Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Memahami Hadis “Lan Yuflih Qawm Wallaw Amrahum Imra’at”, Apa Benar Perempuan Tidak Layak Menjadi Pemimpin?

Gambar: Pelantikan Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden kelima Indonesia pada 2001 lalu. Sumber: Wikipedia


Penulis: Puteri Rahma Safira (Bendahara Umum IMM KUF)


Pada tahun 2001 sampai dengan 2004, kepemimpinan tertinggi di Indonesia pernah dijalankan oleh seorang perempuan. Hampir semua warga Indonesia mengenalnya, yakni Prof. Dr. Hj. Diah Permata Megawati Setiawati Soekarno Putri atau yang lebih dikenal dengan Ibu Megawati Soekarno Putri.

Dari peristiwa diangkatnya beliau menjadi presiden, tentunya banyak pendapat atau argumen-argumen dari berbagai elemen masyarakat yang kurang setuju. Seperti beberapa dari umat Islam Indonesia yang merasa tidak setuju. Karena menurut mereka, perempuan tidak boleh menjadi pemimpin. Sementara di sisi lain, banyak juga umat Islam yang setuju dengan kepemimpinan perempuan.

Perempuan sering dianggap sebagai makhluk yang memiliki jiwa lemah lembut dan mudah terbawa perasaan. Sehingga disimpulkan juga bahwa perempuan kurang tegas dalam menyikapi suatu hal atau bahkan suatu permasalahan. Karena perempuan dianggap sudah berada di bawah kepemimpinan laki-laki dalam keluarganya.

Laki-laki dianggap lebih bisa mengayomi. Maka dari itu sulit bagi mereka yang sudah memiliki pemahaman tersebut untuk mempercayai suatu kepemimpinan di masyarakat diberikan kepada seorang perempuan.

Dan, jika dilihat dari perspektif agama Islam, menilai bahwa laki-laki dan perempuan adalah makhluk yang diciptakan Allah Swt dengan derajat yang sama. Mereka mempuanyai peran dan kewajiban yang sama, yang mana sama-sama Allah Swt berikan tanggung jawab di dunia dan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.

Tetapi jika kita mengacu pada pemahaman yang telah Islam tegaskan, kita juga perlu mengkaji apa saja teori di dalam Islam yang mendasari munculnya permasalahan serta persoalan tersebut. Dari sini kita bisa mengkaji serta memahami sebab munculnya persoalan tersebut.

Teori yang paling mendekati dengan persoalan ini adalah dari perspektif hadis. Mengapa dari perspektif hadis? Apakah berdasarkan perspektif hadis dapat dipercaya kebenarannya?

Karena hadis adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an dan di dalamnya mengandung atau berisi suatu perkataan, perbuatan, ketetapan yang datangnya dari Rasulullah Saw. Hadis juga berfungsi sebagai penjelas hukum-hukum yang ada di dalam Al-Qur’an. Juga bisa berfungsi sebagai pengganti Al-Qur’an Jika tidak terdapat suatu hukum tersebut di dalam Al-Qur’an.

Mengapa lebih menfokuskan persoalan ini dari perspektif Hadis, karena di dalam hadis terdapat suatu sebab turunnya persoalan ini. Terdapat pada Hadis Sahih Bukhari Bab Fitnah Bergelombang Bagaikan Gelombang Lautan No.Indeks 6.570

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ الْهَيْثَمِ حَدَّثَنَا عَوْفٌ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ لَقَدْ نَفَعَنِي اللَّهُ بِكَلِمَةٍ أَيَّامَ الْجَمَلِ لَمَّا بَلَغَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ فَارِسًا مَلَّكُوا ابْنَةَ كِسْرَى قَالَ لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Al Haitsam, telah menceritakan kepada kami 'Auf dari Al Hasan dari Abu Bakrah mengatakan : Dikala berlangsung hari-hari perang jamal, aku telah memperoleh pelajaran dari pesan baginda Nabi, tepatnya ketika beliau tahu kerajaan Persia mengangkat anak perempuan Kisra sebagai raja, beliau langsung bersabda, "Tak akan baik keadaan sebuah kaum yang mengangkat wanita sebagai pemimpin urusan mereka”.

Status hadis ini adalah shahih karena berdasarkan penilaian para muhadissin klasik bahwa seluruh hadis yang termuat dalam kitab Shahih Bukhari dapat dijamin keshahihannya. Munculnya persoalan tersebut dapat dilihat dari sebab turunnya hadis tersebut atau dapat disebut asbabul wurud hadis.

Hadis tersebut diucapkan Nabi Saw sewaktu beliau mendengar laporan mengenai suksesi kepemimpinan di Negeri Persia pada tahun 9 H. Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari menjelaskan bahwa perempuan yang dimaksud yaitu Bauran binti Syirawaih bin Kisra bin Barwaiz.

Tatkala Kaisar Persia, Raja Yazdarid III yang bergelar “Kisra” meninggal dunia dengan tanpa anak laki-laki. Sementara kondisi Bauran dikenal lemah dalam hal kepemimpinan untuk menempati posisi sebagai kaisar. Dan, pada saat itu dari sisi sejarah bangsa Persia, jabatan kapala negara (raja) hanya dipegang kaum laki-laki.

Pada waktu itu, derajat kaum perempuan di mata masyarakat juga masih dipandang minor, artinya kaum laki-laki lebih tinggi derajatnya daripada kaum perempuan. Perempuan sama sekali tidak dipercaya untuk mengurus kepentingan publik, lebih-lebih masalah kenegaraan.

Dalam keadaan kondisi Kerajaan Persia dan kondisi sosial seperti itu, wajar jika Nabi Saw sebagai orang yang memiliki kearifan tinggi mengatakan, “Bangsa yang menyerahkan kepemimpinannya kepada perempuan tidak akan sejahtera”.

Bagaimana akan sejahtera jika orang yang memimpin itu adalah orang yang sama sekali tidak dihargai oleh masyarakat yang dipimpinnya? Padahal salah satu syarat ideal pemimpin adalah kewibawaan di samping leadership yang memadai. Sedang perempuan pada saat itu sama sekali tidak memiliki kewibawaan untuk menjadi pemimpin.

Dengan demikian, penolakan tersebut bukan didasarkan pada Putri Kisra yang adalah seorang perempuan. Akan tetapi didasarkan pada pandangan masyarakat yang sulit membuatnya menjalankan pemerintahan.

Namun kondisi itu kini telah berubah. Seiring dengan perkembangan zaman hingga saat ini, perempuan bisa menjadi seorang pemimpin selama dia mampu, dapat dipercaya dan menjalankan tugasnya.

Seperti yang saya lihat saat ini, di lingkungan universitas bahkan di lingkup organisasi tidak sedikit seorang perempuan yang menjadi pemimpin. Contoh kecilnya di organisasi yang sekarang sedang saya ikuti dalam prosesnya yakni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

Tidak sedikit dari kakak-kakak perempuan yang memimpin komisariat-komisariatnya dengan segala kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki untuk tetap menjalankan amanah yang telah dipercayakan. Dan, semoga senantiasa dikuatkan bahu-bahu dari kita dan tetap semangat dalam ber-fastabiqul khairat.

Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA