Sebuah Konter Narasi atas Omong Kosong Zakarl Marx
![]() |
Gambar oleh lolostock, diunduh melalui istockphoto.com |
Penulis: Adi Swandana (Ketua Komisariat PK IMM KUF)
Di edisi Liberasi yang ke-12 dengan tema "Abadi Perjuangan Literasi" telah menjadi bukti bahwa IMM UINSA masih berniat merawat legasi. Sayangnya, ada satu tulisan dari seorang senior, sebut saja namanya Zakarl Marx yang rasanya begitu menyakitkan dengan seabrek olok-olokan.
Secara garis besar, narasi yang disampaikan perihal literasi IMM UINSA dianggap olehnya tengah mengalami penurunan besar-besaran. Mulai dari penurunan kuantitas, isu-isu tak terbahas, hingga ramainya grub yang dinilainya hanya berisi obrolan ampas.
Zakarl Marx juga tak segan-segan dalam mengolok-olok literasi IMM UINSA. Bayangkan, hampir setiap komisariat yang ada diejek habis-habisan dalam satu tulisan. Harusnya, pihak redaksi tidak meloloskan tulisan tersebut untuk dimuat di Liberasi. Sangat jelas isi tulisan tersebut sangat kontradiksi dengan tema "Abadi Perjuangan Literasi", apalagi bisa berpotensi mengancam mental pok nulis para kader-kader generasi Strawberry.
Agaknya, ejekan Zakarl Marx di setiap komisariat ini perlu dikritisi kembali dengan seksama. Misalnya, terkait komisariat Avempace yang dianggap tak mau berbagi ilmunya di setiap diskusi maupun tulisan kader-kadernya. Zakarl Marx merasa Avempace ini tidak pernah memberikan edukasi seputar cinta melalui kader-kader psikologinya. Sepertinya Zakarl Marx salah duga dalam hal ini, sebab bisa saja pihak Avempace memang sengaja untuk tidak memberikan edukasi seputar cinta.
Secara sengaja, bisa jadi Avempace ini menghindari reverse psychology. Istilah tersebut dalam konteks psikologi merupakan sebuah cara di mana seseorang akan melakukan sesuatu padahal perintah yang diberikan kepadanya adalah sesuatu yang sebaliknya. Ditambah lagi manusia dengan rasa ingin tahunya yang besar cenderung akan lebih penasaran terhadap hal-hal yang memang dilarang.
Contohnya, kita bayangkan jika Avempace membuat tulisan atau kajian tentang problematika jatuh cinta seorang mahasiswa, sudah pasti yang dibahas tak akan jauh dari dinamika pacaran dan segala romansa perkuliahan. Namun, pada akhirnya pembahasan tersebut bertujuan agar sebagai akademisi Islam, idealnya dapat menjauhi hal-hal yang diharamkan; seperti pacaran atau menyukai sesama IMMawan, contohnya.
Hal ini sebagaimana konsep reverse psychology bisa jadi membuat kader merasa penasaran untuk mencoba pacaran itu sendiri. Alih-alih menyeru pada kebaikan, kader pun bisa juga merasa tidak nyaman terutama yang tengah menjalin atau sudah memiliki sebuah hubungan. Jadi, Avempace mungkin bukan benar-benar tidak peduli, hanya saja mereka punya cara sendiri agar skandal seperti di kampus dua tidak sampai terjadi lagi.
Lagi pula, sepertinya kader-kader IMM UINSA juga tidak terlalu memikirkan jatuh cinta. Mereka justru lebih bingung perihal siapa ketua komisariat selanjutnya, penyebaran proposal dana, dan agenda kaderisasi yang lainnya. Kalaupun tetap dipaksa untuk menulis atau mendiskusikan tentang jatuh cinta, maka lebih baik yang dibahas adalah tentang jatuh cintanya kader dengan Ikatannya.
Kalau diamati, Avempace sendiri lebih memilih jalan yang agak aman. Dimulai dengan menjadi suri tauladan sebagai salah satu falsafah perkaderan. Kita bisa melihat hal tersebut dari ketumnya sendiri misalnya, dari cara berpakaian tercermin sosok muslimah yang berusaha menjaga muru’ah agar terhindar dari fitnah. Begitulah cara yang kiranya digunakan oleh teman-teman Avempace, tidak mencemooh, tapi lebih memberi contoh.
