Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Eksistensi Anak terhadap Orang Tua

Hari-hari ini dunia media sosial sedang digemparkan dengan hilangnya anak dari Gubernur Jawa Barat Ridwan kamil yang bernama Emmeril Khan Mumtadz, yang hilang di sungai Aare, Bern, Swiss. Dalam informasi terbaru menunjukan bahwa anak dari Gubernur Jawa Barat tersebut telah ditemukan, dan akan dimakamkan pada hari Senin, 13 Juni 2022 di pemakaman keluarga yang berada di daerah Cimaung, Bandung.

Ridwan kamil sangat terpukul dengan kejadian yang dialami oleh anaknya tersebut. Dalam kejadian ini menunjukan bahwa anak sebagai ujian atau cobaan bagi orang tua. Mereka dituntut supaya sabar dan tabah menghadapi ujian ini, karena pada hakikatnya anak ialah hanya sebatas titipan yang diberikan oleh Allah dan akan kembali pula kepada Allah.

Anak merupakan anugerah yang diberikan Allah bagi setiap keluarga. Setiap orang berkeluarga menginginkan adanya keberadaan anak. Bahkan, keberadaan anak dianggap sebagai pelengkap kebahagiaan sebuah keluarga, sehingga wajar apabila setiap orang sangat menginginkan diberikan karunia ini.

Akan tetapi perlu kita ketahui, bahwa setelah mempunyai anak, tidak jarang keluarga yang tidak menemukan kebahagiaan. Justru sebaliknya, banyak problematika yang muncul setelah adanya anak. Terkadang, ada anak yang menjadi ujian bagi keluarga untuk memperoleh kebahagiaan. Bahkan, ada juga anak yang disebut sebagai musuh bagi keluarga sehingga menjauhkan keluarga tersebut dari Allah.

Anak sebagai perhiasan orang tua
Dalam QS. Al-Kahfi ayat 46 disebutkan bahwa, harta dan anak merupakan perhiasan kehidupan dunia, namun amal yang kekal dan sholih adalah lebih baik pahalanya disisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. Dan dalam QS. Al-Furqan ayat 74 yang artinya ”Dan orang-orang yang berdo’a, Wahai Tuhan kami!, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”.

Pada QS. Al-Kahfi ayat 46 anak diistilahkan oleh al-Qur`an dengan kata "al-banun", dapat dipahami bahwa anak yang menjadi perhiasan bagi orang tua, maka perlu dibina, dibentuk dan dicetak oleh orang tua.  setiap orang tua pasti berusaha dan berdo’a agar diberi anak yang dapat menjadi perhiasan hidupnya.

Kemudian pada QS. Al-Furqan ayat 74 menyebutkan bahwa keberadaan anak merupakan sebagai perhiasan bagi orang tua. Dalam ayat tersebut telah menunjukan, bahwa orang tua ingin anaknya menjadi “qurrata a’yun" (penyejuk hati atau jiwa). Pada ayat disebutkan bahwa di antara sifat pribadi “ibadurahman” adalah orang yang berdo’a agar diberi permata hati baik berbentuk isteri maupun anak.

Anak sebagai ujian atau cobaan
Dalam firman Allah QS. At-Thagabun ayat 15 yang artinya “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” Dalam ayat ini menunjukan, bahwa harta dan anak ialah hanya sebatas ujian atau cobaan.

Perlu kita pahami bahwa setiap anak pada dasarnya adalah ujian bagi kedua orang tuanya. Al-Qur`an juga menyebut anak sebagai ujian bagi orang yang beriman. Maka dalam hal ini, sikap yang dituntut bagi setiap orang tua adalah agar tabah dan sabar dalam menghadapi ujian ini layaknya sikap yang dituntut dalam nikmat dan karunia Allah yang lainnya. 

Tabah dan sabar itu lahir dari keimanan. Karena pada hakikatnya semua yang diberikan Allah adalah ujian bagi setiap manusia. Orang kaya diuji dengan harta yang berlimpah, sedangkan orang miskin diuji dengan tidak punya harta. Orang berilmu juga diuji dengan ilmunya, sebagaimana orang yang tidak berilmu juga diuji dengan kebodohannya.

Anak menjadi musuh
“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Thagabun ayat 14).
 
Menurut ayat di atas, orang tua dituntut berhati-hati dan waspada terhadap mendidik anaknya karena sebagian anak dan isteri juga dapat menjadi musuh orang tua. Ayat di atas memang tidak menyebutkan semua anak, tetapi sebagian di antara anak. 

Maka peran orang tua sangat vital, orang tua dituntut ekstra terutama sang ayah, supaya anaknya tidak menjadi musuh yang menghalanginya dari menjalankan tugasnya kepada Allah baik untuk beribadah maupun tugas  khalifah di dunia. Jika orang tua keliru dan salah dalam mendidik anak-anaknya, maka anak tersebut dapat menjadi musuh bagi orang tuanya.

Dapat disimpulkan bahwa anak ialah anugerah, ya anugerah bagi setiap keluarga. Anugerah anak biasanya menjadi perhiasan bagi orang tua. Namun terkadang ada kalanya anak justru jadi ujian bagi orang tua. 

Jangan sampai keberadaan anak justru menjadi musuh bagi orang tua yang akan menjauhkan orang tua dari Allah dan sampai menyeret orang tua ke neraka. Maka dari sinilah pentingnya pendidikan anak, lebih-lebih terkait pendidikan agama perlu ditanamkan semenjak kecil.

Bagi yang masih lajang atau berkeluarga dituntut supaya tidak salah dalam menentukan pasangan, Agama menyuruh agar mengutamakan aspek keagamaan dalam memilih pasangan, tidak mengutamakan aspek materil, keturunan atau kecantikan. 

Tiga aspek ini hanya sementara. Sedangkan aspek agama ialah yang utama agar lebih mudah dalam membina dan membentuk keluarga yang dapat mengantarkan ke surga, bukan malah menyeret ke neraka. Semoga anugerah anak yang kita terima dapat menghantarkan kita ke surga. Aamiin

Author: Anas Febriyanto (Kader Leviathan)
Editor: Auni H. (RPK Korkom IMM UINSA)
Thumbnail: Unsplash/Nathan Dumlao
Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA