Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pembaruan Sosial Rasulullah, Dalam Kisah Pernikahan Zaid dan Zainab

 

Arab pra Islam dikenal dengan zaman jahiliyah (masa kebodohan). Zaman ini memiliki budaya yang tidak manusiawi dan tidak berakhlak. Budaya buruk ini sudah melekat pada masyarakat Arab. Perempuan juga menjadi korban budaya jahiliyah pada masyarakat Arab. Perempuan menjadi budak seks bagi mereka. Tak hanya itu, bahkan anak perempuan menjadi aib bagi mereka. Sehingga tak segan anak perempuanya dikubur hidup-hidup.

Selain itu, ada pula budaya Arab untuk memperbudak sesama manusia. Masalah tersebut menjadi tantangan bagi Islam yang dibawa oleh Rasulullah. Hal ini secara tegas diselesaikan  Islam dengan pembebasan budak yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat. Tetapi, Pembebasan budak tersebut malah menimbulkan status sosial baru. Status tersebut terdiri dari bebas (masyarakat bangsawan dan terhotmat), budak dan yang dibebaskan (budak yang dibebaskan oleh majikanya).

Status tersebut dirasakan oleh anak angkat Rasulullah sendiri yakni Zaid bin Haritsah. Zaid merupakan seorang budak yang dibeli oleh Hakim bin Hizam bin Khuwailid. Zaid menjadi budak setelah kelompoknya diserang dan dijadikan sebagai tawanan. Setelah membeli beberapa budak termasuk Zaid, Hakim beranjak ke Makkah dan menawarkan budak-budak yang dibelinya kepada bibinya, Khadijah. Khadijah memilih Zaid bin Haritsah.

Zaid menjadi anak angkat Rasulullah dan Khadijah. Pertama kali tinggal di rumah Rasulullah, ia berumur 8 tahun. Ia mengalami kesedihan karena harus jauh dari orang tuanya. Rasulullah dan Khadijah menjadi ayah dan ibu pengganti Zaid yang sangat mengasihinya. Zaid menjadi salah satu golongan orang yang pertama kali masuk Islam.

Kisah pembaruan sosial oleh Rasulullah terjadi ketika menikahkan Zaid dengan Zainab binti Jahsy. Rasulullah dengan berani ingin mematahkan stratifikasi sosial yang ada di masyarakat melalui keduanya. Zaid yang merupakan bekas budak atau yang dibebaskan akan dinikahkan dengan Zainab yang masuk dalam kategori bebas. Pernikahan ini tentunya menjadi aib bagi keluarga Zainab.

Pernikahan ini mendapatkan penolakan keras terhadap keluarga Zainab. Bahkan, kabar pernikahan keduanya menimbulkan konflik besar. Hingga turunlah Surat Al-Ahzab ayat 36 : Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. Ayat ini tentunya berkaitan dengan desas-desus pernikahan Zaid dan Zainab. Zainab yang taat pada Allah dan Rasulullah dengan itu menerima pernikahan tersebut.

Pernikahan tersebut adalah bukti bahwa Rasulullah ingin menghapus anggapan budak dan yang dibebaskan tidak sama dengan yang bebas. Namun, pernikahan Zaid dan Zainab tidak mudah, karena budaya yang masih ada di tengah masyarakat. Zainab maupun Zaid merasa tertekan dengan pernikahan tersebut. Selain itu, perasaan Zaid yang sulit dengan suramnya rumah tangga dengan Zainab. Tekanan stratifikasi sosial begitu terasa bagi Zaid maupun Zainab dan jalan akhir bagi mereka adalah perceraian. (Ali Syariati,2004)

Kisah pernikahan ini menimbulkan spekulasi para orientalis yang membenci Rasulullah. Mereka menganggap bahwa Rasulullah menyuruh zaid untuk menceraikan Zainab karena Rasulullah pernah melihat lekuk tubuh Zainab yang dibalut dengan kain tipis. Ali Syariati menegaskan bahwa kisah orientalis itu hanyalah fiktif. Mereka menggambarkan seperti kisah biarawati dan pendeta dalam gereja.

Rasulullah menanggung beban kesedihan antara keduanya. Zaid sering bercerita pada ayah angkatnya masalah rumah tangganya dan begitu pula dengan Zainab. Sehingga, permasalahan mereka juga menjadi beban pikiran bagi Rasulullah. Rasulullah merasa bertanggung jawab atas pernikahan mereka. Rasulullah melihat diantara keduanya terdapat kesedihan yang mendalam atas pernikahan tersebut. Karena hal itulah timbul tanggung jawab Rasulullah untuk menikahi Zainab. Tindakan tersebut mendapat kecaman terhadap masyarakat Arab karena beliau menikahi mantan istri anak tirinya.

Peristiwa ini menjadi penyebab turunya surat Al-Ahzab ayat 37 : Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.

Sejak saat itu Zaid mulai dipanggil dengan Zaid bin Haritsah (sebelumnya dipanggil Zaid bin Muhammad). Pembaruan sosial terus dilakukan oleh Rasulullah, salah satunya terhadap anak Zaid yakni Usamah. Ia dipilih oleh Rasulullah menjadi panglima saat masih muda. Sehingga, Usamah dijuluki panglima perang termuda. Sesungguhnya semua hamba adalah sama yang dibedakan oleh ketaqwaan kepada Allah. Fastabiqul Khoirot.

Author: Irfan Zakariah

(Ketua Bidang RPK PK IMM Al-Kindi 2020-2021)

Editor: M Rizki