Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Persimpangan Jalan Ikatan

 

Gambar oleh francescoch, diunduh melalui istockphoto.com
Penulis: Iskandar Dzulkarnain (Sekretaris Bidang RPK PK IMM Ushuluddin dan Filsafat)


Judul di atas memang sengaja dipilih untuk merepresentasikan kondisi tubuh Ikatan dewasa ini. Tampaknya, Ikatan saat ini tengah berbaring lemas di atas ranjang melawan penyakit yang menimpanya. Penyakit itu tak ada yang mampu mendiagnosa jenis, asal, serta implikasinya, apalagi obatnya.

Dan ternyata itu mungkin telah lama kira-kira sejak awal tahun 2025. Menoleh kanan dan kiri, penulis tak menemukan satu pun dokter yang berusaha mengobatinya. Tak taulah, sepertinya Ikatan hanya ditemani oleh foto-foto yang terpampang di dinding-dinding ruangan. 

Namun, baru-baru ini, penulis menemukan beberapa dokter yang berusaha mencari sumber penyakit tersebut. Mereka memasuki “laboratorium” legendaris yang dipercaya dapat memberikan solusi untuk berbagai penyakit.

Terlihat, seorang dokter duduk termenung dan dihadapannya terdapat dokumen-dokumen berisi segala pengetahuan tentang penyakit. Ia berpikir sangat keras hingga urat di pelipisnya jelas kelihatan dari kejauhan. 

Tidak jauh darinya, dokter satunya berdiri di depan jendela menatap halaman belakang laboratorium. Hampir tidak berkedip sekali pun, pandangannya fokus keluar jendela mengingat segala teori yang dipelajarinya lima tahun yang lalu. Sedangkan satu dokter praktek yang bertugas membantu, hanya sibuk memilah-milah referensi di hadapan lemari buku. 

Begitulah kiranya keadaan riil Ikatan dewasa ini yang sedang berdiri di persimpangan jalan. Ia ditimpa kebingungan, akankah melangkah lurus, ke kanan, ke kiri, atau hanya berjalan di tempat. Beberapa dokter di atas adalah sejumlah kader yang berusaha menuntun Ikatan dan membersamainya di tengah-tengah kebingungan itu. 


Lagu Lama Perkaderan

Satu persoalan perkaderan yang umum dijumpai ialah ilang-ilangan, baik dari para kader ataupun dari pimpinan komisariat sendiri. Dari tahun ke tahun, persoalan ini kiranya tak dapat dihindari dalam proses perkaderan dan belum ditemukan obatnya hingga dewasa ini. 

Persoalan ini berimplikasi pada kualitas komisariat terutama pada kader sendiri. Ketika pimpinan komisariat ilang-ilangan, maka komisariat tidak berjalan sebagaimana mestinya. 

Misal, bidang RPK (Riset dan Pengembangan Keilmuan) tidak pernah terlihat di kegiatan komisariat maka dapat dipastikan bahwa kegiatan-kegiatan bidang RPK tidak akan pernah terlaksana. Ini juga berlaku pada bidang-bidang yang lain.  

Salah satu persoalan yang lain mungkin adalah tujuan perkaderan dalam Ikatan. Jelas terpampang bahwa tujuan Ikatan adalah mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Dalam SPI (Sistem Perkaderan Ikatan), setidaknya terdapat tiga tujuan perkaderan.

Pertama, membentuk kader akademis-Islamis yang progresif sesuai bidang atau profesi yang ditekuninya. Dari sini, kualitas dan kuantitas kader diharapkan nantinya ditransformasikan ke dalam empat medan: persyarikatan, umat, bangsa dan kemanusiaan.

Kedua, perkaderan sebagai proses pembinaan dan pengembangan kader baik secara ideologis atupun teknis manajerial. Ketiga, secara praktis, perkaderan diarahkan untuk regenerasi kepemimpinan IMM.

Kedua tujuan di atas, yaitu yang kedua dan ketiga mungkin sangat jelas dipahami makna dan maksudnya tanpa perlu penafsiran lebih lanjut. Namun, tujuan yang pertama menurut hemat penulis masih mengawang dan mengambang. Bagaimana kriteria “Kader akademis-Islamis yang progresif” itu belum dijelaskan di dalam SPI. 

