Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sekilas Tentang Tafsir Ilmi

 

Fakhruddin Ar-Razi


Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang di dalamnya bukan hanya terkandung ayat-ayat yang berkaitan dengan aqidah, syariah dan akhlaq. Namun juga memberikan perhatian bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Jika kita membaca Al-Qur’an secara teliti, maka kita akan menemukan ayat-ayat yang mengajak manusia untuk bertindak dan berpikir secara ilmiah. Al-Qur’an selalu mengajak manusia untuk membaca, mengkaji, memahami setiap fenomena yang terjadi, khususnya fenomena-fenomena alam semesta.

Hal ini terlihat dari ayat yang pertama kali turun kepada Rasulullah SAW, yaitu Surat al-Alaq ayat 1-5. Dimana pada ayat pertama berisikan perintah untuk membaca. Menurut Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul Wawasan Al-Qur'an: Tafsir Maudhu'i Atas Pelbagai Persoalan Umat, kata dari ayat tersebut diambil dari akar kata qara’a yang artinya menghimpun. Dari kata menghimpun tersebut lahirlah beragam makna seperti menyampaikan, menelaah, meneliti dan membaca teks.  Sebab kata tersebut objeknya bersifat umum, sehingga maknanya mencakup segala sesuatu yang bisa dijangkau, baik yang tersurat maupun yang tersirat dari ayat-ayat qauliyah maupun kauniyah.

Adapun terhadap ayat-ayat kauniyah yang terdapat di dalam Al-Qur’an, tidak secara tegas dan khusus ditujukan kepada para ilmuwan untuk dikaji, tetapi pada hakikatnya, mereka diharapkan bisa mengkaji dan melakukan penelitian untuk mengungkap makna-makna yang terdapat pada ayat-ayat kauniyah. Hanya orang-orang yang ahli dalam bidang tersebut serta berkompeten yang mampu menggali secara komprehensif dalam melakukan tugas tersebut sehingga akan menghasilkan kajian yang akan benar-benar bermanfaat bagi umat manusia.

Dengan demikian, besar harapan untuk para ilmuwan agar tergerak mengeksplorasi ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung makna ilmiah dan berusaha menafsirkannya. Lalu menjadikannya sebagai inspirasi untuk melahirkan penemuan-penemuan baru yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Paradigma semacam ini, mendorong munculnya corak tafsir ilmiah yang disebut dengan tafsir Ilmi, sebuah tafsir yang cukup menarik perhatian para cendekiawan muslim.

Dalam sejarahnya sendiri, corak penafsiran seperti ini pertama kali lahir pada dinasti Abbasyiah, tepatnya pada masa pemerintahan Khalifah Al-Ma’mun (w. 853 M). Putra dari khalifah Harun Al-Rasyid ini dikenal dengan kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan. Salah satu karya besarnya yang sangat populer adalah Bait Al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang luas. Masa ini adalah masa kemajuan peradaban Islam yang mencapai peradaban yang tinggi, yakni sebagai pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Pada masa ini, terjadi gerakan penerjamahan kitab-kitab ilmiah secara besar-besaran dan mulai melakukan pembukuan ilmu-ilmu agama dan sains. Sedangkan tafsir sudah menjadi ilmu yang berdiri sendiri. Hal ini mengakibatkan munculnya kecenderungan corak tafsir yang tujuan awalnya adalah mencari korelasi ayat Al-Qur’an dengan penemuan ilmiah. Konsep ini kemudian dipelajari oleh Imam Al-Ghazali dan ulama-ulama lainnya yang sependapat dengan beliau. Fakhruddin Al-Razi menuangkan fenomena ini dalam kitabnya berjudul Mafatih Al-Ghaib.

Sebelum Fakhruddin Al-Razi, Al-Ghazali telah membahasnya terlebih dahulu dalam karyanya yaitu Jawahir Al-Qur’an, disebutkan bahwa penafsiran ayat Al-Qur’an dapat dipahami dengan berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu astronomi, kedokteran dan lain sebagainya. Jika yang dilakukan Al-Ghazali ini dianggap sebagai langkah pertama lahirnya penafsiran ilmiah, maka dapat dipahami bahwa Al-Ghazali belum merealisasikan metode tersebut, barulah Fakhruddin Al-Razi yang berhasil merealisasikan metode penafsiran tersebut setelah satu abad berlalu. Inilah yang kemudian hari disebut dengan tafsir Ilmi.

Tafsir Ilmi bisa diartikan sebagai tafsir yang berusaha memahami ayat Al-Qur’an melalui penemuan-penemuan ilmu pengetahuan (sebagai alat bantu). Tafsir Ilmi lebih berorientasi pada teks yang secara khusus membahas tentang fenomena alam yang biasa disebut dengan ayat kauniyah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tafsir ilmi adalah suatu ijtihad mufassir yang menghasilkan suatu produk tafsir melalui pengungkapan hubungan-hubungan ayat kauniyah di dalam Al-Qur’an dengan penemuan-penemuan ilmiah, yang bertujuan untuk menampakkan kemukjizatan Al-Qur’an.

Tafsir Ilmi disebut juga scientific exegies, sebuah penafsiran yang menggunakan pendekatan teori-teori ilmiah dalam menjelaskan Al-Qur’an. Maksud dari tafsir Ilmi adalah untuk menggali teori-teori ilmiah dan pemikiran filosofis kemudian dijustifikasi dan dikompromikan keterkaitan teori-teori ilmiah tersebut dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Jadi, dapat dipahami bahwa tafsir Ilmi adalah corak penafsiran Al-Qur’an dengan pendekatan ilmiah. Objek dari corak tafsir ini adalah ayat-ayat kauniyah (ayat-ayat yang mengandung nilai ilmiah). Corak tafsir ini juga dibangun berdasarkan asumsi bahwa Al-Qur’an tidak bertentangan dengan akal manusia dan ilmu pengetahuan.

Terlebih ketika banyak didapati ayat-ayat yang membahas tentang berbagai hakikat ilmiah. Ini menyebabkan sejak zaman dulu, sebagian cendekiawan muslim berusaha membangun keterkaitan antara Al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan. Mereka melakukan ijtihad untuk menggali berbagai macam jenis ilmu pengetahuan dari Al-Qur’an, yang kemudian usaha ini semakin berkembang dan menghasilkan manfaat yang besar. Meskipun demikian, dalam menanggapi tafsir Ilmi ini, para ulama nyatanya terbagi menjadi dua kelompok, yakni yang menolak dan yang mendukung.

 

Author: Af’idah Nadlilatul (Kader IMM KUF)

Editor: Fadhlur Rahman

x

Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA