Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mewujudkan Generasi Emas Indonesia 2045: Tetapi Hidup dan Mengirup Energi Kotor?

Dalam rangka mewujudkan generasi emas Indonesia pada tahun 2045, pemerintah menyiapkan berbagai program untuk meningkatkan kualitas SDM di masa depan. Generasi emas Indonesia tahun 2045 dapat terwujud jika kebijakan pemerintah berpihak pada masyarakat melalui peningkatan pendidikan, kesehatan, ekonomi dan politik. Tanpa disandari upaya peningkatan kapasitas SDM juga memerlukan energi, energi listrik yang dihasilkan oleh PLN yang sebagian besar membutuhkan batubara memberikan dampak negatif bagi masyarakat yang berdekatan dengan PLTU.

Dokumenter yang dibuat Watchdoc bersama Greeenpeace Indonesia dan Enter Nusantar berjudul “SESAK – Kisah Mereka Yang Tumbuh Bersama Energi Kotor”. Narasumber yang bernama Fitriani merupakan warga Desa Pintu Air, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langka, Sumatera Utara yang tinggal bersebelahan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang telah beroperasi sejak tahun 2019. Yang dialami oleh 2 anak Fitriani semenjak 1 tahun setelah peresmian PLTU mengidap penyakit cacing tambang setelah diperiksa ke puskesmas.

Tidak hanya dirasakan warga Desa Pintu Air di Sumatera Utara tetapi masyarakat Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan juga merasakan hal demikian. Lokasi PLTU Punagaya yang bersebelahan Dusun Bungu Labuhan, Kecamatan Bangkala. Salah satu penyakit sesak nafas dirasakan oleh Saharia dan anaknya bernama Adira yang berusia 3 tahun. Gejala penyakit serupa dirasakan penyakit sesak nafas dirasakan Fatan selama 1 tahun yang tinggal dipemukiman warga desa Winung bersebelahan dengan PLTU Cilacap dan 2 unit PLTU Karangkadri.

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup, kualitas lingkungan hidup di Indonesia cenderung menurun bahkan tanpa intervensi akselerasi pembangunan, bahan bakar batu bara menimbulkan dampak negatif yang mengandung polutan seperti sulfur dioksida, nitrogen oksida, penyakit pernafasan serta PLTU yang berkapasitas 100 MW dapat memberikan emisi 11,34 kg merkuri setiap tahun. Dampak mungkin tidak dirasakan secara langsung, udara buruk memberi penyakit tenggorokan, asma, ISPA, penyakit paru-paru, berbagai penyakit pernafasan, bahkan memiliki resiko penyakit kanker. Apabila perkembangan paru-paru terganggu akan menyebabkan perkembangan kongnitif dapat terganggu.

Energi bersih dan terbarukan diperlukan oleh Indonesia untuk mengurangi emisi yang mengganggu perkembangan kongnitif penerus bangsa, karena jika pemerintah mempermudah izin pendirian PLTU dan menghambat regulasi energi terbarukan, akibat dari penggunakan batubara dirasakan untuk masa yang akan datang. Padahal PBB melalui Antonio Guterres (Sekertaris Jendral PBB) menyerukan penghentian batubara sebagai bahan bakar pemasok listrik tahun 2030 untuk negara maju dan tahun 2040 untuk seluruh dunia.

Upaya yang dilakukan Agus Sari warga Sentul, Jawa Barat menggunakan listrik tenaga surya sejak tahun 2015. Menginstalasi panel surya senilai 50 juta dengan asumsi balik-modal sekitar 10 tahun, serta usia solar panel instalansi listrik antara 30-40 tahun. Dari pada pemerintah memberi subsidi energi batubara yang mengganggu perkembangan kongnitif warga sekitar PLTU lebih baik subsidi tersebut dialihkan kepada energi terbarukan, karena pada 10 tahun yang akan datang negera maju telah meninggalkan batubara.

Siapapun bisa memanfaatkan energi terbarukan untuk kepentingan mencerdaskan kehidupan generasi penerus bangsa tanpa merugikan pihak lain. Memupuk kesadaran dan kepedulian antar manusia melalui langkah-langkah sederhana di kompleks perumahan, masjid, gereja atau lembaga pendidikan secara bertahap, sehingga melepaskan diri dari batubara. Langkah Agus merupakan gerakan populis yang dapat mengurangi dari polusi udara yang mengancam kesehatan, demokratisasi energi dapat dikonsumsi untuk belajar dan berinovasi menyiapkan generasi muda mewujudkan Generasi Emas Indonesia 2045 tanpa mengganggu kesehatan orang lain. 

Author: Aulia Diar R

(Sekretaris Bidang Hikmah Koorkom IMM UINSA 2020-2021)

Editor: M Rizki