Alhasil karena tidak jelasnya fiksi tersebut, mungkin menjadi salah satu sebab mandeknya perkaderan saat ini. Para pimpinan komisariat tidak tahu tujuan ideal perkaderan. Tentu ini dibutuhkan studi yang lebih lanjut untuk mendapatkan kesimpulan yang objektif.

Akan tetapi, pada beberapa waktu, hal itu nyata didapati ketika seorang teman sambat akan tujuan sebenarnya perkaderan Ikatan. Bahkan didapati seorang instruktur sebagai roda perkaderan, masih bingung akan tupoksinya di dalam perkaderan. Karena tampaknya, instruktur hanya sibuk ketika perkaderan formal saja seperti halnya DAD (Darul Arqam Dasar). 

Semua keadaan di atas akhirnya dihadapkan dengan pandangan “realistis” yang cukup masif didapati dewasa ini. Worldview “untung-rugi” yang banyak ditemukan pada sejumlah mahasiswa per-hari ini menjadi momok bagi eksistensi organisasi mahasiswa, terutama organisasi yang tidak dapat “menyuapi” anggota-anggotanya. Ngapain ikut organisasi, ngehabisin waktu aja, Mending ngerjain ini dapet cuan. 


Persimpangan Jalan Komisariat Futsal

Keadaan demikian dirasai langsung oleh komisariat futsal konon julukan itu disebabkan karena anggota komisariatnya tidak lebih layaknya satu tim futsal. Dalam beberapa hari terakhir, dinamika perkaderan pada komisariat tersebut dapat dibilang cukup meprihatinkan. Hal ini bahkan langsung dituturkan oleh Bider (bidang kader) di hadapan penulis. 

Menurutnya, proses perkaderan di komisariatnya per-hari ini tidak berjalan dengan baik. Berbagai program yang dicanangkan di awal-awal masa jabatan, akhirnya hanya angka-angka di dalam pikiran. Dan nahasnya lagi, ia bahkan tidak tahu alasan di balik keadaan tersebut. 

Baru-baru ini, akhirnya segala persoalan komisariat itu dibawa ke warung kopi yang dijuluki sebagai laboratorium perkaderan. Di sana setidaknya terdapat empat pimpinan yang mendiskusikan persoalan tersebut.

Semua orang disitu berpikir keras mengenai keadaan komisariatnya yang semakin hari semakin merunduk karena kelelahan alih-alih seperti padi merunduk karena berisi. Semuanya mengemukakan berbagai kemungkinan yang menjadi faktor segala persoalan tersebut.

Satu orang mengatakan bahwa hal itu karena para kader sekarang berbeda dengan kader-kader dahulu. Menurutnya, para kader sekarang tidak terbiasa ngumpul bareng dan tidak bergairah mengikuti kegiatan komisariat. 

Yang lain mengajak teman-temannya untuk bercermin mengintrospeksi diri. Ia mengatakan bahwa komisariat hari ini butuh sosok yang dapat menjadi figur para kader. Ia mengungkapkan bahwa bahkan dirinya dahulu ketika di awal-awal menjadi kader, sangat bergairah mengikuti kegiatan-kegiatan komisariat karena ada figur yang menjadi panutannya. 

Satu lagi juga menyatakan bahwa segala persoalan itu, karena para kader tidak mendapatkan pemahaman ideologi yang cukup. Sedangkan yang terakhir hanya termangu mendengar segala sambatan teman-temannya. 

Keadaan di atas itu, mungkin juga dirasakan oleh komisariat-komisariat lain yang juga hanya bisa diam tak dapat menemukan solusinya. Lebih nahasnya, mungkin mereka tidak dapat menemukan kawan bercerita layaknya komisariat futsal itu. 

Jika dirangkum semua persoalan di atas, maka yang muncul setidaknya adalah militansi kader. Inilah tampaknya persoalan utama Ikatan dewasa ini. Militansi adalah nyawa dari suatu organisasi. Ia merupakan prasyarat untuk mewujudkan maksud dan tujuan organisasi (Suara Muhammadiyah, 2021)


Editor: Restu Agung Santoso





Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA