Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Para Pekerja Kasar Organisasi

Gambar oleh Piranka, diunduh melalui istockphoto.com

Penulis: Kurniawan Sugiarto (Ketua Bidang Media dan Komunikasi PK IMM Avempace)


Semakin besar sebuah organisasi maka semakin kompleks dinamika yang ada di dalamnya. Semakin berpengaruhnya organisasi terhadap lingkungan maka akan semakin menarik perhatian. 

Dari apa yang penulis amati, orang-orang yang ikut dalam organisasi kebanyakan berasumsi akan mendapat sesuatu yang bermanfaat. Ada dari mereka yang bergabung berbekal kemampuan yang telah terasah sebelumnya dan berharapan organisasi mampu memfasilitasi dan menjadi wadah untuk beraktualisasi. 

Ada juga mereka yang tidak membawa bekal apapun namun turut berharap organisasi mampu memfasilitasi dan membantu mereka dalam menemukan bakat untuk dimanfaatkan baik pribadi, organisasi maupun masyarakat.

Penulis kali ini akan menyoroti orang-orang yang bergabung dalam organisasi dengan tangan kosong, sebut saja mereka para “Pekerja kasar organisasi”. Mereka yang bergabung tanpa pengalaman, tanpa keahlian dan hanya berbekal harapan. 

Dalam organisasi mereka sering mendapatkan narasi-narasi tentang kesetaraan seperti “Tidak ada yang terlihat pandai dan tidak ada yang terlihat bodoh”. Para pekerja kasar organisasi seperti ini selalu diberi keyakinan bahwa kehadiran mereka di organisasi bukanlah sebuah hal sia-sia. 

Meski beberapa orang dari pekerja kasar organisasi ini sadar bahwa organisasi yang ia ikuti adalah organisasi non-profit dalam artian tidak akan ada penghasilan yang akan mereka dapatkan untuk pribadi. 

Mereka juga sering dijanjikan sebuah relasi. Mungkin bagi mereka yang kritis akan bertanya “Apakah relasi saja akan menjamin bisa hidup di kemudian hari?” Mereka yang dilema akan hal ini biasanya akan memilih vakum hingga keluar dari organisasi. 

Beberapa pekerja kasar organisasi yang masih bertahan kebanyakan berusaha berpegang teguh pada harapannya, yakni organisasi lah yang akan memberikan apapun yang mereka harapkan. 

Namun terkadang fakta menyakitkan yang mereka temukan. Dimana para pemegang otoritas organisasi biasanya hanya memberi tanggungjawab akan sesuatu pada orang yang berpengalaman. 

Para pemegang otoritas organisasi biasanya berdalih bahwa pemberian tanggung jawab pada orang yang berpengalaman adalah keputusan yang rasional. Bagi penulis semua itu salah kaprah. Seseorang yang ditunjuk harusnya dengan alasan agar dia mempunyai pengalaman, itu baru dapat disebut rasional. 

Mungkin ada orang yang kurang setuju dengan cara berpikir seperti ini, mungkin karena hal ini berisiko tinggi atau anggapan-anggapan negatif lainnya. Bagi penulis, jika organisasi memilih keputusan pertama maka organisasi hanya akan menambah pengalaman bagi orang yang sudah berpengalaman dan itu merupakan fakta yang menyakitkan bagi pekerja kasar organisasi.

Ibarat hidup segan mati tak mau, para pekerja kasar organisasi yang masih bertahan seharusnya mulai sadar bahwa dalam organisasi bukan tentang apa yang mereka terima melainkan apa yang mereka beri. Mereka harus mulai berpikir bagaimana memberikan apa yang mereka punya untuk organisasinya. 

Para pekerja kasar organisasi yang masih tersisa harus mulai berusaha dengan sepenuh hati agar organisasinya tetap besar dan menunjukan eksistensinya. Dengan kesadaran penuh mereka harus menantang risiko dan membuang jauh pikiran “Apa yang didapat dari organisasi”. Bekerja seakan-akan organisasi ini adalah penghidupan terakhir. Bahkan rela berkorban uang, waktu, tenaga dan pemikiran yang seadanya. 

Mereka harus mendapatkan siraman-siraman rohani, apabila suatu saat ia mati dalam menghidupi organisasinya maka akan bernilai sebagai mati syahid. Bahkan kalimat “Jika ikut organisasi jangan hanya kecek tapi harus basah sekalian” Harus ditambah "Berorganisasi adalah menyelam sedalamnya hingga kalian lupa cara bernafas dan mati tenggelam”.

Fenomena pekerja kasar sebenarnya hanyalah ilusi dalam sebuah organisasi, karena idealnya organisasi adalah tentang seberapa banyak output atau pengaruh yang dihasilkan oleh organisasi. 

Di luar dari itu para pekerja kasar organisasi yang hanya bermodal nekat dan siap mati tanpa memberikan pengaruhnya hanya akan dianggap sebagai penggembira saja di dalam organisasi.


Editor: M. Tanwirul Huda

Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA