Hari Buruh, Hari Perlawanan: Immawati IMM UINSA Serukan Keadilan bagi PRT
Dokumentasi Kegiatan Suara Immawati Koorkom IMM UINSA(30/04/2025) |
Penulis Puteri Rahmah Safira (Sekretaris Bidang Immawati Koorkom IMM UINSA)
IMM UINSA (30/04/25) - Memperingati Hari Buruh Internasional 2025, Bidang Immawati Koorkom IMM UINSA menyelenggarakan diskusi bertajuk "Suara Immawati: Advokasi Perempuan dari Akar Rumput." Rabu (30/4/2025). Kegiatan ini digelar secara daring melalui Zoom dan diikuti kader IMM UINSA, kader IMM eksternal, serta perwakilan Bidang Immawati Cabang Kota Surabaya.
Ketua Bidang Immawati Koorkom IMM UINSA, Ghina Ruqayatul Malihah, menjelaskan bahwa momen Hari Buruh menjadi panggung reflektif bagi mahasiswa untuk menegaskan kembali posisi mereka sebagai agen perubahan. Terutama dalam menyuarakan keadilan bagi kelompok pekerja yang sering dilupakan seperti para pekerja rumah tangga (PRT).
"Melalui Suara Immawati, kami ingin mengangkat suara perempuan dari akar rumput. Mahasiswa harus berdiri bersama mereka yang hak-haknya masih diabaikan, termasuk para PRT," ujar Ghina.
Sorotan RUU PPRT dan Gerakan Mahasiswa
Diskusi menghadirkan Jumisih, aktivis perempuan dari Jala PRT (Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga). Ia menyoroti bagaimana PRT kerap mengalami kekerasan, eksploitasi, bahkan penganiayaan, namun belum diakui secara hukum sebagai pekerja formal. Hal ini disebabkan belum disahkannya Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
"Mahasiswa tidak cukup hanya menjadi pengamat. Mereka harus bisa mengorganisir gerakan aksi yang berpihak kepada pekerja dan kelompok rentan," tegasnya.
Menurut Jumisih, Hari Buruh harus menjadi momen kolektif, bukan hanya untuk buruh pabrik atau sektor industri, tetapi juga untuk PRT yang bekerja dalam senyap di ruang-ruang domestik. Saat ini, jutaan PRT bekerja tanpa kontrak kerja, tanpa jaminan sosial, dan tanpa perlindungan hukum.
Jala PRT dan Perjuangan Panjang
Jala PRT telah berjuang sejak awal 2000-an untuk memperjuangkan pengakuan hak-hak PRT. Organisasi ini aktif mendorong pengesahan RUU PPRT melalui advokasi kebijakan, kampanye publik, hingga pendampingan hukum bagi PRT korban kekerasan. RUU ini menjadi simbol perjuangan keadilan sosial bagi perempuan pekerja akar rumput yang selama ini terpinggirkan.
Diskusi berlangsung aktif. Para peserta menyampaikan berbagai refleksi kritis serta menyuarakan komitmen menjadikan kampus sebagai ruang perjuangan. Mahasiswa diminta tak sekadar menjadi pengamat akademis, tetapi juga penggerak sosial.
Gerakan dari Kampus
Diskusi ditutup dengan seruan agar isu perlindungan PRT terus digaungkan di ruang-ruang publik dan akademik. Momen Hari Buruh ini menjadi pengingat bahwa perjuangan keadilan tidak bersifat sektoral, tetapi menyeluruh dan harus berpihak pada yang lemah.
"Suara Immawati" menjadi bukti bahwa mahasiswa, khususnya kader IMM, mampu menjadikan Hari Buruh bukan sekadar seremoni, melainkan ruang aktualisasi nilai-nilai advokasi, keadilan, dan pembelaan terhadap kaum tertindas.