Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Aksi Damai FM3: Menolak Sosialisasi Proyek SWL yang Tak Transparan

 

Gambar: Dokumentasi Aksi Damai Forum Masyarakat Madani Maritim (FM3)
             

Penulis: Dian Prahara Batubara (Ketua Bidang Kader PK IMM Leviathan)


IMM UINSA (11/02/25) - Forum Masyarakat Madani Maritim (FM3) mengadakan aksi damai di Palm Park Hotel & Convention Surabaya pada Selasa, 11 Februari 2025. Aksi tersebut dipicu oleh adanya sosialisasi dan konsultasi publik AMDAL Pengembangan Kawasan Pesisir Terpadu Surabaya Waterfront Land (SWL) yang diadakan oleh salah satu perusahaan terkait tanpa melibatkan seluruh elemen masyarakat pesisir yang terdampak oleh proyek strategis negara tersebut.

Mereka menganggap bahwa undangan yang disebarkan oleh pihak penyelenggara hanya ditujukan kepada beberapa oknum tertentu. Menurut data yang disampaikan oleh Heroe Budiarto, MM, selaku Koordinator FM3, terdapat 12 kelurahan yang terdampak oleh proyek tersebut, sehingga seharusnya seluruh elemen masyarakat dari 12 kelurahan tersebut dilibatkan dalam diskusi. Mereka menduga bahwa beberapa kelurahan sengaja dihilangkan dari proses sosialisasi dampak proyek tersebut.

“Ada beberapa kelurahan yang sengaja dihilangkan, misalnya Kelurahan Wonorejo, Kelurahan Medokan Ayu, Kelurahan Gunung Anyar Tambak, dan Kelurahan Rungkut Kidul. Jangan dikira bahwa yang terdampak dalam proyek ini hanya beberapa orang saja,” ujar Heroe.

Pihak FM3 menilai bahwa tidak ada keterbukaan dan kejujuran dalam proses sosialisasi, karena adanya pembatasan terhadap partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan AMDAL tersebut. Bagi mereka, jika kegiatan ini benar-benar diperuntukkan untuk diskusi mengenai dampak proyek strategis negara, maka seluruh pihak yang terdampak harus dilibatkan.

Koordinator FM3 juga mengungkapkan bahwa pihak yang diundang ke acara tersebut bahkan tidak berkomunikasi dengan para ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Nelayan. Seharusnya, yang diundang adalah para ketua KUB Nelayan tersebut. Bahkan, pihak Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) sebagai mitra Lurah dan Camat juga tidak dilibatkan dalam sosialisasi tersebut.

“Tidak ada undangan kepada ketua-ketua KUB atau LPMK yang seharusnya ikut dilibatkan dalam sosialisasi ini karena mereka merupakan representasi dari masyarakat pesisir,” ujar Heroe.

Pihak FM3 terlebih dahulu mencoba bernegosiasi secara baik dengan membuka komunikasi dengan pihak keamanan di lokasi acara. Namun, mereka tetap ditolak dengan alasan tidak memiliki hak untuk bergabung dalam acara. Hal tersebut menimbulkan kebingungan bagi mereka karena sebagai masyarakat yang terdampak langsung oleh proyek tersebut, mereka merasa berhak untuk terlibat dalam diskusi.

Massa yang hadir sempat bersitegang dengan petugas keamanan akibat tidak adanya pendekatan yang humanis dari pihak keamanan. Menurut mereka, banyak tindakan yang seharusnya tidak dilakukan oleh pihak keamanan, mengingat aksi yang mereka selenggarakan adalah aksi damai.

“Ada beberapa tindakan yang seharusnya tidak dilakukan oleh pihak keamanan terkait, apalagi aksi yang kami lakukan adalah aksi damai,” jelas Heroe.

Yang paling disayangkan oleh FM3 adalah ketika masyarakat pesisir akhirnya berhasil masuk ke dalam ruangan sosialisasi dan konsultasi AMDAL, kegiatan tersebut langsung dibubarkan. Padahal, tujuan mereka masuk ke dalam adalah untuk menyampaikan poin-poin pernyataan sikap.

“Kami datang dengan baik dan ingin menyampaikan keresahan kami sebagai masyarakat yang terdampak. Tidak ada alasan untuk menolak kedatangan kami, karena ini adalah forum diskusi terkait dampak proyek strategis negara,” tegas Heroe.

Beberapa poin yang ingin mereka sampaikan adalah sebagai berikut:

1. Menegaskan kembali penolakan masyarakat terhadap Proyek Strategis Nasional Surabaya Waterfront Land karena berpotensi merusak ekosistem pesisir dan laut, menghilangkan mata pencaharian nelayan dan petani tambak, meningkatkan risiko banjir dan rob, serta berpotensi menimbulkan dampak sosial dan budaya.

2. Menyatakan komitmen kuat dalam menolak Proyek Strategis Nasional Surabaya Waterfront Land dan telah melakukan berbagai upaya, mulai dari tingkat kota hingga pusat.

3. Gerakan penolakan yang diinisiasi oleh masyarakat pesisir telah mendapatkan dukungan dari Komisi C DPRD Kota Surabaya. Pemerintah Kota Surabaya juga telah berkirim surat agar Pemerintah Pusat meninjau kembali PSN Surabaya Waterfront Land karena adanya berbagai dampak negatif.

4. Aspirasi penolakan terhadap reklamasi PSN Surabaya Waterfront Land telah disampaikan dan diterima langsung oleh Komisi IV DPR RI. Aspirasi tersebut telah ditindaklanjuti dalam Rapat Kerja (Raker) antara Komisi IV DPR RI dan Menteri Kelautan dan Perikanan RI pada 23 Januari 2025. Dalam rapat kerja tersebut, aspirasi masyarakat disampaikan oleh anggota Komisi IV, dan dokumen penolakan diterima oleh Ibu Titiek Soeharto selaku Ketua Komisi IV serta oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.

5. FM3 telah berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup RI, Kementerian ATR/BPN RI, Ombudsman RI, dan Komnas HAM RI untuk menyampaikan aspirasi penolakan mereka serta meminta bantuan agar turut serta mengawal penolakan reklamasi Surabaya Waterfront Land.

6. Menolak sosialisasi dan konsultasi publik AMDAL PSN Surabaya Waterfront Land pada 11 Februari 2025 karena tidak melibatkan partisipasi masyarakat terdampak maupun pemerhati lingkungan.

Tidak hanya itu, FM3 juga berharap ada perhatian lebih dari seluruh elemen masyarakat untuk ikut serta dalam perjuangan merebut hak-hak nelayan di pesisir. Mereka berpendapat bahwa permasalahan ini bukan hanya urusan masyarakat pesisir yang terkena dampak langsung, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama sebagai masyarakat yang disatukan oleh Pancasila.

 

Editor: M Tanwirul Huda

Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA