Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Esensi Tauhid dalam Islam

Sumber: Republika.co.id


Banyak dari kita yang mengaku mengenal Allah, tapi kita tidak cinta kepada Allah. Buktinya, kita banyak melanggar perintah dan larangan Allah. Sebabnya, ternyata kita tidak mengenal Allah dengan sebenarnya. Sekilas, membahas persoalan bagaimana mengenal Allah bukan sesuatu yang asing. Bahkan mungkin ada yang mengatakan untuk apa hal yang demikian itu dibahas? Bukankah kita semua telah mengetahui dan mengenal pencipta kita? Bukankah kita telah mengakui itu semua?

Namun kita pasti pernah mendengar, “Tak kenal maka tak sayang” demikian bunyi pepatah. Dalam hal ini yang dimaksud mengenal Allah adalah yang akan membuahkan rasa takut, menggantungkan diri dan ketundukan hanya kepada-Nya. Sehingga kita bisa mewujudkan segala bentuk ketaatan dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh-Nya. Hal ini akan menenteramkan hati ketika orang-orang mengalami dilema dalam hidup, mendapatkan rasa aman ketika orang-orang dirundung rasa takut dan akan berani menghadapi segala macam masalah hidup.

Pembahasan mengenai tauhid menjadi hal paling urgen dalam agama Islam. Dimana tauhid mengambil peranan penting dalam membentuk karakter umat Islam yang tangguh. Seperti para sahabat r.a. yang telah dijanjikan surga oleh Allah. Mereka menjadikan akidah sebagai ruh dalam menjalankan segala aktivitas mereka, termasuk ketika jihad melawan orang kafir. Kemenangan selalu diraih oleh pasukan Islam, ketika berperang meninggikan kalimat tauhid melawan orang kafir. Sebab, para sahabat hanya menjadikan Allah saja sebagai penolong mereka.

Manusia adalah makhluk yang memiliki kapasitas untuk melakukan penalaran berpikir. Merasa berbuat atau bertingkah laku. Kapasitas itu dimungkinkan karena manusia dibekali Allah dengan potensi nafsiyah dan jasadiyah. Namun untuk mampu mengembangkan kapasitas tersebut secara baik, fungsional, dan sempurna, manusia memerlukan keyakinan dan landasan berpikir  yang kuat.

Rupanya di zaman ini pembahasan masalah akidah menjadi sesuatu yang terkesampingkan dalam kehidupan. Adanya sebuah kencenderungan masyarakat yang hedonis dengan persaingan hidup yang begitu ketat. Sehingga urusan-urusan dunia menjadi suatu hal yang menyita perhatian manusia, termasuk masalah keberagamaan, globalisasi, persaingan eknomi, dan lain sebagainya. Sehingga kita dapatkan banyak sekali penyimpangan demi penyimpangan yang terjadi di tengah-tengah umat Islam.

Dengan keadaan yang semakin hari semakin buruk ini, rupanya lambat laun akan menyadarkan kita semua akan pentingnya peran agama Islam. Yaitu sebagai agama paripurna yang tidak mengatur urusan ukhrawi saja, namun juga dalam mengatur urusan-urusan duniawi, yang menjadikan akidah sebagai landasan berpikirnya.

Inti atau akar dari akidah Islamiyah adalah kalimat Tauhid, atau lebih dikenal dengan kalimat thayyibah (Laailaahaillallah). Hal ini begitu masyhur di kalangan umat Islam. Dalam kesehariannya, seorang muslim melafalkan kalimat tersebut di dalam setiap shalat wajibnya yang lima waktu. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mati dalam keadaan berilmu tentang Laa ilaaha Illallah, maka dia pasti masuk Surga.” (H.R. Ahmad). Maka seharusnya, kita wajib memahami makna yang diinginkan dari kalimat tersebut. Baik yang dinafikan (ditolak) maupun yang ditetapkan, kemudian berusaha mengamalkannya.

Memaknai tauhid pun tidak mudah. Ada saat-saat dimana kita ragu terhadap kehendak dari-Nya. Misalnya, sebagai manusia terkadang kita punya persepsi sendiri tentang sesuatu. Seringkali persepsi yang kita miliki bertolak belakang dengan apa yang Allah perintahkan. Hal ini disinggung oleh Allah melalui firman-Nya,”Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

Disinilah iman kita diuji, apakah kita benar-benar meyakini Allah? Apakah kita telah melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya tanpa memperhitungkan faktor kesenangan dan kebencian? Karena kesenangan dan kebencian yang kita miliki terhadap sesuatu itu bersifat nisbi dan relatif, sementara ketentuan Allah bersifat mutlak dan mengikat.

Esensi Tauhid dalam Islam juga terdapat di dalam Alquran surah ke-112 yang membahas tentang logika ketuhanan yang sangat jelas. Mengosongkan, membersihkan, menghilangkan segala sesuatu yang tidak layak sehingga menjadi murni (ikhlas). Hidup berlandaskan tauhid dalam agama Islam bukanlah untuk mencari mana kelompok terbaik, tapi kita bertauhid adalah untuk mencari Allah, menemukan Allah, mengenal Allah, dan memahami semua yang serba sunnatullah-Nya.

Namun untuk memahami Allah, Islam menolak segala bentuk penggambaran Allah dalam bentuk apapun. Apalagi dalam bentuk sesuatu yang diidolakan karena latar belakang kekayaan, kekuasaan, ras, dan lain sebagainya. Jika kita mentadabburi Alquran surah ke-112, kita akan mengetahui bahwa Allah bersifat abadi dan tidak bergantung dengan apapun. Dzat yang memiliki eksistensi tanpa batas. Orang yang belum memahami konsep tersebut, seringkali menginterpretasikan Allah dengan cara materialistis. Padahal, Allah itu bisa dicari ke dalam alam jiwa. Bakan ke seluruh alam semesta.

 

 

Author: Af’idah Nadlilatul (Kader IMM KUF)

Editor: Fadhlur Rahman


Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA