Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kembalinya Tuhan pada Sebuah Pulang




 

Pada ruang yang lumayan lapang, dimana kipas angin yang menoleh ke kiri dan kanan. Pada malam yang mulai larut dengan keheningan dan sepi menyelimuti kegelapan. Datang bisikan tuhan pada hati yang dirindukan.

 

Bisikan yang bahkan batu pun dapat hancur, kayu yang kokoh dan keras terurai berhamburan, dan besi yang keras bisa dilelehkan. Bisikan itu adalah tanda di mana tuhan telah datang pada hati yang ia sayang.

 

Entah ini keajaiban, kebesaran, karomah atau apa itu.  Namun aku bisa merasakan eksistensinya yang hadir dalam diri seorang hamba.

 

MHM salah satu nama temanku yang sangat unik, dia biasa dipanggil dengan inisial Zaki. Masih belum lama aku mengenalnya. Tapi... Cerita-cerita yang kudapatkan dari teman sebayanya cukup menggambarkan sifatnya yang dulu dan sekarang.

 

Dengan pemikiran baratnya yang amat sangat begitu kental, hingga menjadi sebuah idiologi dalam etika dan moral. Bisa dibilang tragedi ini sangat meresahkan pemuda Islam yang melihatnya.

 

Hingga aku bertanya-tanya, bisakah tuhan mengubahnya ? Atau bisakah tuhan menetapkan keimanan seorang hamba untuk bersujud kepadanya ?

 

Maka, malam ini tuhan turun untuk menjawab pertanyaanku itu, dengan hikmat dan tidak ada kata-kata dariku untuk meragukan kehadiratnya.

 

Background sang pemuda Zaki yang dulunya seorang salafi sangat disegani. Berpenampilan rapi, menarik, dengan gamis putih yang kinyis-kinyis membuat pandangan para masyarakat kampus takjub.

 

Tentu, dalil-dalil yang dikeluarkan berasal dari Al-Qur'an dan hadits yang ia dapat dari pengajian. Religiusitas yang diterapkan dalam lakonnya sebagai manusia saat itu patut diacungi dua jempol. Bahkan, kalau kurang bisa ditambahkan sepuluh jempol, untuk mengapresiasi dan mengaguminya.

 

Namun sangat disayangkan, hal itu tidak bertahan sampai lama. Setelah pengkajian perkuliahannya yang begitu kritis dengan keagamaan, ditambah bacaan-bacaan filsafat baratnya yang secara spontan mengubah penampilan dan pemikirannya yang religius jadi mendekat kepada “kekafiran”.

 

Kekafiran yang mengibarkan bendera kefakuman, terjadi pada diri sang Zaki. Dapat diibaratkan bagaikan ruangan tanpa ada cahaya didalamnya, dengan pondasi yang rapat hingga tiada celah dan cahaya yang masuk dari luar.

 

Singkat cerita, saat follow up yang diadakan di SMP Muhammadiyah Gadung, aku melihat sedikit kehadiran tuhan yang masuk dalam dirinya. Zaki yang mulai memakai peci dengan baju kemeja yang rapi berwarna putih, memancarkan cahaya Tuhan yang telah lama hilang dan mati.

 

Seketika aku tercengang melihatnya seakan mempertanyakan apakah ini Zaki yang aku kenal ataukah ia adalah tuhanku yang menjelma menjadi seorang Zaki ?

 

Ternyata, setelah aku mengusap wajahku dengan tanganku yang sedikit kotor, aku sadar bahwa dia adalah Zaki temanku. Pemuda yang tersesat dalam lempiran buku-buku.

 

Saat ibadah shalat isya' aku mendapatinya yang telah mengimamiku sebab aku yang memintanya. Lantunan ayat suci Al-Quran yang dilantunkan begitu indah, bahkan seandainya aku tidak malu aku ingin menangis melihat kehadiran tuhan padanya.

 

Tetapi juga ingin tertawa terbahak-bahak melihat perubahan pada temanku yang mengagumkan. Sungguh, hal ini membuatku iri kepadanya, berfikir apakah tuhan juga datang dan merindukanku ?

 

Dalam batinku aku berbisik dengan meminjam kata-kata barat "Renaisans" untuk zaki telah tiba.


Author: Mahbub Junaidi

(Kader IMM Ibn Khaldun)

Editor: M Rizki