Mungkin itulah yang jadi pertimbangan teman-teman Avempace. Sama halnya ketika Avempace tidak terlalu getol membahas isu-isu politik meski sebelumnya sedang hangat-hangatnya pemilu dan dinamikanya. Wajar saja, kader-kader Avempace dari Ilmu Politik juga perlu mencari aman di tengah ancaman mengeluarkan kritik terhadap pihak pemerintahan maupun salah satu calon pasangan.
Kalau misalnya ada apa-apa kan juga kasihan, keselamatan para kader Avempace pun patut diperhitungkan. Para kader Avempace tentu masih bisa terancam direpresi, sekalipun ketua komisariatnya seorang pendekar Tapak Suci. Apalagi ketua open recruitment tahun ini juga dari kader Avempace yang berjurusan Ilmu Politik. Oleh sebab itu, Avempace memang lagi-lagi mencari aman dengan tidak memberikan kritik agar kader hitam metalik tidak sampai diculik oleh elite politik.
Setelah puas mengolok Avempace, giliran Al-Farabi yang dikritik oleh Zakarl Marx. Dalam topik problem kaderisasi, Al-Farabi dianggap jarang memberikan kontribusi dalam memberi solusi. Entah Zakarl Marx ini tidak mau melihat upaya Al-Farabi mulai dari RBB, SABI, dan dua kata lucu, "Ketumnya rabi." Berdalih gatal ingin me-roasting, jangan-jangan itu hanya alibi agar Zakarl Marx bisa meluapkan emosi atas segala rekam jejak kurang enak yang pernah ia alami dengan komisariat ini.
Yang paling ironi, Zakarl Marx pun tetap menghina asal komisariatnya sendiri. Hal ini jelas-jelas meruntuhkan semangat kader-kader KUF dalam belajar. Sudah dari awal salah jurusan, kini ditambah lagi dengan pernyataan bahwa secara ontologis tidak ada lapangan pekerjaan yang menjanjikan. Memang, Agitator yang tidak menulis bisa dianggap sampah, tapi senior yang meruntuhkan semangat belajar adik-adiknya juga lebih buruk daripada sampah.
Memang para pemikir, ulama, dan filsuf terdahulu menuliskan pikirannya. Tapi, seandainya mereka ada di zaman sekarang dengan usia yang sama seperti kader-kader KUF saat ini bisa jadi mereka berbeda. Mungkin saja pikiran mereka diwujudkan dalam bentuk yang lain, konten jedag-jedug misalnya.
Sangat sempit sekali menganggap bahwa senjata kader-kader KUF adalah tulisan, padahal lebih daripada itu, senjata yang selalu jadi kebanggaan komisariat ini adalah akalnya yang abnormal. Tulisan hanya satu dari sekian banyak cara komisariat ini dalam memberikan agitasi. Lihat saja, komisariat KUF hari ini mulai berani mencoba hal-hal baru dalam kaderisasi mulai dari Warkop DKI, konten komedi, wisata religi. Itu KUF tahun ini, sedangkan KUF tahunnya Zakarl Marx?
Pada akhirnya kritik Zakarl Marx di setiap komisariat perlu diberi konter narasi. Penulis yakin, setiap komisariat tentu mempunyai alasan logis untuk menjawab olok-olokan dari seorang homo deus tersebut. Memang tidak harus dengan tulisan, masih ada Manar.co bagi yang memang punya passion pada ranah dakwah digital. Belum lagi, setiap agenda dari masing-masing komisariat sampai tingkat Koorkom pun bisa menjadi kesempatan untuk membalas kritikan.
Namun di sisi lain, penulis juga memiliki ketakutan yang sama dengan Zakarl Marx meskipun bukan tentang literasi semata. Penulis takut bahwa sebenarnya IMM UINSA benar-benar "kosongan". Kosong tulisan, kosong gerakan, kosong ikatan, kosong gagasan dan kosong kesadaran. Kekosongan yang ada jangan-jangan sengaja dibiarkan sembari terus menyalahkan keadaan.
Jika melawan narasi senior saja kita masih gelagapan, maka IMM tinggal menunggu tenggelam ditelan zaman. Maka dari itu, masa depan IMM terutama IMM UINSA bisa kita lihat dari sekarang melalui kader-kader yang memang tidak kosongan dan selalu punya jawaban atas segala persoalan Ikatan.
Editor: Belly Ubaidila