lungai memberikan catatan kecil sebagai penutup, sekaligus juga akan menjadi reminder bahwa ada satu pihak yang harus dilibatkan pada riuh pikuk kali ini. 

“Dialah satu-satunya yang akan selalu menerima kita. 

Sepenuhnya, tanpa ada yang tertinggal, tanpa ada yang tersisa.

Dialah yang selalu menerima cerita hidup kita, seburuk apa pun itu. 

Menerima permintaan maaf kita sebanyak apa pun kesalahan kita. 

Maka, aku ingin ajak kamu untuk menyadari, bahwa kamu punya tempat berpulang yang sangat hangat dari lelahnya dunia. 

Allah yang menyayangimu.”


*Editor: Yogaraksa Ananta

Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA